Prinsip Keadilan Bagi Perseroan Terbatas Solvabel Yang Dinyatakan Pailit
Abstract
Perseroan Terbatas banyak diminati dan menjadi pilihan dari para pengusaha dalam menjalankan aktivitas bisnisnya. Dalam praktek bisnis, pertimbangan yang didasarkan atas prospek suatu perusahaan semakin menonjol dan dewasa ini, terbukti dengan semakin banyaknya perusahaan yang beroperasi memiliki modal pinjaman yang jauh lebih besar dari jumlah modalnya sendiri. Apabila organ-organ perseroan tidak mampu mengatasinya sehingga dapat berakibat buruk bagi keuangan perseroan, kemudian menimbulkan kemungkinan perusahaan dalam keadaan insolven yang berujung pailit. Hukum Kepailitan dalam hal ini bukan mengatur kepailitan debitur yang tidak membayar kewajibannya hanya kepada salah satu kreditor saja, tetapi debitor itu harus berada dalam keadaan insolven, jadi debitur tidak dapat dikatakan insolven hanya kepada seorang kreditur saja, debitur tersebut tidak membayar utang. Dengan adanya kemudahan pada syarat pailit sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Kepailitan menimbulkan implikasi dengan meningkatnya kasus-kasus kepailitan khususnya yang masuk di Pengadilan Niaga. Justru banyak perusahaan berbentuk Perseroan Terbatas yang tergolong solvabel dan memiliki aset lebih besar serta stabil dimohonkan pailit Padahal pada Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Kepailitan tentang sayarat dijatuhkan pailit tidak menyebutkan bahwa mensyaratkan kondisi keuangan perusahaan yang insolvensi. Sehingga terjadi ketidaksinkronan atau inkonsistensi ketentuan syarat pailit yang di atur dalam Undang-Undang PT dan Undang-Undang Kepailitan. Hal inilah yang banyak digunakan oleh pihak-pihak yang memiliki kepentingan tertentu untuk mempailitkan suatu perusahaan, sehingga bisa memberi celah bagi terjadinya persaingan usaha yang tidak sehat dan hanya memberikan keuntungan pada pihak yang berkepentingan. Permasalahan dan tujuan penelitian yang diambil antara lain Mengkaji apakah prinsip keadilan bagi Perseroan Terbatas solvabel yang dinyatakan pailit telah terpenuhi; Menganalisis upaya yang dapat dilakukan tehadap pernyataan pailit atas Perseroan Terbatas yang solvabel; Menganalisis bagaimana seharusnya pengaturan kedepannya apabila Perseroan Terbatas solvabel dibubarkan akibat pernyataan pailit. Metodologi penelitian yang digunakan dalam tesis ini yaitu tipe penelitian yang bersifat yuridis normatif (legal research). Pendekatan masalah yang digunakan dalam penyusunan tesis yaitu perundang-undangan (statue approach), pendekatan konseptual (conceptual approach), pendekatan historis (historical approach). Sumber bahan hukum yang digunakan adalah sumber bahan hukum primer, sekunder, dan bahan non hukum. Hasil dari penelitian dalam tesis ini yang pertama adalah Dasar pengaturan syarat kepailitan pada Pasal 2 ayat (1) UUK-PKPU tidak mensyaratkan agar debitur benar-benar dalam keadaan insolven untuk menjadi persyaratan agar debitur dapat diputuskan pailit. Hal ini sangat merugikan bagi para debitur, khususnya Perseroan Terbatas. Karena syarat insolvensi tidak digunakan dalam UUK-PKPU dimana likuidasi dapat dilakukan sehubungan dengan Perseroan yang terjadi karena sebab-sebab yang diatur oleh Pasal 142 ayat (1) UUPT yang salah satu sebabnya yaitu karena harta pailit Perseroan yang telah dinyatakan pailit berada dalam keadaan insolvensi sebagaimana yang telah diatur dalam PKPU.Suatu debitur dapat layak dinyatakan pailit apabila debitur tersebut berada dalam keadaan insolven, yang berarti debitur telah berada dalam keadaan tidak mampu membayar utang-utangnya. Jadi menurut penulis syarat pailit tidak memenuhi asas keseimbangan dan terlihat simpang siur sehingga tidak menimbulkan kepastian hukum akan hal tersebut. Kedua, Upaya Hukum yang dapat dilakukan terhadap permohonan pernyataan pailit atas Perseroan Terbatas solvabel yaitu upaya hukum pertama yang dapat dilakukan dalam kepailitan jika tidak puas dengan putusan Pengadilan Niaga ialah upaya hukum Kasasi di Mahkamah Agung, dan jika dalam putusan kasasi dirasa masih kurang puas maka jalan upaya hukum terakhir ialah dengann melakukan pengajuan upaya hukum Peninjauan Kembali di Mahkamah Agung. Pengaturan kedepan Undang-Undang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang apabila ada perubahan, menurut penulis pembuat undang-undang harus bisa menelaah lebih jauh permasalahan perseroan terbatas solvabel yang dipailitkan ini. Karena seperti yang sudah dipaparkan dalam pembahasan, bahwa syarat kepailitan belum menerapkan asas persyaratan insolvensi dalam UUKPKPU. Prinsip keadilan dan kepastian hukum akan aturan yang akan dibuat, dalam hal ini adalah pembubaran perseroan terbatas solvabel akibat kepailitan. Jadi apabila dikemudian hari terjadi
perubahan peraturan perundang-undangan, maka menurut penulis lebih baik peraturan tentang syarat kepailitan menerapkan asas persyaratan insolvensi. Saran dari penulis yang pertama ditujukan kepada pembuat undang-undang untuk lebih mempertimbangkan prinsip-prinsip yang ada dalam hukum kepailitan khususnya syarat kepailitan Bagi pembuat undang-undang untuk lebih memperjelas dasar pengaturan syarat kepailitan dalam hal ini Perseroan Terbatas solvabel agar bisa menimbulkan keadilan, asas keseimbangan dan kepastian hukum akan aturan tersebut.
perubahan peraturan perundang-undangan, maka menurut penulis lebih baik peraturan tentang syarat kepailitan menerapkan asas persyaratan insolvensi. Saran dari penulis yang pertama ditujukan kepada pembuat undang-undang untuk lebih mempertimbangkan prinsip-prinsip yang ada dalam hukum kepailitan khususnya syarat kepailitan Bagi pembuat undang-undang untuk lebih memperjelas dasar pengaturan syarat kepailitan dalam hal ini Perseroan Terbatas solvabel agar bisa menimbulkan keadilan, asas keseimbangan dan kepastian hukum akan aturan tersebut.
Collections
- UT-Faculty of Law [6218]