KEABSAHAN JUAL BELI HARTA WARIS YANG BELUM DIBAGI (Kajian Terhadap Putusan Pengadilan Negeri Salatiga Nomor 38/Pdt.G/2009/PN.Sal)
Abstract
Kesimpulan
merupakan pernyataan akhir sebagai intisari jawaban atas permasalahan yang
telah diuraikan dalam Bab 2 mengenai Pembahasan, sedangkan saran merupakan
masukan-masukan dari penulis atas penelitian yang telah dilakukan dengan
harapan supaya dapat memberikan kontribusi yang berarti dan lebih baik lagi.
Adapun kesimpulan dari penelitian ini yaitu, Keabsahan jual beli terhadap harta
warisan yang belum dibagi pada Putusan Pengadilan Negeri Salatiga Nomor
38/Pdt.G/2009/PN.Sal bahwa seseorang tidak berhak melakukan jual beli terhadap
barang milik orang lain sebagaimana diatur dalam pasal 1471 BW. Dikatakan
sebagai barang milik orang lain, sebab yang menjadi obyek dari jual beli tersebut
merupakan harta waris yang belum dibagi, sehingga atas obyek tersebut masih
terdapat hak dari ahli waris yang lain agar dibagi terlebih dahulu, maka terhadap
jual beli yang dilakukan merupakan suatu perbuatan yang cacat hukum. Akibat
hukum dari jual beli harta waris yang belum dibagi pada Putusan Pengadilan
Negeri Salatiga Nomor 38/Pdt.G/2009/PN.Sal yang dinyatakan oleh Hakim
bahwa perbuatan tersebut merupakan perbuatan yang cacat hukum karena tidak
memenuhi syarat-syarat dari jual beli. Sehingga jual beli tersebut batal demi
hukum. Dan oleh karena perbuatan jual beli tersebut perbuatan yang
menimbulkan kerugian bagi seseorang sebagaimana yang diatur dalam pasal 1365
BW, bahwa ahli warisnya yang tidak dapat menikmati hak-haknya sebagaimana
terhadap harta warisan yang dijual tanpa persetujuannya terlebih dahulu. Dasar
pertimbangan hukum hakim (rasio decidendi) pada Putusan Pengadilan Negeri
Salatiga Nomor 38/Pdt.G/2009/PN.Sal telah sesuai dengan hukum postifif di
Indonesia. Sebab dalam pertimbangan yang diberikan Hakim dalam perkara jual
beli terhadap harta waris yang belum dibagi tanpa persetujuan ahli waris yang
lain, hal tersebut telah sesuai dengan aturan yang berlaku. Dalam putusannya,
Majelis Hakim menjatuhkan putusan dengan mengabulkan gugatan penggugat
sebagaian dan menolak selebihnya. Adapun hal-hal yang dikabulkan oleh Majelis
Hakim yang menyatakan bahwa obyek sengketa dalam putusan tersebut
merupakan harta warisan yang belum dibagi dan jual beli yang dilakukan atas
obyek sengketa tersebut merupakan perbuatan yang cacat hukum. Hal tersebut
berdasarkan bukti-bukti yang diajukan oleh para pihak. Dalam hal ini, pihak
Penggugat dapat membuktikan bahwa penggugat merupakan ahli waris yang sah
dan obyek sengketa merupakan harta waris yang belum dibagi. Sementara saran
dalam penelitian ini ditujukan untuk para pihak berikut: 1) Kepada masyarakat,
sebagai warga negara Indonesia yang merupakan negara hukum, hendaknya
memperhatikan dan mengutamakan hukum dalam bertindak termasuk dalam
melakukan suatu jual beli. Selain itu, diperlukan ketelitian dan kecermatan dari
masing-masing pihak yang hendak melakukan jual beli, agar lebih teliti lagi
mengenai obyek yang diperjual belikan dan asal usulnya agar tidak menimbulkan
sengketa dikemudian hari. 2) Kepada ahli waris yang merasa haknya telah
dilanggar dapat mengajukan gugatan ke pengadilan berdasar pada pasal 834 BW
untuk dapat memperjuangkan haknya. Selain itu bagi para ahli waris diharapkan
agar dapat memahami hal-hal terkait bidang kewarisan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang ada di Indonesia, baik menurut hukum waris
Islam, Hukum Waris BW dan Hukum Waris Adat. 3) Kepada para pihak terkait
sengketa jual beli yang dinyatakan batal demi hukum oleh Hakim, maka hal
tersebut dianggap seolah-olah suatu jual beli tersebut tidak pernah ada, sehingga
keadaannya kembali ke keadaan semula sebelum adanya jual beli. Karena jual beli
dianggap tidak pernah terjadi, maka hak dan kewajiban yang telah diberikan
dikembalikan seperti sedia kala. Seperti obyek penjualan dikembalikan kepada
penjual dan uang pembayaran dikembalikan kepada pembeli. Apabila setelah
putusan pengadilan telah berkekuatan hukum tetap, maka terhadap putusan
tersebut baru dapat dilakukan eksekusi. Namun apabila setelah putusan tersebut
tidak dilakukan eksekusi, atau salah satu pihak tidak menuruti isi putusan tersebut,
maka pihak yang lain dapat melaporkannya berdasarkan Pasal 216 ayat (1) Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Collections
- UT-Faculty of Law [6247]