dc.description.abstract | Munculnya kesadaran masyarakat lokal untuk menggagas dan membangun kerjasama
dalam pengembangan desa wisata merupakan prestasi yang patut diapresiasi oleh
berbagai pihak (stakeholder). Keberhasilan ini pastinya tidak akan lepas oleh adanya
seorang pigur sentral sebagai actor penggagas ide, pemikiran, panutan, serta aktivitasaktivitas
riil dalam wujud praktika yang mampu menggugah, menjawab tantangan
maupun hambatan baik yang datang dari dalam maupun luar lingkup masyarakat.
Semua permasalahan awal yang terjadi itu mampu dijawab dan mampu meyakinkan
kepada masyarakat setempat bahwa “bersama kita bisa” dan mereka membranding
aktivitas wisata organiknya dengan brand “Desa Banget”. Upaya tokoh sentral ini perlu
diberi dukungan agar upaya perorangan ini, walaupun telah dilembagakan ke dalam
bentuk keorganisasian yang telah disusun, namun aspek kelembagaan masih terus perlu
dikembangkan.
Logo, tagline, simbol, merupakan sebagian dari brand untuk membedakan suatu produk
dengan yang lain. Dengan demikian, brand adalah ”konsep” yang tidak terukur secara
kuantitatif, brand mengonstruksi citra sosial sehingga produk atau pelayanan terlihat
lebih baik dari realitas yang sebenarnya. Sedangkan ‘branding” adalah “upaya” untuk
mengonstruksi brand dan memasarkan brand, branding menjadikan sesuatu yang biasa
dan mengingatkannya dengan cara-cara tertentu sehingga membuatnya menjadi terlihat
lebih berharga dan bernilai.
Hasil pelaksanaan kegiatan menunjukkan hasil yang memuaskan karena pihak
penggagas dan pengelola semakin menyadari pentingnya pengembangan brand dan
branding secara metode lebih memahami upaya-upaya membangun konstruksi sosial
terhadap realitas branding desa wisata organik Lombok Kulon dalam mengadopsi
konsep “branding” yang kian popular. Dalam mengonstruksi branding desa wisata
mereka perlu mengerti dan memahami tahap-tahap institusionalisasi melalui tiga proses
simultan, yaitu: (1) proses eksternalisasi; (2) proses legitimasi objektivitas; dan (3)
proses internalisasi. | en_US |