PERJANJIAN JUAL BELI HASIL PERTANIAN DENGAN SISTEM TEBASAN DI DESA KRADENAN, KECAMATAN PURWOHARJO, KABUPATEN BANYUWANGI
Abstract
Indonesia sebagai Negara agraris sangat kaya dengan sumber daya alam.
Sumber daya alam adalah segala sesuatu yang berasal dari alam yang dapat
digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia. Desa Kradenan, Kecamatan
Purwoharjo Kabupaten Banyuwangi adalah sebuah Desa sentra buah Jeruk dan
Buah Naga. Petani di Desa Kradenan seringkali terjebak dengan system jual beli
tebasan sehingga harga jual relative murah dan tentu saja hal ini berdampang
langsung terhadap penghasilan petani. Penelitian ini ingin mengkaji tentang
Apakah Jual Beli dengan system Tebasan tidak bertentangan dengan norma hukum
positif yang ada di Indonesia? Dan Apakah langkah yang harus diambil Pemerintah
agar petani tidak selalu terjebak dengan system jual beli Tebasan ?
Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif khususnya berupa
penelitian lapangan. Penelitian lapangan adalah mempelajari secara intensif latar
belakang, status terakhir dan interaksi lingkungan yang terjadi pada satuan social
seperti Individu, kelompok, lembaga atau komunitas.
Obyek studi dalam penelitian lapangan ini adalah studi mendalam mengenai
system tebasan dalam perjanjian jual beli hasil pertanian , sehingga diharapkan
dapat diketahui/ diidentifikasi termasuk dalam tataran indicator pengetahuan hukum
yang termasuk kategori awal atau lanjut sehingga dapat ditentukan langkah dan
upaya perlindungan hukum yang bersifat prefentif maupun represif terhadap petani
yang dirugikan akibat system tebasan dan langkah konkrit yang harus diambil oleh
Pemerintah untuk melindungi petani yang selalu terjebak dengan system jual beli
tebasan.
Penelitian dilaksanakan mulai November 2017 sampai dengan April 2018,
dengan lokasi di Desa Kradenan, Kecamatan Purwoharjo Kabupaten Banyuwangi
sebagai daerah sentra penghasil buah naga dan Jeruk di Kabupaten Banyuwangi.
Adapun hasil penelitian ini menyatakan Hukum jual beli tebasan dalam
perspektif Hukum Islam adalah mubah . Adapun hal yang harus diperhatikan
adalah sebagai berikut:
a. Untuk menghindari riba atau muzabanah maka jual tebas tidak boleh dilakukan
dengan cara barter dengan komoditas sejenis. Seperti penebasan padi dibayar
dengan gabah atau beras dalam satuan kilogram.
b. Selama menunggu masa panen, maka perawatan menjadi tanggung jawab
penjual.Jika terjadi puso, maka seluruh uang harus dikembalikan kepada pembeli
sesuai dengan hadis nomer 2048
Sedangkan dalam Perspektif KUH Perdata, system jual beli Tebasan berarti
Satu transaksi tetapi mengandung dua maksud transaksi. Dalam hal ini transaksi
eksplisitnya adalah jual-beli. Disamping jual-beli transaksi ini juga mengandung
maksud transaksi lain yaitu pinjam-meminjam atau sewa-menyewa.Dalam
transaksi ini dimungkinkan tengkulak mensyaratkan, barang yang dibeli harus
dibiarkan di tempatnya hingga layak petik. Dengan demikian terjadi jual beli
dengan persyaratan yang menguntungkan tengkulak, yaitu keuntungan
memanfaatkan tanah bahkan perawatan dari pihak penjual.
Adapun Saran yang dapat peneliti sampaikan adalah Perlu komitmen kuat
dari Pemerintah untuk menanggulangi dampak negative system tebasan dengan
mengoptimalkan sinergitas antara KUD dengan BUMN dan membuka aksesiblitas
petani terhadap pasar produk mereka. Serta bagi Petani harus memiliki alternative
teknologi yang mampu meningkatkan pendapatan atau kesejahteraan keluarganya
sehingga tidak terjebak dengan system tebasan yang seringkali justru
kontraproduktif untuk pentingan petani itu sendiri.
Collections
- LSP-The Research [166]