Tata Kelola Wakaf Untuk Meningkatkan Kesejahteraan Masyarakat di Kabupaten Jember
Abstract
Kebijakan publik menunjuk pada konsep untuk menjelaskan pilihan-pilihan
tindakan tertentu yang sangat khas, misalnya: kebijakan sosial, yang sejatinya
adalah kebijakan ekonomi. Wakaf memiliki kontribusi solutif untuk mengatasi
persoalan sosial ekonomi masyarakat. Namun realitanya, potensi tanah wakaf di
Kabupaten Jember yang mencapai 141,06 hektar yang tersebar di 1.495 lokasi
masih dikelola secara tradisional dan belum optimal. Wakaf mempunyai
kontribusi solutif terhadap persoalan-persoalan ekonomi kemasyarakatan, salah
satunya harus dipelopori oleh para pejabat teknis yang ada di Kementerian
Agama. Oleh karena itu, judul disertasi ini adalah “Tata Kelola Wakaf untuk
Meningkatkan Kesejahteraan Masyarakat di Kabupaten Jember.” Tujuan
penelitian ini adalah: (1) mengkaji implementasi kebijakan tata kelola wakaf
untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat di Kabupaten Jember; dan (2)
mengkaji model implementasi kebijakan tata kelola wakaf untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat di Kabupaten Jember. Penelitian ini menggunakan
metode kualitatif. Lokasi penelitian di Kabupaten Jember, yang difokuskan di
Kecamatan Tempurejo, Gumukmas, dan Jombang. Teknik penentuan informan
menggunakan purposive. Teknik pengumpulan data menggunakan wawancara,
observasi, dan studi dokumenter. Analisis data yaitu: data condensation, data
display, dan conclusion drawing. Teknik keabsahan data menggunakan teknik
memperpanjang masa observasi, melakukan peerdebriefing, triangulasi, dan
member check. Hasil penelitian ini yaitu: Pertama, meskipun berbagai regulasi
tentang wakaf telah diterbitkan, namun pada tahap implementasi tata kelola wakaf
belum terlaksana dengan maksimal untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakat. Faktor yang mempengaruhi implementasi kebijakan wakaf terdiri
dari 6 variabel isi kebijakan, yaitu: (1) melibatkan kepentingan yang berbeda-beda
diantara Kementerian Agama, KUA, BWI, BPN, nazhir, dan wakif; (2) tipe
kemanfaatan kebijakan wakaf sudah cukup actual, namun muncul sikap acuh
sasaran kebijakan terhadap aturan; (3) kebijakan wakaf terlalu menuntut adanya
perubahan sikap dan perilaku yang signifikan, sehingga sulit sekali untuk
diimplementasikan; (4) letak lokasi pengambil kebijakan dengan sasaran
kebijakan yang terlalu jauh, maka kebijakan wakaf semakin sulit
diimplementasikan; (5) banyaknya pihak yang terlibat, maka kebijakan wakaf
semakin sulit untuk diimplementasikan, karena setiap instansi memiliki
mekanisme yang berbeda-beda; (6) pendanaan yang kurang memadai untuk
mengelola wakaf secara produktif. Dan 3 variabel lingkungan implementasi,
yaitu: (1) lembaga penguasa dan strategi aktor yang terlibat seringkali terjadi miskomunikasi dan kurang sinergi; (2) adanya karakteristik hubungan antar lembaga
wakaf yang terlalu sempit sebagai implementor kebijakan; (3) kepatuhan dan daya
tanggap sasaran kebijakan yang rendah, karena implementasi kebijakan wakaf produktif justru dianggap bermasalah dan pemahaman yang salah. Namun,
Grindle tidak menyebutkan unsur tokoh lokal sebagai kearifan lokal dalam
teorinya, padahal unsur tersebut sebagai faktor penentu keberhasilan tata kelola
wakaf disebabkan adanya peran tokoh lokal yang masyarakat anggap dapat
dipercaya dan dapat mendatangkan barokah. Kedua, terdapat dua model tata
kelola wakaf, yaitu: model wakaf produktif dan model tradisional. Model wakaf
berbasis pendidikan yang dikelola di Yayasan Baitul Hikmah Tempurejo,
Yayasan Al-Ikhwaniyah Gumukmas, dan Masjid Darul Falah Jombang dapat
dijadikan model percontohan. Meskipun sebagian dikelola secara produktif, tetapi
hasil wakaf tersebut diperuntukkan untuk kepentingan pendidikan yang dinaungi
oleh yayasan, baik pendidikan di madrasah (formal), masjid (non-formal), dan
pesantren (in-formal). Model wakaf berbasis pendidikan tersebut secara tidak
langsung dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat dalam aspek internalisasi
dan pembentukan karakter (character building) supaya tercipta masyarakat yang
cerdas, dewasa, mandiri, produktif, serta enggan untuk mengemis. Kekhasannya
yaitu produktivitas di sini tidak hanya berarti produktif yang dimaknai sebatas
materialistik saja, tetapi produktif dalam arti mental spiritual.
Collections
- Dissertasi S3 [78]