Pemindah Tanganan Benda Jaminan Dalam Perjanjian Kredit Oleh Pihak Debitur Tanpa Sepengetahuan Pihak Kreditur
Abstract
Perjanjian kredit diawali dengan pembuatan kesepakatan antara penerima kredit (debitur) dan yang memberi kredit (kreditur) yang dituangkan dalam bentuk perjanjian.  Perjanjian  tersebut  dapat  berupa  perjanjian  lisan  dapat  pula  dalam bentuk perjanjian tertulis. Perjanjian utang-piutang dalam perjanjian tertulis ada yang dibuat dengan perjanjian kredit. Perjanjian utang antara debitur dan kreditur dituangkan dalam perjanjian kredit. Perjanjian kredit memuat hak dan kewajiban dari debitur dan kreditur. Perjanjian kredit diharapkan akan membuat para pihak yang terikat dalam perjanjian memenuhi segala kewajibanya dengan baik. Namun di dalam perjanjian kredit tersebut  adakalanya salah satu pihak tidak  memenuhi perjanjian sesuai dengan  yang telah disepakati  bersama.  Berkaitan dengan cara penjaminan dalam perjanjian pembiayaan kendaraan bermotor di atas, tidak lepas dari kemungkinan terjadinya suatu resiko, misalnya konsumen wanprestasi, seperti melakukan oper kredit kepada pihak ketiga tanpa sepengetahuan kreditur. Menjadi permasalahan menarik tentang bagaimana upaya penyelesaian wanprestasi apabila objek jaminan sudah berpindah ke pihak ketiga. Selanjutnya terhadap barang jaminan yang didalam perjanjian kredit debitur melakukan wanpretasi, maka eksekusi dapat dilakukan secara langsung berdasarkan titel eksekutorial yang melekat pada jaminan tersebut, sehingga kreditur berdasarkan hal tersebut, atas kekuasaannya berhak menarik kendaraan bermotor tersebut dan menjualnya guna pelunasan  hutang  debitur.    Rumusan  masalah  yang  akan  dibahas  adalah  :  (1) Apakah  debitur  dapat  memindahtangankan  benda  jaminan  melalui  pengalihan kredit tanpa sepengetahuan kreditur sebelum kreditnya lunas? (2) Apakah akibat hukum pemindahtanganan benda jaminan tanpa sepengetahuan kreditur  dan (3) Upaya penyelesaian apa yang dapat ditempuh oleh kreditur apabila pemindahtanganan yang dilakukan debitur mengalami wanprestasi. Metode penelitian  dalam  penulisan  skripsi  ini  menggunakan  tipe  penelitian   yuridis normatif. Pendekatan masalah menggunakan pendekatan undang-undang dan pendekatan  konseptual,  dengan  bahan  hukum  yang  terdiri  dari  bahan  hukum primer, sekunder dan bahan non hukum. Analisa bahan penelitian dalam skripsi ini menggunakan analisis normatif kualitatif. Guna menarik kesimpulan dari hasil penelitian dipergunakan metode analisa bahan hukum deduktif.
Bab 2  yaitu Tinjauan Pustaka. Pertama, menguraikan tentang perjanjian yang meliputi pengertian perjanjian, syarat sahnya perjanjian, asas-asas perjanjian dan bentuk-bentuk perjanjian. Kedua tentang perjanjian kredit, yang terdiri atas pengertian perjanjian kredit, unsur-unsur kredit dan tujuan serta fungsi kredit. Ketiga, tentang wanprestasi, yang menguraikan tentang pengertian wanprestasi dan bentuk-bentuk wanprestasi. Keempat, tentang jaminan yang menguraikan tentang pengertian jaminan, macam-macam jaminan, berikut tujuan dan fungsi jaminan.
Berdasarkan hasil pembahasan diperoleh kesimpulan bahwa, Pengalihan kepemilikan sepeda motor sebagai jaminan kredit melalui sistem over pembiayaan dalam hal ini oleh kreditur diperbolehkan manakala konsumen tidak dapat membayar atau tidak dapat meneruskan angsuran. Pengalihan kredit tersebut disyaratkan harus dengan sepengetahuan pihak kreditur untuk mengetahui pihak ketiga yang memegang jaminan sekaligus perlu adanya perjanjian kredit baru. Apabila   pengalihan   dilakukan   tanpa   sepengetahuan   kreditur,   debitur   telah melakukan wanprestasi, karena telah melanggar syarat sahnya perjanjian dalam Pasal 1320 KUH Perdata. Akibat hukum pemindahtanganan benda jaminan tanpa sepengetahuan kreditur dapat membawa beberapa konsekwensi yaitu : Debitur melakukan wanprestasi sebagaimana diatur dalam Pasal 1234 KUH Perdata karena telah mengingkari atau tidak memenuhi isi perjanjian khususnya terhadap masalah pemindatanganan atau pengalihan kredit kepada pihak lain tanpa sepengetahuan kreditur. Debitur juga dapat dipidana berdasarkan ketentuan Pasal 36 Undang Undang Jaminan Fidusia yang menyebutkan bahwa : Pemberi Fidusia yang mengalihkan, menggadaikan. Untuk pihak ketiga sebagai penerima barang, terlepas dari apakah pihak ketiga tersebut mengetahui atau tidak mengetahui bahwa barang tersebut telah dijadikan jaminan fidusia, pihak ketiga tersebut tidak dilindungi oleh hukum. Ini karena pada prinsipnya ketentuan mengenai larangan menggadaikan benda jaminan fidusia telah diatur dalam undang-undang. Dengan demikian, semua orang dianggap mengetahuinya dan (kami berasumsi jaminan fidusia telah didaftarkan)  karena  jaminan  fidusia  tersebut  telah  didaftarkan  maka  dianggap semua   orang   dapat   memeriksa   pada   Kantor   Pendaftaran   Fidusia.   Upaya penyelesaian yang dapat ditempuh para pihak ketika terjadi sengketa dalam perjanjian pembiayaan konsumen dapat dilakukan melalui beberapa cara, yaitu : alternatif penyelesaian sengketa (non litigasi) melalui alternatif penyelesaian sengketa dengan melakukan negosiasi, mediasi, atau dengan melibatkan lembaga arbitrase dan Pengadilan (litigasi), melalui jalur gugatan secara perdata  dengan mengajukan gugatan wanprestasi dalam perjanjian.
Saran yang dapat diberikan bahwa, Hendaknya debitur dapat melakukan pengalihan kredit melalui prosedur yang benar yaitu dengan sepengetahuan kreditur untuk mewujudkan ketertiban dan kepastian hukum dalam perjanjian tersebut. Hendaknya para pihak dalam perjanjian dapat melaksanakan hak dan kewajiban masing-masing sehingga tidak terjadi wanprestasi yang merugikan orang lain yang mewajibkan orang lain tersebut mengganti kerugian tersebut. Para pihak dalam perjanjian hendaknya mempunyai itikad baik dalam perjanjian sehingga perjanjian tersebut dapat dilaksanakan dengan baik sesuai dengan kesepakatan para pihak. Hendaknya dalam menangani masalah kredit macet demikian halnya dalam pembiayaan konsumen perlu ada upaya penyelesaian secara damai oleh kedua belah pihak dalam hal ini dengan melaksanakan penyelamatan kredit, antara lain melalui penjadwalan kembali (reschedulling), persyaratan kembali (reconditioning), dan penataan kembali (restructuring) atau mungkin dapat melalui upaya alternatif penyelesaian sengketa seperti negosiasi, konsiliasi, mediasi atau arbitrase. Namun demikian bila penyelesaian berupa penyelamatan kredit belum berhasil, upaya yang terakhir  yang  ditempuh  adalah  penyelesaian  kredit  melalui  jalur  hukum  yaitu dengan pelaksanaan eksekusi terhadap barang atau benda yang dijaminkan kepada kreditor kerugian lain yang diakibatkan oleh pencantuman klausula eksonerasi.
Collections
- UT-Faculty of Law [6385]