Prinsip Kekuatan Mengikat Perjanjian Pengikatan Jual Beli Hak Atas Tanahu
Abstract
dengan perjanjian pada umumnya, sebagaimana yang diatur dalam Pasal 1313 KUHPerdata tentang Perjanjian. Hanya saja Perjanjian Pengikatan Jual Beli merupakan perjanjian yang lahir akibat adanya sifat terbuka sebagaimana dalam Buku III KUHPerdata yang memberikan kebebasan seluas-luasnya kepada subyek hukum untuk mengadakan perjanjian asal tidak melanggar peraturan perundang-undangan, ketertiban hukum dan kesusilaan. Akan tetapi secara khusus belum ada aturan hukum yang jelas yang mengatur mengenai Perjanjian Pengikatan Jual Beli Hak Atas Tanah itu sendiri. Dibuatnya Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) adalah sebagai akibat karena belum terpenuhinya beberapa syarat yang ditentukan oleh undang-undang berkaitan dengan jual beli hak atas tanah, sehingga menghambat penyelesaian transaksi dalam jual beli hak atas tanah.
Permasalahan yang akan ditetili dalam tesis ini yaitu pertama, perjanjian pengikatan jual beli terhadap pengalihan hak atas tanah. Kedua, ratio decidendi putusan mahkamah agung terhadap perjanjian pengikatan jual beli hak atas tanah. Ketiga, konsep pengaturan ke depan yang ideal agar perjanjian pengikatan jual beli hak atas tanah sesuai dengan prinsip mengikat. Metodologi penelitian yang digunakan dalam penulisan tesis ini yaitu tipe penelitian yang bersifat yuridis normatif.Pendekatan masalah yang digunakan dalam penyusunan tesis ini yaitu pendekatan perundang-undangan (statute approach), pendekatan konsep (Conseptual approach) dan pendekatan kasus (Case Approach). Sumber bahan hukum yang digunakan adalah sumber bahan hukum primer dan sekunder.
Kesimpulan dari tesis ini yaitu kesimpulan permasalahan pertama adalah Perjanjian pengikatan Jual Beli merupakan sebuah praktik yang dilakukan oleh kalangan Notaris untuk mengatasi permasalahan yang dihadapi dalam pelaksanaan jual-beli hak atas tanah. Status tanah yang menjadi obyek dari Perjanjian Pengikatan Jual Beli meskipun sudah dibayar lunas dan sudah diserahterimakan kepada pembeli belum terjadi pengalihan hak kepemilikan karena belum dilakukan proses jual beli dengan dibuatnya Akta Jual Beli oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah maka secara hukum tanah tersebut masih menjadi milik penjual. Kemudian kesimpulan permasalahan kedua adalah Pertimbangan hakim dalam putusan Mahkamah Agung terhadap Perjanjian Pengikatan Jual Beli Hak atas tanah antara lain terkait adanya pembayaran sebelum perjanjian jual beli tetapi karena dalam kwitansi tanda terima maka hal tersebut dianggap sebagai pembayaran tanah dan merupakan bagian dari pembayaran harga tanah yang diperjanjikan. Perjanjian Pengikatan Jual Beli adalah sah secara hukum karena telah memenuhi syarat sahnya perjanjian dalam Pasal 1320 KUHPerdata baik syarat subyektif maupun syarat obyektif.. Menurut perspektif hukum normatif, kemudian pengaturan kedepannya yang ideal mengenai perjanjian pengikatan jual beli agar memenuhi prinsip kekuatan mengikat adalah ketika pihak penjual yang melakukan wanprestasi bisa dituntut dengan tuntutan ganti rugi, pembatalan perjanjian, peralihan risiko dan pembayaran biaya perkara, maka dalam lingkup hukum pidana, pihak penjual yang wanprestasi bisa dituntut melakukan tindakan penipuan karena apa yang telah diperjanjikan ternyata tidak sesuai dengan apa yang telah diberikan. Ganti rugi tersebut dapat berupa pengembalian uang atau penggantian barang dan atau jasa yang sejenis atau setara nilainya, atau perawatan kesehatan dan atau pemberian santunan yang sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Saran untuk lembaga legislatif sebagai lembaga yang berwenang membentuk peraturan perundang-undangan sebaiknya mengenai pengikatan jual beli diatur lebih lanjut dalam peraturan perundang-undangan terutama yang berkaitan dengan masalah pertanahan, sehingga para pihak yang memakai pengikatan jual beli sebagai perjanjian pendahuluan dalam jual beli hak atas tanah lebih terlindungi hak-hak nya. Perlu adanya aturan secara khusus yang mengatur mengenai syarat-syarat dapat dilakukannya Perjanjian Pengikatan Jual Beli dan dalam hal apa saja perjanjian pengikatan Jual Beli dapat dilakukan, serta mengenai kedudukan sertipikat hak atas tanah tersebut. Sehingga dengan diaturnya Perjanjian Pengikatan Jual Beli dalam aturan khusus, paling tidak dapat memberikan rasa aman bagi para pihak dan bagi pihak pembeli khususnya. Dengan diaturnya Perjanjian Pengikatan Jual Beli secara khusus tentunya juga akan mempermudah Notaris dan dapat dijadikan bahan atau acuan oleh Notaris dalam membuat Perjanjian Pengikatan Jual Beli. Sehingga Notaris punya rambu-rambu dalam membuat perjanjian tersebut, tidak hanya sebatas keinginan/kesepakatan para pihak saja, dan tidak sebatas karena belum dapat dilakukan AJB di depan PPAT saja, akan tetapi harus dikhususkan dalam hal apa saja dan kapan Notaris dapat membuat PPJB tersebut. Atau paling tidak apabila terhadap aturan khusus mengenai Perjanjian Pengikatan Jual Beli hak atas tanah belum dapat diatur/belum ada aturan yang mengatur secara khusus, maka seharusnya Notaris dalam hal membuat perjanjian pengikatan Jual Beli hak atas tanah harus mampu memformulasikan ke dalam isi Perjanjian Jual Beli mengenai hal-hal yang dapat melindungi pihak-pihak yang berkepentingan dalam Perjanjian tersebut. Misal perlu adanya klausula yang tegas mengenai akibat dari tidak dilakukannya prestasi dalam perjanjian tersebut, dan mengenai ganti rugi atau yang dapat dipersamakan dengan itu bagi pihak-pihak yang dirugikan akibat tidak dipenuhinya prestasi sebagaimana termuat di dalam perjanjian tersebut.
Collections
- MT-Science of Law [333]