Optimasi Hydroxypropyl Methylcellulose dan Sodium Carboxymethyl Cellulose dalam Sediaan Buccal Film Salbutamol Sulfat
Abstract
Salbutamol sulfat merupakan bronkodilator yang diindikasikan untuk
pengobatan asma, bronkospasme, dan penyakit paru obstruktif kronik seperti
bronkitis kronis dan emfisema (Somepalli et al., 2013). Obat ini banyak digunakan
karena merupakan bronkodilator yang paling aman dan efektif. Obat ini tersedia
dalam beberapa bentuk sediaan seperti tablet, injeksi, sirup, serta inhalasi aerosol dan
nebulizer. Obat ini tidak cocok diberikan secara peroral karena mengalami first pass
metabolism di hati dan terdegradasi di usus besar sehingga menyebabkan
bioavailabilitas obat yang kecil yaitu hanya sebesar 40% (Puratchikody et al., 2011).
Salbutamol sulfat paling sering digunakan dengan cara inhalasi, namun harga
sediaan ini tergolong mahal dan hampir 90% pasien menggunakan inhaler dengan
cara yang salah (NACA, 2008). Penggunaan inhaler yang kurang tepat dapat
menyebabkan ketidakakuratan dosis obat yang masuk ke saluran nafas (NACA,
2008). Penggunaan inhaler yang salah menyebabkan hilangnya efek bronkodilator
sehingga terapi menjadi tidak optimal dan berakibat pada kontrol asma yang lebih
buruk (Lindgren et al., 1987).
Sistem penghantaran obat yang tepat untuk salbutamol sulfat perlu
dikembangkan dengan tujuan mengatasi masalah first pass metabolism sehingga
dapat meningkatkan bioavailabilitas. Buccal mucoadhesive merupakan sistem
penghantaran obat dengan cara meletakkan obat pada gusi atau pada membran pipi
bagian dalam. Bentuk sediaan ini dapat menghindari terjadinya first-pass
metabolism, memungkinkan obat secara langsung masuk dalam sirkulasi sistemik,
menghindari degradasi obat di saluran cerna, dan mudah dihentikan apabila terjadi
reaksi yang tidak diinginkan (Garg dan Kumar, 2007). Faktor yang mempengaruhi efektivitas sediaan buccal film, antara lain
swelling index, kekuatan mucoadhesive, dan waktu tinggal in vitro. Polimer yang
digunakan dalam penelitian ini adalah Hydroxypropyl Methylcellulose (HPMC) dan
Sodium Carboxymethyl Cellulose (CMC Na). Polimer tersebut dipilih karena
masing-masing merupakan film forming agent dan memiliki kemampuan
mucoadhesive yang baik (Morales dan McConville, 2011). Sediaan buccal film yang
dihasilkan selanjutnya dievaluasi dengan melakukan pengujian organoleptis,
ketahanan lipat, keseragaman bobot, keseragaman ketebalan, pH permukaan, kadar
salbutamol sulfat dalam sediaan buccal film, swelling index, kekuatan mucoadhesive,
waktu tinggal in vitro, FTIR, dan % pelepasan obat.
Hasil pengujian swelling index menunjukkan kemampuan swelling
F1<F2<F3, yaitu 3,522; 3,948; 4,225. Hasil uji kekuatan mucoadhesive menunjukkan
F1<F3<F2 dengan hasil uji 16,67 gF, 25,43 gF, dan 48,7 gF. Hasil pengujian waktu
tinggal in vitro menunjukkan bahwa F1<F3<F2 dengan hasil uji 276 menit, 294,7
menit, dan 301,3 menit. Masing-masing respon yang dihasilkan kemudian dioptimasi
dengan metode simplex lattice design menggunakan software Design Expert trial
versi 10.0.1. Formula optimum yang dihasilkan dari analisis data tersebut adalah
kombinasi HPMC dan CMC Na dengan komposisi HPMC 11,346 mg dan CMC Na
13,654 mg. Hasil uji verifikasi formula optimum menunjukkan hasil uji swelling
index sebesar 3,985, kekuatan mucoadhesive sebesar 36,1 gF, dan waktu tinggal
selama 300 menit.
Collections
- UT-Faculty of Pharmacy [1469]