PERHITUNGAN MODULUS YOUNG BAHAN LOGAM MENGGUNAKAN METODE DINAMIKA MOLEKUL
Abstract
Pengembangan material baru dengan memanfaatkan metode komputasi dan
simulasi, merupakan salah satu solusi agar riset material dapat lebih dioptimalkan
dan diefisiensikan sebelum sintesis eksperimen langsung. Penelitian material
dengan meninjau struktur mikroskopik bahan dapat digunakan untuk mempediksi
material secara makroskopik. Dengan memodelkan dan mensimulasikan bahan
dalam ukuran mikro maka sifat-sifat fisis makro bahan dapat diperkirakan,
contohnya informasi mengenai nilai modulus Young bahan logam tembaga,
perak, emas, aluminium, dan nikel yang menunjukkan ketahanan material
terhadap deformasi elastis akibat gaya eksternal. Nilai modulus Young
menunjukkan tingkat kekakuan bahan.
Secara grafis, nilai modulus Young dapat dihitung menggunakan metode
offset, yaitu dengan menentukan daerah elastis berdasarkan perpotongan garis
lurus yang dibentuk pada regangan 0,2% terhadap kurva tegangan-regangan.
Bahan dengan nilai modulus Young yang besar secara relatif sulit untuk
memanjang sehingga diperlukan tegangan yang sangat besar untuk menghasilkan
deformasi. Perhitungan nilai modulus Young ini dilakukan dengan menggunakan
metode dinamika molekul berbasis potensial Morse, dimana metode ini
merupakan salah satu metode komputasi fisika yang umum digunakan untuk
mensimulasikan pergerakan atom dan molekul dengan memecahkan solusi
persamaan gerak Newton menggunakan fungsi potensial yang sesuai untuk bahan
yang diteliti. Potensial Morse dipilih karena cocok digunakan untuk logam dalam
fase padat. Dalam penelitian ini, dilakukan penentuan nilai parameter potensial
Morse yang sesuai melalui proses fitting agar mendapatkan nilai modulus Young yang sesuai dengan data eksperimen, yaitu pada temperatur 300 K. Sistem
dimodelkan dalam sebuah kotak simulasi dengan ukuran 30a×30a×30a.
Logam nikel memiliki nilai modulus Young yang paling besar yaitu sebesar
209,2 GPa. Sedangkan untuk logam tembaga, perak, emas, dan aluminium
diperoleh nilai modulus Young sebesar 110,8 GPa; 83,8 GPa; 79,2 GPa; dan 70,3
GPa. Berdasarkan hasil visualisasi menggunakan program OVITO, terlihat bahwa
logam perak, emas, dan aluminium mengalami proses patah (fracture) di akhir
simulasi. Hal itu ditunjukkan oleh kurva tegangan-regangan yang cenderung
menurun menuju tegangan nol dengan asusmsi bahwa bahan telah kehilangan
kemampuan untuk menerima beban. Sedangkan nikel dan tembaga secara umum
memiliki tingkat keuletan dan kemampuan dalam mempertahankan diri terhadap
deformasi yang lebih baik dibandingkan bahan logam lain, karena kurva
tegangan-regangan yang dihasilkan tidak menuju nol. Selain pada temperatur
300 K, prediksi nilai modulus Young bahan dilakukan terhadap variasi temperatur
yang berbeda untuk masing masing bahan dimana temperatur berpengaruh secara
signifikan terhadap kekuatan dan keuletannya. Semakin tinggi temperatur bahan,
akan menyebabkan nilai modulus Young semakin menurun.
Logam nikel memiliki ketahanan terhadap temperatur yang baik. Hal itu
dibuktikan dengan perubahan fase logam nikel yang mendekati titik lelehnya.
Berbeda halnya dengan keempat bahan lain, yang mengalami perubahan fase jauh
sebelum mencapai titik lelehnya. Ini menunjukkan, bahwa logam tembaga, perak,
emas, dan aluminium memiliki ketahanan terhadap temperatur yang tidak sebaik
nikel. Dalam kasus tersebut, juga dipengaruhi oleh ketepatan nilai parameter
potensial Morse yang digunakan. Keberhasilan penelitian yang dilakukan, dapat
ditinjau berdasarkan nilai modulus Young kelima bahan sesuai dengan hasil
eksperimen yaitu dengan nilai diskrepansi yang kurang dari 2%. Selain itu,
ketepatan pemilihan fungsi potensial interatomik berdasarkan parameter yang
sesuai, menjadi faktor penting dalam memperoleh hasil yang tepat dan akurat,
dimana dalam penelitian ini menggunakan potensial Morse yang cocok untuk
material logam dalam fase padat.