• Login
    View Item 
    •   Home
    • UNDERGRADUATE THESES (Koleksi Skripsi Sarjana)
    • UT-Faculty of Law
    • View Item
    •   Home
    • UNDERGRADUATE THESES (Koleksi Skripsi Sarjana)
    • UT-Faculty of Law
    • View Item
    JavaScript is disabled for your browser. Some features of this site may not work without it.

    Kedudukan Hukum Anak Luar Kawin Terhadap Hak Nafkah Dari Ayah Biologis Akibat Putusan Mahkamah Konstitusi No.46/PUU-VIII/2010

    Thumbnail
    View/Open
    CHICHA CHOLIFAH AGUSTIN-150710101383_1.pdf (1.201Mb)
    Date
    2019-08-08
    Author
    AGUSTIN, Chicha Cholifah
    Metadata
    Show full item record
    Abstract
    Di Indonesia hukum perkawinan diatur di dalam undang-undang No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan. Salah satu tujuan perkawinan ialah untuk memperoleh keturunan atau anak. Anak merupakan generasi penerus bangsa, sehingga segala hak yang melekat pada anak harus dipenuhi tanpa harus meminta. Perkembangan dari budaya barat pada era modern membuat dampak yang besar bagi perkembangan budaya di Indonesia, selain dampak positif ada dampak negatif yang juga ikut masuk ke Indonesia. Salah satunya ialah pergaulan bebas yang mengakibatkan lahirnya seorang anak diluar perkawinan, akibatnya menimbulkan dampak tentang status dan kedudukan anak luar kawin terhadap ayah biologisnya. Pada pasal 43 ayat (1) Undang-undang No 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan disebutkan bahwa anak luar kawin hanya memiliki hubungan keperdataan dari ibu dan saudara ibunya saja. Anak luar kawin tidak bisa mendapatkan hak-haknya dari ayah biologisnya, membuat kerugian tersendiri. Hak yang paling dibutuhkan anak yaitu hak nafkah, hak tersebut sangatlah penting untuk kelangsungan hidup anak. Setelah adanya putusan MK No.46/PUUVII/2010 hak anak luar kawin mulai diperhatikan oleh hukum. Menurut putusan MK tersebut, anak luar kawin memiliki hubungan keperdataan dengan ayahnya namun harus terdapat adanya bukti berdasarkan ilmu pengetahuan dan/atau teknologi bahwa lelaki tersebut adalah ayah biologisnya. Persyaratan tersebut membuat langkah anak luar kawin semakin panjang untuk mendapatkan hak nafkah dari ayah biologisnya. Pasca putusan MK No.46/PUU-VIII/2010 belum ada peraturan lanjutan yang mengatur secara khusus tentang anak luar kawin, baik kedudukannya maupun akibat hukum bagi ayah biologis untuk menafkahi anak luar kawinnya. Berdasarkan latar belakang tersebut, menimbulkan adanya permasalahan yang timbul yaitu Pertama, Apakah anak luar kawin mempunyai kedudukan hukum untuk meminta hak nafkah dari ayah biologis yang tidak mengakuinya setelah adanya putusan MK No.46/PUU-VIII/2010. Kedua, Apa akibat hukum dari ayah biologis yang tidak memberikan nafkah kepada anak luar kawin tersebut. Tujuan dari penulisan skripsi ini yaitu untuk memenuhi dan melengkapi tugas akhir sebagai salah satu persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Hukum dalam Program Studi Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Jember, Untuk mengembangkan dan menerapkan ilmu pengetahuan yang telah diperoleh diperkuliahan dengan kasus yang terjadi dalam kehidupan masyarakat.
    URI
    http://repository.unej.ac.id/handle/123456789/91574
    Collections
    • UT-Faculty of Law [6306]

    UPA-TIK Copyright © 2024  Library University of Jember
    Contact Us | Send Feedback

    Indonesia DSpace Group :

    University of Jember Repository
    IPB University Scientific Repository
    UIN Syarif Hidayatullah Institutional Repository
     

     

    Browse

    All of RepositoryCommunities & CollectionsBy Issue DateAuthorsTitlesSubjectsThis CollectionBy Issue DateAuthorsTitlesSubjects

    My Account

    LoginRegister

    Context

    Edit this item

    UPA-TIK Copyright © 2024  Library University of Jember
    Contact Us | Send Feedback

    Indonesia DSpace Group :

    University of Jember Repository
    IPB University Scientific Repository
    UIN Syarif Hidayatullah Institutional Repository