PERLINDUNGANHUKUMBAGI ANAK TERHADAP PEREDARANMAINAN YANGMENGANDUNG KONTEN PORNOGRAFI DITINJAU DARI UNDANG UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGANKONSUMEN
Abstract
Perlindungan hukum bagi konsumen wajib di perhatikan oleh para pelaku
usaha khususnya di Indonesia, yang mana dalam hal ini banyak bermunculan industri
dalam negeri baik industri kecil maupun besar untuk bersaing dalam menjual
produknya kepada para konsumen. Namun perlu di perhatikan karena banyaknya
produk yang dipasarkan sehingga rentan terjadi persaingan diantara para pelaku usaha
yang mana dapat menimbulkan kecurangan-kecurangan dan/atau itikat tidak baik yang
dilakukan oleh pelaku usaha dengan membubuhkan konten-konten pornografi
didalamnya, demi untuk menarik minat pembeli dari para konsumen, khususnya anakanak
yang masih awam dan memiliki rasa keingin tahuan yang tinggi terhadap hal-hal
baru, sehingga mereka sangat rentan untuk menjadi korban terhadap produk-produk
yang mengandung konten pornografi. Perlindungan hukum bagi konsumen, dalam hal
ini yaitu anak-anak yang masih dalam masa perkembangan dan pertumbuhan
sangatlah penting, dikarenakan anak-anak ini adalah calon penerus bangsa yang
dituntut agar lebih pintar dan lebih bijak dalam menentukan pilihannya sejak dini.
Dengan beredarnya berbagai macam produk-produk khususnya mainan anak, yang
mana salah satu di dalamnya terdapat konten pornografi yang diperjual belikan secara
bebas di lingkungan masyarakat, sehingga perlu adanya jaminan perlindungan hukum
bagi mereka agar tidak terkena efek dampak buruk bagi perkembangan psikis dan
kesehatan anak kedepannya.
Rumusan masalah yang akan dibahas adalah : (1) Apa bentuk perlindungan
hukum bagi anak terhadap peredaran mainan yang mengandung konten pornografi ?
dan (2) Apa bentuk tanggung jawab pelaku usaha atas peredaran mainan yang
mengandung konten pornografi ? serta (3) Apa upaya penyelesaian sengketa yang
dapat dilakukan oleh konsumen atas peredaran mainan yang mengandung konten
pornografi ?Metode penelitian dalam penulisan skripsi ini menggunakan tipe
penelitian yuridis normatif, artinya permasalahan yang diangkat, dibahas dan
diuraikan dalam penelitian ini difokuskan dengan menerapkan kaidah-kaidah atau
norma-norma dalam hukum positif. Pendekatan masalah menggunakan pendekatan
undang-undang dan pendekatan konseptual, dengan bahan hukum yang terdiri dari
bahan hukum primer, sekunder dan bahan non hukum. Analisa bahan penelitian dalam
skripsi ini menggunakan analisis normatif kualitatif.
Hasil penelitian dalam hal ini bahwa, Pertama, Perlindungan hukum terhadap
beredarnya produk mainan anak yang mengandung konten pornografi dapat dilakukan
melalui perlindungan hukum secara preventif dan represif. Secara preventif adalah
dengan melakukan pengawasan baik dari pihak orang tua, pemerintah dan lembaga
perlindungan konsumen maupun lembaga perlindungan anak (KPAI). Secara represif
yaitu dengan melakukan penegakan hukum melalui produk hukum terkait. Kedua,
pelaku usaha yang merugikan konsumen dengan adanya konten pornografi pada
mainan anak dapat dikenai sanksi administratif maupun sanksi pidana atas hal
tersebut, sebagai komitmen pemerintah untuk penegakan hukum perlindungan
konsumen di Indonesia. Ketiga, Dalam kegiatan bisnis terdapat hubungan yang saling
membutuhkan antara pelaku usaha dan konsumen. Kepentingan pelaku usaha adalah
memperoleh laba (profit) dari transaksi dengan konsumen, sedangkan kepentingan konsumen adalah memperoleh kepuasan melalui pemenuhan kebutuhannya terhadap
produk tertentu. Dalam hubungan yang demikian seringkali terdapat ketidaksetaraan
antara keduanya. Konsumen biasanya berada dalam posisi yang lemah dan karenanya
dapat menjadi sasaran eksploitasi dari pelaku usaha yang secara sosial dan ekonomi
mempunyai posisi yang kuat. Atas hal tersebut, konsumen dapat mengajukan upaya
hukum apabila dirugikan oleh pelaku usaha baik secara non litigasi maupun litigasi.
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh kesimpulan bahwa, Pertama
Perlindungan hukum terhadap beredarnya produk mainan anak yang mengandung
konten pornografi dapat dilakukan melalui perlindungan hukum secara preventif dan
represif. Secara preventif adalah dengan melakukan pengawasan sedangkan secara
represif yaitu dengan melakukan penegakan hukum melalui produk hukum terkait
yaitu melalui Undang Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen,
Undang Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi, Undang Undang Nomor
35 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002
Tentang Perlindungan Anak berikut Peraturan Pemerintah Nomor 102 Tahun
2000Tentang Standardisasi Nasional, berikut peraturan terkait lainnya yaitu Peraturan
Menteri Perindustrian Nomor 55/M-IND/PER/11/2013 tentang Pemberlakuan SNI
Mainan Secara Wajib dan Peraturan Direktur Jenderal Basis Industri Manufaktur
Nomor 02/BIM/ PER/1/2014 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Pemberlakuan
Standar Nasional Indonesia (SNI) Mainan Secara Wajib. Kedua, Tanggung jawab
pelaku usaha atas peredaran mainan anak yang mengandung konten pornografi dalam
hal ini, konsumen berhak mendapatkan kompensasi, ganti rugi, dan atau penggantian
apabila barang dan atau jasa yang diterima, tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak
sebagaimana mestinya.. Ketiga, Upaya penyelesaian sengketa dalam hal adanya konten
pornografi atas produk mainan yang, dalam hal ini melalui upaya non litigasi atau
alternative penyelesaian sengketa maupun upaya litigasi melalui pengadilan mengacu
pada ketentuan Undang-undang Perlindungan Konsumen dapat digugat secara perdata
(Pasal 46) dan dituntut pidana (Pasal 61-63) yang sebagai bentuk peraturan mengenai
hak-hak dan kewajiban-kewajiban konsumen dan pelaku usaha. Terhadap produsen
dalam hal ini pelaku usaha yang membuat atau melakukan produksi mainan anak yang
mengandung konten pornografi dapat dikenai sanksi pidana atas hal tersebut. Sanksi
tersebut dilakukan sebagai komitmen pemerintah untuk penegakan hukum perlindungan
konsumen di Indonesia
Saran yang dapat diberikan bahwa, Pertama hendaknya pelaku usaha harus
senantiasa menjaga dan berupaya meningkatkan produk yang dihasilkannya untuk
memberikan yang terbaik bagi konsumen, khususnya terhadap masalah peredaran atas
produksi mainan yang mengandung konten pornografi. Kedua hendaknya pemerintah
ikut berperan dalam penerapan penyelenggaraan perlindungan konsumen, salah
satunya pengawasan melalui organisasi yang bergerak dalam bidang perlindungan
konsumen baik organisasi pemerintah seperti BPSK (Badan Penyelesaian Sengketa
Konsumen) dan BPKN (Badan Perlindungan Konsumen Nasional) maupun nonpemerintah
seperti LPKSM (Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat)
dan YLKI (Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia). Ketiga, Hendaknya kepada
masyarakat hendaknya lebih selektif, teliti dan cermat dalam memilih produk yang
akan dikonsumsinya yaitu dengan memilih produk mainan yang aman dan bermanfaat
serta mendidik bagi buah hatinya. Dengan adanya kecermatan dan kejelian konsumen
tersebut, diharapkan tidak terjadi kasus kerugian konsumen atas mainan dengan konten
pornografi di masa yang akan datang.
Collections
- UT-Faculty of Law [6214]