Analisis Yuridis Terhadap Ketentuan Dispensasi Perkawinan Dalam Pasal 7 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan
Abstract
Manusia adalah makhluk sosial yang keberadaannya tidak pernah akan
terlepas dari interaksi terhadap manusia yang lain, kebutuhan akan interaksi yang
demikian diperlukan guna meningkatkan kualitas dan kuantitas hidupnya agar
senantiasa menjadi manusia yang berguna baik bagi diri sendiri maupun bagi
manusia lain disekitarnya. Salah satu bentuk interaksi tersebut dapat diwujudkan
berupa hubungan perkawinan. Menurut Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun
1974 Tentang Perkawinan bahwa yang dimaksud dengan “Perkawinan adalah
ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami isteri
dengan tujuan membentuk keluarga atau rumah tangga yang bahagia dan kekal
berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”. Tujuan tersebut dapat tercapai dengan
dipenuhinya berbagai persyaratan dalam melangsungkan perkawinan yang salah
satunya yakni syarat untuk memenuhi batas usia minimal dalam melangsungkaan
perkawinan dimana hal ini secara tegas diatur dalam Pasal 7 ayat (1) Undang-
Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan yakni untuk pria 19 (sembilan
belas) tahun dan wanita 16 (enam belas) tahun, tetapi dalam hal penyimpangan
terhadap pasal tersebut dapat dimintakan suatu dispensasi perkawinan ke
Pengadilan atau Pejabat lain yang ditunjuk seperti yang tercantum dalam Pasal 7
ayat (2). Dispensasi perkawinan tersebut tentu saja merupakan suatu hal yang
dapat dijadikan jalan bagi pasangan usia muda untuk kawin. Sehingga dari hal
inilah dapat dirumuskan suatu permasalahan yakni Pertama, Bagaimana
pengaturan Dispensasi Perkawinan dalam Pasal 7 ayat (2) apabila dikaitkan
dengan Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang
Perkawinan, Kedua, Apakah akibat hukum permohonan Dispensasi Perkawinan
yang di tolak oleh Pengadilan atau Pejabat lain yang ditunjuk.
Penelitian ini bersifat yuridis normatif, yakni penelitian yang difokuskan
untuk mengkaji penerapan kaidah-kaidah atau norma-norma dalam hukum positif.
Terdapat 3 (tiga) pendekatan yang digunakan untuk menganalisa permasalahan
dalam skripsi ini, yakni Pendekatan Perundang-undangan (Statute Approach),
Pendekatan Konseptual (Conceptual Approach) dan Pendekatan Historis atau
Pendekatan Sejarah (Historical Approach). Bahan hukum yang digunakan yakni
bahan hukum primer yang meliputi berbagai peraturan perundang-undangan,
bahan hukum sekunder meliputi buku-buku dan pendapat para ahli serta bahan
non hukum yang meliputi kamus hukum dan berbagai bahan yang diambil dari
internet, sedangkan analisis terhadap bahan hukum tersebut yakni menggunakan
metode Deduktif.
Hasil penelitian ini terdiri atas dua hal. Pertama, dengan diaturnya pasal 7
ayat (2) mengenai dispensasi perkawinan maka hal ini secara tidak langsung telah
menghilangkan fungsi dari pengaturan dalam pasal 7 ayat (1) yang menerangkan
mengenai batas usia minimal untuk melangsungkan perkawinan, selain itu
dispensasi perkawinan tersebut juga mendorong maraknya perkawinan usia dini di
Indonesia karena dengan adanya penetapan dispensasi perkawinan tersebut
semakin membuka peluang bagi para pasangan usia muda untuk kemudian
berbondong-bondong meminta penetapan dispensasi perkawinan. Kedua, penolakan atas permohonan dispensasi perkawinan akan berdampak secara logis
bagi para pasangan, untuk pasangan yang sebelumnya tidak hamil dapat
menyebabkan para pasangan menempuh jalur lain untuk kawin yakni perkawinan
secara siri ataupun juga penolakan terhadap pasangan yang telah hamil hal ini
secara jelas akan membuat anak yang dikandung nanti lahir tanpa memiliki ayah
yuridis sehingga anak tersebut dapat dikategorikan sebagai anak luar kawin.
Rekomendasi yang diajukan dalam penelitian ini yakni memandang tujuan
yang sejatinya ingin dicapai dalam pengaturan dispensasi perkawinan, karena
dalam tahap pelaksanaannya lebih melindungi para pasangan usia muda untuk
melangsungkan perkawinan, maka jelas hal ini akan menimbulkan suatu
kemudharatan yang sangat besar, terlebih lagi pengaturannya secara jelas
menyimpangi batas usia minimal untuk melangsungkan perkawinan dan norma
yang diatur juga masih banyak menimbulkan kerancuan sehingga dalam hal ini
sudah seharusnya pasal yang mengatur mengenai dispensasi perkawinan tersebut
dicabut.
Collections
- UT-Faculty of Law [6214]