KEDUDUKAN DAN WEWENANG HAKIM PERDAMAIAN DESA DALAM PENYELESAIAN SENGKETA WARIS DI DESA MAYANG KECAMATAN MAYANG KABUPATEN JEMBER
Abstract
Kenyataan menunjukkan bahwa bagian terbesar warga masyarakat Indonesia masih tinggal di pedesaan. Penduduk daerah pedesaan dengan segala kekurangan dan kelebihannya adalah suatu modal dasar bagi pembangunan nasional yang tengah giat-giatnya digalakkan. Apabila dapat dibina dengan baik, mereka merupakan tenaga kerja yang efektif bagi berbagai kegiatan pembangunan di segala bidang kehidupan masyarakat. Oleh sebab itu perhatian yang besar perlu diberikan pada peningkatan pembangunan daerah pedesaan, terutama melalui peningkatan prakarsa dan swadaya masyarakat.
Keserasian antara ketentraman dengan ketertiban mempermudah tercapainya suatu kedamaian dalam masyarakat. Dengan demikian diharapkan, kepala desa dapat membina kedamaian : artinya. tidak ada suatu kekangan terhadap ketertiban. Kedamaian tersebut sebenarnya merupakan tujuan hukum, yang dicapai melalui kepastian hukum. Dengan demikian, salah satu fungsi kepala desa adalah menerapkan hukum sebagai sarana untuk mengendalikan dan memperbaharui masyarakat desa atau yang biasa disebut sebagai hakim perdamaian desa.
Penyelesaian sengketa warisan yang dilakukan oleh seorang Kepala Desa ini dilakukan setelah tidak tercapainya suatu kata sepakat ketika diadakan musyawarah oleh para ahli waris secara kekeluargaan. Setelah tidak tercapainya kata sepakat tersebut maka para ahli waris tersebut mengadukan masalah tersebut kepada kepala desa setempat. Pada kenyataannya penyelesaian sengketa warisan dalam masyarakat peranan Kepala Desa sebagai hakim Perdamaian Desa sangat besar. Dalam penyelesaian sengketa warisan ini kepala desa biasanya tidak mengambil keputusan sendiri tapi bersama para tokoh masyarakat, para kerawat desa atau pamong desa lainnya ataupun sesepuh desa tersebut yang mengetahui riwayat dari para ahli waris yang bersengketa tersebut dan harta peninggalan dari pewaris agar keputusan yang diambil tidak dapat ditaati oleh para pihak dan tidak melenceng dari adat kebiasaan yang hidup di daerah tersebut.
Ada dua permasalahan yang dibahas dalam skripsi ini yang pertama adalah bagaiman kedudukan Kepala Desa dalam penyelesaian sengketa waris antara ahli waris. dan yang kedua adalah bagaimana kekuatan hukum keputusan Kepala Desa yang dihasilkan dalam penyelesaian sengketa waris di Desa Mayang Kecamatan Mayang Kabupaten Jember.
Metode yang digunakan dalam penyusunan skripsi adalah pendekatan hukum normative, yaitu pendekatan undang-undang dan pendekatan hukum secara konseptual.Yang kemudian di hubungkan dengan permasalahan yang terjadi.
Fakta dari skripsi ini adalah persengketaan mengenai pembagian harta warisan antara Muslikh dan Kholifah. Sengketa ini berawal dari meninggal dunianya Arsatun pada tahun 2006. Arsatun ini meninggalkan sebuah rumah clan tanah dengan luas 500 m2 yang terletak di Desa Mayang Kecamatan Mayang Kabupaten Jember.
Pihak keluarga besar Arsatun dalam hal ini diwakili oleh Muslikh mempersoalkan kepemilikan rumah dan tanah sawah yang sejak meninggalnya Arsatun dikuasai oleh janda Arsatun yaitu Kholifah. Mereka berpendapat bahwa harta peninggalan Arsatun harusnya dikembalikan kepada mereka selaku ahli waris yang sah terutama rumah yang ditempati Kholifah. Sedangkan pihak Kholifah berpendapat bahwa dia sebagai istri sah dari Arsatun adalah ahli waris yang sah dari semua peninggalan almarhum Arsatun.
Collections
- UT-Faculty of Law [6214]