dc.description.abstract | Latar belakang penulisan skripsi ini bahwasanya Perjanjian jual beli pada
prinsipnya harus memenuhi syarat perjanjian sebagaimana diatur dalam Pasal 1320
KUH Perdata, karena apabila syarat perjanjian tidak terpenuhi, maka perjanjian
tersebut batal demi hukum . Permasalahan timbul ketika perjanjian jual beli ini
dilakukan namun menimbulkan permasalahan hukum yaitu adanya perbuatan
melawan hukum. Peneliti tertarik untuk menganalisis secara mendalam perkara
perbuatan melawan hukum dalam perjanjian kerjasama jual beli minyak curah
dalam Putusan Pengadilan Negeri Surakarta Nomor 147/Pdt.G/2019/PN.Skt antara
Noris Sugiharto selaku Penggugat melawan Chan Khim Sioe Alias Hendy Tia
Chandra selaku Tergugat. Penggugat pada tahun 2018/2019 menjual minyak curah
kepada Tergugat yang kemudian dibayar menggunakan Giro Bilyet dengan jangka
waktu tertentu (16 hari setelah penerimaan). Tidak adanya dana dalam rekening
Tergugat yang mengakibatkan di tolaknya kliring Penggugat atas Giro Bilyet dari
Tergugat adalah Perbuatan Melawan Hukum yang dilakukan Tergugat yang sangat
merugikan Penggugat. Akibat Perbuatan Tergugat tersebut Penggugat merasa di
rugikan secara Materiil sebesar Rp.1.855.284.500,00 (satu miliar delapan ratus lima
puluh lima juta dua ratus delapan puluh empat ribu lima ratus rupiah) atas semua
Giro Bilyet yang tidak dapat di tarik. Jika minyak sawit tersebut di jual kepada
orang lain maka keuntungan yang akan di peroleh Penggugat tidak kurang dari 10
persen setiap bulannya kurang lebih Rp.190.000.000,00 (seratus sembilan puluh
juta rupiah). Adanya perbuatan melanggar hukum sebagaimana dalam kasus yang
menimbulkan kerugian pada orang lain, mewajibkan pembuat yang bersalah untuk
mengganti kerugian (Pasal 1365 KUHPerdata). Secara prinsip, pelaku Perbuatan
Melawan Hukum telah melakukan perbuatan yang mengakibatkan yang
bersangkutan wajib mengganti kerugian (moril dan materil) terhadap pihak-pihak
yang telah dirugikan (pembeli) sebagaimana yang diatur dalam Pasal 1365 KUH
Perdata.
Rumusan masalah yang akan dibahas dalam hal ini meliputi 2 (dua) hal,
yaitu : (1) Apakah dasar diajukannya perbuatan melawan hukum dalam jual beli
minyak kepala sawit melalui pembayaran cek kosong ? dan (2) Apakah
pertimbangan hukum hakim menjatuhkan Putusan Nomor 147/Pdt.G/2019/PN.
SKT sudah sesuai dengan ketentuan yang berlaku ?
Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif, sedangkan
Pendekatan masalah menggunakan pendekatan undang-undang dan pendekatan
konseptual, dengan bahan hukum yang terdiri dari bahan hukum primer, sekunder
dan bahan non hukum. Analisa bahan penelitian dalam skripsi ini menggunakan
analisis deskriptif kualitatif. Guna menarik kesimpulan dari hasil penelitian
dipergunakan metode analisa bahan hukum deduktif.
Berdasarkan hasil penelitian dari pokok pembahasan yang telah dibahas
dapat diuraikan kesimpulan bahwa : Dasar diajukannya perbuatan melawan hukum
dalam jual beli minyak kelapa sawit melalui pembayaran cek kosong pihak oleh
pihak Penggugat selaku pihak penjual yaitu Direktur CV Sawit Juara yang bergerak
di bidang Perdagangan minyak sawit, sedangkan Tergugat adalah selaku pihak
pembeli yang telah melakukan perjanjian jual beli minyak kelapa sawit, karena
telah terjadi pembayaran berupa cek kosong oleh Tergugat kepada Penggugat
sehingga Penggugat tidak bisa mencairkan cek tersebut secara cash dan membawa
kerugian meteriil pihak Penggugat. Pertimbangan hukum hakim menjatuhkan
Putusan Nomor 147/Pdt. G/2019/ PN.SKT sudah sesuai dengan ketentuan yang
berlaku yaitu Pasal 1365 KUH Perdata. Akibat perbuatan melawan hukum tersebut
membawa kerugian materiil Penggugat karena tidak menerima uang pembayaran
hasil penjualan minyak kelapa sawit yang telah disepakati brsama, sehingga
membawa akibat pertanggungjawaban bagi si pelaku dalam hal inbi pihak
Tergugat, yang tidak sanggup untuk memenuhi kewajiban pembayaran sehingga
dilakukan sita jaminan terhadap hak atas tanah milik, Tergugat sebagai jaminan
pembayaran, yang dikabulkan oleh majelis hakim sebagai bentuk konsekwensi
hukum tanggung jawab pihak Tergugat atas pemenuhan prestasi. Berdasarkan
uraian pertimbangan hakim tersebut, dapat penulis kemukakan bahwasanya tiap
perbuatan melanggar hukum yang menimbulkan kerugian pada orang lain,
mewajibkan pembuat yang bersalah untuk mengganti kerugian (Pasal 1365 KUH
Perdata). Dinamakan perbuatan melawan hukum apabila perbuatan tersebut
bertentangan dengan hukum pada umumnya. Menurut ketentuan Pasal 1365 KUH
Perdata, maka yang dimaksud dengan perbuatan melawan hukum adalah suatu
perbuatan yang melawan hukum yang dilakukan oleh seseorang karena
kesalahannya sehingga menimbulkan akibat yang merugikan pihak lain. Ada juga
yang mengartikan perbuatan melawan hukum sebagai suatu kumpulan dari prinsipprinsip
hukum yang bertujuan untuk mengontrol atau mengatur prilaku berbahaya,
untuk memberikan tanggung jawab atas suatu kerugian yang terbit dari interaksi
sosial, dan untuk menyediakan ganti rugi terhadap korban dengan suatu gugatan.
Berdasarkan uraian-uraian yang telah dikemukakan sebelumnya dalam
kaitannya dengan pokok permasalahan yang ada, dapat beberapa saran yaitu :
Kepada masyarakat, hendaknya setiap orang dapat menjalankan dan memahami hak
dan kewajibannya masing-masing dalam suatu bingkai perjanjian, sehingga tidak
timbul perbuatan yang merugikan dalam bentuk wanprestas, yang melanggar isi
perjanjian bahkan dengan adanya itikad tidak baik yang membawa konsekwensi
adanya perbuatan melawan hukum yang merugikan pihak lain secara melawan
hukum. Kepada kreditur maupun debitur hendaknya dapat memberikan hak dan
kewajiban sebagaimana telah disepakati bersama dalam perjanjian, sehingga usaha
yang dilakukan dapat berjalan dengan baik sesuai dengan prestasi yang dikehendaki
oleh para pihak. Kepada pemerintah, hendaknya memberikan sosialisasi akan arti
pentingnya pembuatan perjanjian tertulis menurut hukum. Perjanjian secara lisan
sebaiknya tidak dipergunakan karena dalam hal pembuktiannya sulit karena beban
pembuktian dalam hukum perdata dibebankan pada kebenaran formil. Sangat jelas
bahwa perjanjian secara lisan menimbulkan tidak adanya kepastian hukum dan
menjadi sulit ketika timbul sengketa atau ketidaksesuaian pendapat. | en_US |