Studi Etnofarmasi Tumbuhan Berkhasiat Obat Suku Osing di Desa Benelan Lor, Desa Badean, Desa Pengatigan, Desa Aliyan, dan Desa Kepundungan Kabupaten Banyuwangi
Abstract
Indonesia memiliki sekitar 400 suku bangsa (etnis dan sub-etnis) dengan
berbagai pengetahuan yang diwariskan secara turun temurun, seperti pengetahuan
mengenai pengobatan tradisional. Pengobatan tradisional awalnya dikenal dengan
ramuan jamu, dan sampai saat ini jamu masih diyakini sebagai obat yang dapat
menyembuhkan berbagai penyakit. Pengetahuan tentang tumbuhan obat memiliki
karakteristik yang berbeda pada suatu wilayah dan diwariskan secara turun
temurun. Proses pewarisan pengetahuan lokal mengenai obat tradisional dilakukan
secara lisan. Langkah untuk menggali pengetahuan suku lokal terhadap resep
tradisional berkhasiat obat yaitu dengan cara melakukan etnofarmasi.
Suku Osing merupakan suku yang dikenal dengan budayanya yang unik,
dan sistem pengobatannya yang masih bertahan sampai saat ini. Suku Osing
tersebar pada kecamatan-kecamatan yaitu Giri, Sempu, Licin, Kalipuro, Glagah,
Kabat, Rogojampi, Blimbingsari, Singojuruh, Songgon, Cluring, Banyuwangi
Kota, Genteng, dan Srono. Desa Benelan Lor Kecamatan Kabat, Desa Badean
Kecamatan Blimbingsari, Desa Aliyan dan Desa Pengatigan Kecamatan
Rogojampi, serta Desa Kepundungan Kecamatan Srono merupakan desa yang
masih terdapat penyehat tradisional dan belum pernah dilakukan penelitian
etnofarmasi sebelumnya. Oleh karena itu, perlu dilakukan studi etnofarmasi pada
desa tersebut supaya pengetahuan tentang obat tradisional suku Osing tetap
terjaga, mendokumentasikan tumbuhan obat, dan meningkatkan pengetahuan
tentang penggunaan tumbuhan obat suku Osing.
Penelitian etnofarmasi ini dilakukan di suku Osing Desa Benelan Lor
Kecamatan Kabat, Desa Badean Kecamatan Blimbingsari, Desa Aliyan dan Desa
Pengatigan Kecamatan Rogojampi, serta Desa Kepundungan Kecamatan Srono
Kabupaten Banyuwangi dengan jumlah informan yaitu 5 orang sebagai penyehat
tradisional yang memiliki pengetahuan tentang pengobatan suku Osing, keturunan
asli suku Osing, memiliki pengalaman dapat mengobati penyakit menggunakan
tumbuhan obat yaitu minimal 5 tahun, mengetahui dan menggunakan tumbuhan
sebagai obat tradisional berdasarkan suku Osing, dipercaya sebagai penyehat
tradisional oleh masyarakat sekitar, dan bersedia sebagai informan. Metode yang
digunakan adalah gabungan metode penelitian kualitatif dan metode penelitian
kuantitatif. Teknik sampling yang digunakan adalah snowball sampling dan
purposive sampling. Pengumpulan data didapatkan melalui wawancara semistructured
dengan menggunakan tipe pertanyaan open-ended.
Dari informan tersebut diperoleh informasi mengenai pengobatan suku
Osing yaitu terinventarisasi sebanyak 66 jenis tumbuhan yang digunakan sebagai
obat. Terinventarisasi 75 resep tradisional yang dimanfaatkan untuk pengobatan
yang dibuat dengan berbagai cara yaitu direbus (73,33%), ditumbuk (13,33%),
diseduh dengan air (4%), diremas-remas (4%), digunakan langsung (2,67%),
dikukus (1,3%) dan diparut (1,3%). Cara penggunaan obat tradisional tersebut
yaitu dengan cara diminum tiga kali sehari (58,67%), diminum dua kali sehari
(22,67%), diminum satu kali sehari (12%), diteteskan pada telinga (2,67%),
digosokkan pada bagian yang sakit (1,33%), dimakan dua kali sehari (1,33%) dan
dimakan satu kali sehari (1,33%). Berdasarkan hasil analisis dengan menggunakan
perhitungan Use Value (UV), Informan Consensus Factor (ICF), dan Fidelity
Level (FL), terdapat tumbuhan yang sering digunakan untuk mengobati kategori
penyakit dan dianggap penting untuk dilakukan uji bioaktivitas lebih lanjut yaitu
kencur untuk mengobati kategori penyakit sistem sirkulasi.
Collections
- UT-Faculty of Pharmacy [1468]