KEABSAHAN DAN KEKUATAN MENGIKAT MEMORANDUM OF UNDERSTANDING DALAM HUBUNGAN HUKUM KEPERDATAAN (Studi Putusan Nomor : 1788 K/Pdt/2014)
Abstract
Memorandum of Understanding adalah sebagai tempat bertemunya keinginan
antara para pihak, yang menandakan garis besar dari tindakan, lebih dari
komitmen hukum. Memorandum of Understanding merupakan produk hukum
pada negara-negara yang menganut sistem common law. Konsep tersebut
kemudian berkembang dalam praktek di Indonesia dalam hampir setiap bentuk
kerjasama. Dapat dipastikan bahwa produk hukum tersebut tidak lagi asing
maupun baru. Namun, beberapa kalangan masih meragukan tentang kekuatan
mengikat dari Memorandum of Understandingitu sendiri dalam implementasinya.
Berdasarkan uraian latar belakang diatas, penulis tertarik untuk melakukan
pembahasan tentang kekuatan Memorandum of Understandin dalam Hubungan
Perdata dengan judul : “KEABSAHAN DAN KEKUATAN MENGIKAT
MEMORANDUM OF UNDERSTANDING DALAM HUBUNGAN HUKUM
KEPERDATAAN(Studi Putusan Nomor: 1788 K/PDT/2014) “
Rumusan Masalah yang dikemukakan dalam Skripsi ini adalah mengenai
kualifikasi Memorandum of Understandin, akibat hukum dan penyelesaian
sengketa, diantaranyaapakah Memorandum of Understandingdapat
dikualifikasikan sebagai perjanjian, apa akibat hukumnya jika ada pihak yang
tidak melaksanakan kewajiban dalam Memorandum of Understanding, dan
bagaimana penyelesaian sengketa yang timbul dari Memorandum of
Understandingpada perkara putusan nomor : 1788 K/Pdt/2014.
Penulisan Skripsi ini bertujuan untuk Untuk menganalisa Memorandum of
Understanding dikualifikasikan dengan perjanjian,untuk memahami dan
menganalisa akibat hukum atas pihak yang tidak melaksanakan Memorandum of
Understanding,Memahami dan menganalisa proses penyelesaian sengketa yang
timbul dalam Memorandum of Understanding pada perkara putusan nomor : 1788
K/Pdt/2014. Tipe penelitian yang digunakan dalam penyusunan tugas akhir skripsi
adalah yuridis normatif (legal reseaarch). Pendekatan yang digunakan adalah
pendekatan undang–undang (statute approach)dan pendekatan konseptual (cocnceptual approach), selanjutnya bahan hukum yang digukan adalah bahan
hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan non hukum.
Memorandum of Understanding bukan merupakan dokumen yang
mengikat suatu perjanjian yang dibuat oleh para pihak hanya suatu perjanjian
embrio saja antar para pihak pembuat Memorandum of Understanding.
Kesepakatan Memorandum of Understanding hanya bersifat ikatan moral saja,
sedangkan perjanjian telah bersifat mengikat kedua belah pihak yang telah
membuat perjanjian. Kerangka perjanjian pun telah lengkap dan memiliki
keabsahan dan kedudukan yang mengikat para pihak yang telah memenuhi syaratsyarat
sahnya suatu perjanjian yaitu pasal 1320 KUH Perdata. Maka dalam hal ini
Memorandum of Understanding bukan termasuk dalam kualifikasi Perjanjian.
Ada dua akibat apabila terjadi suatu pengingkaran substansi dari
Memorandum of Understanding,Memorandum of Understanding yang tidak
berkedudukan sebagai kontrak yang tidak memiliki substansi yang menimbulkan
hak dan kewajiban maka tidak ada sanksi apapun bagi pihak yang mengingkari
kecuali sanksi moral sehingga penyelesaian pada kasus seperti ini lebih bersifat
kekeluargaan untuk mencari jalan keluarnya. Kedua bila Memorandum of
Understanding yang sifatnya sudah merupakan suatu kontrak maka apabila
terjadi suatu wanprestasi terhadap suatu substansi dalam Memorandum of
Understanding maka pihak tersebut harus memenuhi sanksi dari perundangundangan
yang berlaku.
Pola penyelesaian sengketa terbagi atas dua penyelesaian yaitu Litigasi
(Pengadilan) dan alternatif penyelesaian sengketa. Penyelesaian sengketa melalui
pengadilan adalah suatu pola penyelesaian sengketa yang terjadi antara para pihak
yang bersengketa melalui jalur pengadilan. Putusan bersifat mengikat. Sedangkan
pola penyelesaian sengketa melalui jalur alternatif penyelesaian sengketa (APS)
adalah lembaga penyelesaian sengketa atau beda pendapat melalui prosedur yang
disepakati para pihak, yakni penyelesaian diluar pengadilan dengan cara
konsultasi, mediasi, negosiasi, konsialisasi atau penilaian ahli. Sesuai dengan
amanat UU (Undang-Undang) No.30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan
Alternatif Penyelesaian Sengketa.
Collections
- UT-Faculty of Law [6214]