KEDUDUKAN HUKUM PENJAMIN (PERSONAL GUARANTEE) DENGAN PEMBEBANAN HAK TANGGUNGAN DAN AKIBAT HUKUM KEPAILITAN PERSEROAN TERBATAS (Studi Putusan Pengadilan Niaga Nomor : 31/Pailit/2011/PN.Niaga.Sby.)
Abstract
Perkara kepailitan semakin menjadi pilihan utama dalam menyelesaikan
perkara perdata dalam bidang bisnis. Kewajiban pembayaran/pelunasan utang
yang tidak dibayar-bayar rmenjadi alasan mengapa seringkali pihak kreditur
menggunakan upaya penyelesaian terhadap kredit macet tersebut dengan cara
pengajuan upaya kepailitan. Dalam kepailitan, jelas yang dijadikan objek adalah
harta dari pihak yang bermasalah yakni milik debitur yang dalam skripsi ini
adalah perusahaan dalam bentuk Perseroan Terbatas. Permasalahan yang akan
diteliti dalam Skripsi ini yaitu Pertama, tentang kedudukan penjamin (Personal
Guarantee) dengan pembebanan hak tanggungan didalamnya. Kedua, membahas
akibat hukum kepailitan Perseroan Terbatas dan cara eksekusi harta jaminan yang
dibebani dengan hak tanggungan. Ketiga, membahas tentang cara penjualan benda
jaminan yang dibebani hak tanggungan didalam perkara pailit.
Tujuan dari penulisan skripsi ini terdiri dari tujuan umum yakni untuk
memenuhi serta melengkapi salah satu persyaratan akademis juga mencapai gelar
Sarjana Hukum pada Universitas Jember dan tujuan khusus yakni Pertama, untuk
mengkaji dan menganalisis status hukum kedudukan penjamin (personal
guarantee) dengan pembebanan hak tanggungan di dalam perkara pailit. Kedua,
mengkaji dan menganalisis akibat hukum kepailitan Perseroan Terbatas dan cara
eksekusi harta jaminan yang dibebani dengan hak tanggungan. Ketiga, mengkaji
dan menganalisis cara penjualan benda jaminan yang dibebani hak tanggungan
didalam perkara pailit. Tipe penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif
dengan metode pendekatan undang-undang, konseptual dan studi kasus terhadap
putusan Pengadilan Niaga dalam perkara nomor 31/Pailit/2011/PN.Niaga.Sby.
Bahan hukum yang digunakan terdiri dari bahan hukum primer dan bahan hukum
sekunder. Analisis yang digunakan adalah deskriptif kualitatif, selanjutnya ditarik
kesimpulan dengan menggunakan metode analisa bahan hukum deduktif yang
kemudian dianalisa dengan menggunakan metode analisis ini. Tinjauan Pustaka
dalam penulisan skripsi ini memuat uraian yang sistematik tentang asas, teori,
konsep dan pengertian-pengertian yuridis yang relevan yakni mencakup:
Kepailitan, Badan Hukum, Pihak-pihak yang dapat Mengajukan Kepailitan,
Kredit Perbankan, Penjamin (Personal Guarantee), Hak Tanggungan.
Perkara kepailitan semakin menjadi pilihan utama dalam menyelesaikan
perkara perdata dalam bidang bisnis. Kewajiban pembayaran/pelunasan utang
yang tidak dibayar-bayar menjadi alasan mengapa seringkali pihak kreditur
menggunakan upaya penyelesaian terhadap kredit macet tersebut dengan cara
pengajuan upaya kepailitan. Hak debitur untuk melakukan tindakan hukum yang
berkaitan dengan kekayaannya sebelum pernyataan pailit harus dihormati.
Keadaan itu akan berubah ketika debitur dinyatakan pailit oleh putusan
Pengadilan Niaga, namun sebelum dijatuhkan Putusan Pailit oleh Pengadilan
Niaga, debitur dapat memberikan jaminan kepada kreditur dalam pelunasan
hutangnya yang telah jatuh tempo/waktu dan dapat ditagih. Alternatif debitur
dalam pelunasan hutang ini dengan mengikutkan pihak ketiga sebagai penjamin
xiv
hutang debitur dalam bentuk garansi perorangan (Personal Guarantee) sebelum
pernyataan pailit. Sub Bab ini yang untuk lebih spesifiknya membahas tentang
kedudukan penjamin (Personal Guarantee) dengan pembebanan hak tanggungan
didalamnya. Status Penjamin dapat beralih menjadi debitur apabila dalam
perjanjian penanggungannya (borgtocht) penjamin tersebut telah secara tegas
melepaskan hak istimewanya dan debitur utama tidak dapat memenuhi
perjanjiannya, terhadap penjamin yang demikian kedudukannya adalah sebagai
debitur sehingga kepadanya dapat dimohonkan pernyataan pailit ke Pengadilan
Niaga. Pasal 6 Undang-Undang Hak Tanggungan menegaskan bahwa jika debitur
cidera janji (wanprestasi) maka pemegang Hak Tanggungan pertama mempunyai
hak untuk menjual obyek Hak Tanggungan atas kekuasaan sendiri memalalui
pelelangan umum serta mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan. Hal
ini berarti pemenuhan atas hak tanggungan terhadap kreditur tidak dibatasi oleh
jangka waktu tertentu. Setiap perkara kepailitan badan hukum perseroan terbatas
setelah berakhirnya kepailitan, bubar atau tidaknya perseroan tergantung kepada
keputusan hakim atas adanya permohonan pembubaran perseroan karena didalam
undang-undang kepailitan dan undang-undang perseroan terbatas No. 40 tahun
2007 tidak adanya pengaturan mengenai pembubaran demi hukum perseroan
terbatas secara terperinci. Ditambah dengan tata cara eksekusi terhadap benda
jaminan yang dijaminkan oleh penjamin dengan pembebanan hak tanggungan
yang sebenarnya diatur secara pasti didalam Pasal 56 ayat (1), Pasal 59 ayat (1)
dan ayat (2) Undang-Undang Kepailitan. Untuk tata cara penjualan benda jaminan
yang dibebani hak tanggungan dapat dilakukan dengan penjualan dimuka umum
dan dibawah tangan yang dilandaskan pada Pasal 6 dan Pasal 20 ayat (2) Undang-
Undang Hak Tanggungan juga pada Pasal 185 Undang-Undang Kepailitan.
Semakin banyaknya perkara kepailitan berarti semakin banyak pula suatu
usaha berbadan hukum tidak stabil dalam pengelolaan dana usaha mereka
sehingga perusahaan tersebut sulit untuk mengembalikan pinjaman dari pihak
kreditur, hendaknya pihak perusahaan harus bisa lebih profesional dan berhati-hati
dalam menjalankan usahanya agar tidak terjadi utang macet sehingga terbukanya
jalan untuk perkara kepailitan. Agar Perseroan Terbatas tidak terjerat perkara
kepailitan dan terjadi pembubaran terhadap Perseroan Terbatas, haruslah ada
keseimbangan dan profesionalitas dalam menyeimbangkan penghasilan dan
pengeluaran dana perusahaan. Dewan direksi Perseroan Terbatas haruslah mampu
bertanggungjawab atas segala perbuatan hukum yang dilakukan oleh Perseroan
Terbatas tersebut baik didalam maupun diluar persidangan. Agar dalam penjualan
benda jaminan dapat berjalan secara maksimal dan menghasilkan nilai yang
optimal tanpa takut adanya resiko, maka pihak kreditur dapat menggunakan tata
cara penjualan yang berdasarkan dari Pasal 185 Undang-Undang Kepailitan.
Collections
- UT-Faculty of Law [6214]