dc.description.abstract | Pola adaptasi nelayan dalam proses modernisasi alat tangap sangat menarik
untuk dicermati. Alat tangkap merupakan alat produksi yang menentukan hasil
tangkapan di laut dan tidak bisa dipisahkan dari perkembangan teknologi.
Keberadaan alat tangkap ikan yang lebih modern diharapkan dapat meningkatkan
usaha nelayan dalam menangkap ikan di laut dengan kualitas dan kuantitas yang lebih
tinggi. Akan tetapi dengan keberadaan alat tangkap yang lebih modern tersebut tidak
dapat dinikmati oleh keseluruhan masyarakat nelayan. Sehingga masih banyak
nelayan yang berada pada situasi pendapatan yang minim dari sektor laut.
Modernisasi alat tangkap ikan tidak terlepas dari gerakan revolusi biru yang
dicanangkan oleh pemerintah untuk meningkatkan pemanfaatan sumber daya laut di
Indonesia. Dengan progam revolusi biru ini diharapkan mampu meningkatkan
keterpurukan nelayan dalam kemiskinan selama ini. Dalam masyarakat nelayan,
keberadaan alat tangkap modern seharusnya mampu meningkatkan kualitas
kehidupan nelayan secara keseluruhan, namun pada kenyataannya hanya beberapa
nelayan saja yang mampu menggunakan alat tangkap yang lebih modern dikarenakan
modal dan jaringan yang mereka miliki. Permasalahan yang dikaji dalam penelitian
ini adalah bagaimana bentuk pola adaptasi nelayan dalam proses modernisasi alat
tangkap ikan di Plau Gili Ketapang Kecamatan Sumberasih Kabupaten Probolinggo?
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan deskriptif.
Informan dipilih dengan memakai teknik purposive sampling dan snowball sampling.
Sumber data yang digunakan ialah data primer dan data sekunder.
Dari hasil penelitian, terdapat beberapa pola adaptasi yang dilakukan oleh
nelayan dengan adanya alat tangkap baru yang lebih modern tersebut, yaitu
beradaptasi dengan bertahan menggunakan alat tangkap tradisional, beradaptasi
dengan alat tangkap baru yang lebih modern dan beradaptasi dengan cara
meninggalkan pekerjaan sebagai nelayan. Ketiga bentuk pola adaptasi tersebut
memberi dampak pada segi sosial dan ekonomi bagi para nelayan. Dampak ekonomi
bagi nelayan yang beradaptasi dengan tetap bertahan menggunakan alat tangkap
tradisional adalah mereka tidak mampu mengembangkan usaha penangkapan ikan
karena ketidakmampuan bersaing dengan alat tangkap yang lebih modern, sehingga
mereka terpuruk dalam situasi kemiskinan. Bagi nelayan yang beradaptasi dengan
alat tangkap modern, mereka mampu mengembangkan usaha tangkapan ikan dengan
bantuan jaringan Pengambe’ di Mayangan sebagai sumber modal untuk mengganti
alat tangkap tradisional mereka menjadi alat tangkap yang modern. Bentuk adaptasi
ini tidak hanya dilakukan oleh para juragan saja, tetapi juga terdapat nelayan
tradisional yang berpindah menjadi ABK Perahu Sleret. Sedangkan bagi mereka yang
beradaptasi dengan keluar dari pekerjaan nelayan, mereka dihadapkan kepada profesi
baru yang berbeda dengan nelayan. Dengan meninggalkan pekerjaan nelayan, mereka
mendapatkan kepastian penghasilan tanpa dipusingkan dengan musim paceklik ikan.
Pekerjaan baru tersebut memberi mereka peluang untuk memperbaiki kehidupan
mereka sehari-hari dari segi perekonomian.
Dari hasil penelitian di atas, kemampuan nelayan untuk menikmati adanya alat
tangkap modern bergantung dari peran Pengambe’ sebagai sumber modal mereka.
Jaringan Pengambe’ sayangnya tidak semua nelayan memilikinya, sehingga
sebaiknya pemerintah memberi bantuan modal , baik berupa pinjaman koperasi desa,
maupun instansi-instansi yang terkait. Selanjutnya pemerintah hendaknya
memberikan keterampilan tambahan sebagai upaya untuk mereka yang tidak lagi
bekerja pada sektor nelayan. | en_US |