Liminalitas dan Dramaturgi Dalang dalam Lakon Wayang Kulit
Abstract
Penelitian ini menggunakan pendekatan naratif studi bioografi. Dalam hal
ini peneliti meneliti dua orang dalang wayang kulit. Peneliti meneliti sejarah
perjalanan hidup dari kedua dalang tersebut dari masa kanak-kanak hingga saat
ini. Dua dalang tersebut adalah Ki Dalang Prapto yang tinggal di Desa
Tembokrejo Kecamatan Gumukmas dan Ki Dalang Jito yang berdomisili di Desa
Sabrang Kecamatan Ambulu. Peneliti menggunkan metode penelitian kualitatif
dengan menggunakan teknik observasi, wawancara secara mendalam dan
dokumentasi. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menjelaskan
serta menganalisis tentang dalang dalam kaitannya dengan lakon dan penonton.
Selain itu, penelitian ini juga bertujuan untuk memperkaya dan memperluas kajian
sosiologi budaya, terutama di Sosiologi, FISIP, Universitas Jember.
Pandangan yang dimiliki seorang dalang terhadap lakon wayang kulit
tidaklah muncul begitu saja. pandangan tersebut bersumber dari pemaknaan
terhadap wayang kulit dari fase awal hingga fase yang berlangsung saat ini. dua
orang dalang yang berasal dari latar belakang yang berbeda, membuat fase fase
atau tahapan liminalitas keduanya juga berbeda. Pemaknaan terhadap wayang
kulit tidak hanya terjadi di atas pentas, akan tetapi di alami dan dilakukan bagi
masing-masing individu dalang.
Ki Dalang Prapto menjalani fase-fase khasnya sebagai seorang siswa di
sekolah menengah khusus pedalangan di Surabaya. Fase ini membuatnya
menguasai dua jenis gaya keterangan sekaligus yaitu Surakarta dan Jawa
Timuran. Sedangkan Ki Dalang Jito jalankan tahapnya yang khas sebagai seorang
cantrek di rumah Ki Dalang Sunoko. Selama berada di rumah Ki Dalang Sunoko,
Pak Jito memperdalam ilmu pedalangannya.
di atas pentas kedua dalam tersebut mempunyai dua pemain yang berbeda
terhadap lakon wayang kulit. Mereka berdua juga memiliki sudut pandang yang berbeda berkaitan dengan wayang kulit. Ada yang masih meyakini dan
menjalankan mistik, ada pula yang tidak menjalankan mistik namun masih sedikit
mempercayainya. gaya penyampaian kedua dalam tersebut ada yang sangat
akademis dan ada pula yang menyampaikan petuah dengan sederhana.