FORMAT POLITIK ORDE BARU DAN KEBIJAKAN FUSI PARTAI POLITIK TAHUN 1973
Abstract
Dikeluarkannya  Maklumat  Pemerintah  yang  ditandatangani  oleh  Wakil 
Presiden  Mohammad  Hatta  tertanggal  3  November  1945,  memuat  keinginan 
pemerintah  akan  kehadiran partai  politik.  Pemerintah  memberikan  kesempatan yang 
seluas-luasnya  kepada  rakyat  untuk  mendirikan  partai  politik  dalam  rangka 
memperkuat perjuangan mempertahankan kemerdekaan dengan menyalurkan aspirasi 
rakyat  secara  teratur.  Pada  pemilihan  umum  tahun  1955,  jumlah  partai  poltik  di 
Indonesia mencapai 29 partai dan ditambah dari perorangan atau independen. Namun 
dalam perkembangan selanjutnya menunjukkan bahwa konflik ideologi yang dibawa 
masing-masing  partai  politik  merupakan  salah  satu  faktor  penyebab  Konstituante 
gagal merumuskan Undang-Undang baru.   Berdasarkan  hal  tersebut,  pada  masa 
Demokrasi  Terpimpin  Presiden  Soekarno  melakukan  penyederhanaan  sistem 
kepartaian  dengan  Penpres  No.  7  tahun  1959  dan  Perpres  No.  13  tahun  1960  yang 
mengatur  tentang  pengakuan,  pengawasan,  dan  pembubaran  partai  politik.  Tanggal 
14  April  1961  diumumkan  hanya  10  partai  politik  yang  mendapat  pengakuan  dari 
pemerintah.  Keadaan  berlanjut  sampai  Presiden  Soekarno  meletakkan  jabatannya 
yang kemudian digantikan oleh Soeharto dan dikenal dengan masa Orde Baru. 
  Orde  Baru  lahir  sebagai  koreksi  total  dari  pemerintahan  sebelumnya  dimana 
keadaan  politik  yang  tidak  stabil  menyebabkan  kehancuran  dalam  bidang  ekonomi. 
Selanjutnya pemerintah Orde Baru menciptakan sebuah format politik dengan tujuan 
untuk  menciptakan  stabilitas  nasional,  baik  dalam  bidang  politik,  sosial,  dan ekonomi.  Berdasarkan  hal  inilah  penulis  ingin  mengkaji  permasalahan  (1)  format 
politik Orde Baru, (2)  pengendalian  kehidupan  politik  nasional,  (3)  dampak  Fusi 
terhadap  dinamika  partai  politik  setelah  pemilu  1977.  Tujuannya  adalah  (1) 
mendeskripsikan format politik Orde Baru, (2) menganalisis pengendalian kehidupan 
politik  nasional,  (3)  menganalisis  dampak  Fusi  terhadap  kehidupan  partai  politik 
setelah pemilu 1977. 
  Penelitian ini menggunakan pendekatan pembuatan kebijakan yang diambil dari 
Harold D. Lasswell dan Richard C. Snyder. Sedangkan teorinya adalah teori elit yang 
di  ambil  dari  pendapat  Pareto  dan  Roberto  Michels.  Penulis  menggunakan  metode 
penelitian sejarah yang terdiri dari heuristik, kritik, interpretasi dan historiografi. 
  Hasil  dari  penelitian  ini  menunjukkan  bahwa  format  politik  Orde  Baru  dibuat 
untuk  menciptakan stabilitas nasional. Namun pada  kenyataanya  semata-mata  untuk 
mempertahankan kekuasaan. Posisi dominan ABRI dan DPR tidak lebih sebagai alat 
perpanjangan  tangan  penguasa  dan  alat  legitimasi  kebijakan.  Sementara  itu 
pengendalian kehidupan politik yang salah satunya melalui Fusi justru menimbulkan  
dampak  baru  yaitu  konflik  dalam  tubuh  partai  politik  baik  secara  intern  maupun 
ekstern.  Ditambah  lagi  dengan  dikeluarkannya  UU.  RI.  No.  3  tahun  1975  tentang 
Partai  Politik  dan  Golongan  Karya  dimana  partai  politik  tidak  dapat  menjalankan 
fungsi sebagaimana mestinya.  
  Kesimpulan  hasil  penelitian  ini  menunjukkan  bahwa  pemerintah  Orde  Baru 
membentuk  format  politik  yang  pada  awalnya  sebagai  koreksi  total  terhadap 
pemerintahan  sebelumnya.  Namun  dalam  perkembangannya  justru  format  politik 
tersebut  merupakan  langkah  awal  pemerintahan  Suharto  untuk  mempertahankan 
kekuasaan.  Salah  satunya  melalui  fusi  terhadap  partai  politik  yang  menimbulkan 
konflik  baru  diantara  unsur  yang  ada  dalam  partai.  Berdasarkan  hal  tersebut  maka 
diharapkan  bahwa  proses  demokrasi  harus  berjalan  sesuai  dengan  aturan  dimana 
pemerintah  dituntut  untuk  bersikap  netral  tanpa  memihak  kepetingan  salah  satu 
golongan.  Sedangkan untuk  partai  politik diharapkan  dapat  menjalankan  fungsi  dan 
menghindari terjadinya konflik.
