Dangdut Madura Situbondoan
Abstract
Dangdut adalah ekspresi rakyat pada umumnya. Ketika
dangdut diputar atau dipentaskan, dapat memicu ekspresi
tertentu, apalagi lagunya cocok dengan selera. Ekspresinya bisa
bermacam-macam, minimal tersenyum atau menggoyangkan
kaki sambil bersenandung mengikuti irama. Lebih dari itu
mereka akan berjoget ria, bisa sampai lupa diri, yang kemudian
bisa-bisa berkelahi.
Ekspresi ini lumrah dan sudah identik dengan dangdut.
Dangdut semacam luapan emosi (kebahagiaan dan kesedihan),
yang setiap orang bebas mengekspresikannya.
Melalui lirik dan alunan musik dangdut kiranya dapat
mewakili angan-angan, pikiran dan perasaan mereka. Sedangkan
di luar dangdut, hanyalah rutinitas sehari-hari yang biasa-biasa
saja. Tetapi di dalam dangdut, hal yang biasa-biasa saja bisa
menjadi bermakna bagi sebagian besar mereka.
Dalam buku Panakajaya berjudul “Dangdut Madura
Situbondoan” ini, setali tiga uang, kita akan menemu identitas
dangdut sebagai musik rakyat, sekaligus identitas atau ekspresi
masyarakat Situbondo.
Melalui dangdut, kita digiring untuk menelusur sejarah
dangdut, dialek bahasa Madura dan penuturnya, produksi musik,
tokoh-tokoh, ekspresi pelaku sekaligus penikmatnya, serta sikap
kebudayaan “manusia Situbondo” yang direpresentasikan dalam
dangdut Madura Situbondoan.
Sebagaimana adagium, tidak ada sesuatu yang lahir dari
ruang kosong, musik dangdut Situbondoan sebagai “musik dangdut lokal” ternyata sudah cukup lama berkembang dan
diminati masyarakat Situbondo.
Berawal dari seni pertunjukan Al Badar Lesbumi yang
berdiri sejak 1960an. Diinisiasi oleh Mukri, seorang pengurus
Nahdlatul Ulama (NU), yang konsen bergerak di Lembaga
Seniman Budayawan Muslimin Indonesia (Lesbumi) cabang
Situbondo. Seiring waktu apa yang ia lakukan kemudian
menginspirasi generasi setelahnya untuk menemukan identitas
musikal, dangdut Madura Situbondoan.
Panakajaya melalui buku ini, memindai musik dangdut dari
konteks nasional sampai daerah. Melacak asal usul
perkembangan masyarakat dan tradisi di Situbondo dari migrasi
orang-orang Madura. Melihat pengaruh bahasa dan kesenian
yang membentuk selera sekaligus ekspresi masyarakat.
Memperkenalkan kembali tokoh-tokoh dan karyanya dari masa
keemasan sampai sekarang. Menelisik renik-renik kebahasaan,
musik, industri, alur distribusi dan jalinan komunikasi
masyarakat dalam ruang lingkup dangdut Madura Situbondoan.
Dari hulu sampai hilirnya dipaparkan dengan fakta dan data
yang menarik. Selain itu, buku ini juga menunjukkan celah-celah
kelemahan pemertahanan tradisi masyarakat di Situbondo.
Sehingga tergambarkan dengan jelas, mengapa kesenian,
terutama musik dangdut Madura Situbondoan, semakin meredup
akhir-akhir ini.
Mengenai isi buku, tentu saja, bukan hanya teknis kajian
musik. Tetapi menggali lebih dalam tentang manusianya,
aktivitasnya, perasaannya dan alam pikirnya sehingga muncul
suatu karya (musik dangdut Madura Situbondoan) sebagai buah
dari kecerdasan “lokal”. Dari kacamata penerbit, buku ini memiliki potensi besar
sebagai rujukan untuk membangun suatu strategi kebudayaan
daerah. Dimana ketika itu dibangkitkan, maka niscaya
kebanggaan atas tradisi yang “selama ini sudah dekat” dengan
masyarakat akan bersemi kembali.
Oleh karena alasan itulah penerbit menerbitkan buku ini.
Selebihnya, karena sejauh ini di Situbondo belum ada buku yang
khusus membahas tentang dangdut. Sedangkan untuk konteks
yang lebih luas lagi, buku ini diharapkan dapat berkontribusi
sebagai referensi, terutama mengenai kajian dangdut. Mengingat
dangdut merupakan musik populer bagi sebagian besar
penduduk di daerah-daerah di Indonesia.
Collections
- LSP-Books [910]