PENYELESAIAN GUGATAN SENGKETA WARIS MELALUI UPAYA PERDAMAIAN PARA PIHAK YANG BERSENGKETA (ANALISIS PUTUSAN PENGADILAN AGAMA JEMBER NOMOR 5883/PDT.G/2015/PA.JR)
Abstract
Dalam sengketa waris seharusnya diuatamakan proses penyelesaian secara
musyawarah antar anggota keluarga yang bersengketa atau melibatkan orang ketiga
sebagai penengah sehingga tidak terjadi perpecahan dalam keluarga. Demikian bila
terjadi sengketa yang sudah terlanjur berperkara di pengadilan, pada dasarnya
hakim dapat menyarankan adanya upaya perdamaian para pihak tersebut. Demikian
halnya dengan kasus yang dikaji dalam penulisan skripsi ini, sebagaimana tertuang
dalam Penetapan Nomor 5883/PDT.G/2015/P terkait masalah sengketa waris.
Rumusan masalah yang akan dibahas adalah : (1) Apakah dasar diajukannya
gugatan waris oleh Penggugat dalam Putusan Pengadilan Agama Jember Nomor
5883/Pdt.G/2015/PA.Jr ? dan (2) Apa pertimbangan hukum hakim (ratio decidendi)
memberikan putusan atas dicabutnya gugatan dalam Putusan Pengadilan Agama
Jember Nomor 5883/Pdt.G/2015/PA.Jr. Metode penelitian dalam penulisan skripsi
ini menggunakan tipe penelitian yuridis normatif. Pendekatan masalah
menggunakan pendekatan undang-undang, pendekatan konseptual dan studi kasus
dengan bahan hukum yang terdiri dari bahan hukum primer, sekunder dan bahan
non hukum. Analisa bahan penelitian dalam skripsi ini menggunakan analisis
normatif kualitatif. Guna menarik kesimpulan dari hasil penelitian yang sudah
terkumpul dipergunakan metode analisa bahan hukum deduktif. Untuk Tinjauan
Pustaka dikaji beberapa teori yang relevan dengan skripsi ini, antara lain : Pertama
tentang waris dan hukum waris. Kedua tentang sengketa waris dan
penyelesaiannya. Ketiga adalah perjanjian perkawinan meliputi pengertian
perjanjian perkawinan dan syarat putusan pengadilan.
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh kesimpulan bahwa : Pertama, Dasar
diajukannya gugatan waris oleh Penggugat dalam Putusan Pengadilan Agama
Jember Nomor 5883/Pdt.G/2015/PA.Jr bahwa pada dasarnya telah terjadi sengketa
waris antara Para Penggugat dan Para Tergugat berikut Turut Tergugat tentang
status tanah seluas tanah dengan luas ± 800 m2 berupa bangunan rumah dan dapur
yang berdiri di atas sengketa dan atau rumah keprabon ditempati oleh Sri Wahyu
Astuti (Penggugat II) dan sejak meninggalnya orang tua para Penggugat belum
dibagi waris. Pada prinsipnya Para Penggugat berkeinginan untuk membagi warisan
tersebut sesuai dengan besaran bagian masing-masing ahli waris yaitu para
Penggugat, para Tergugat dan para Turut Tergugat sebagai ahli waris sah dari
Ismirah almarhumah dan mendiang Notodiwirjo untuk dibagi waris menurut hukum
Islam. Kedua, Pertimbangan hukum hakim (ratio decidendi) memberikan putusan
atas dicabutnya gugatan dalam Putusan Pengadilan Agama Jember Nomor
5883/Pdt.G/2015/PA.Jr bahwa dalam sidang hakim telah berusaha menasehati para
Penggugat melalui kuasa hukumnya agar menyelesaikan perkaranya secara
kekeluargaan. Atas nasehat tersebut para Penggugat melalui kuasa hukumnya
menyatakan bahwa ia akan mencabut gugatan waris tersebut. Tentang pencabutan
perkara, Majelis berpendapat bahwa pencabutan perkara merupakan hak dari
Penggugat untuk mengakhiri perkaranya, dengan menunjuk pada Pasal 54 Undangundang
Nomor 7 Tahun 1989 tentang Pengadilan Agama yang telah dirubah
dengan Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Pengadilan Agama. Jadi, permasalahan tersebut bisa diselesaikan secara musyawarah antar anggota keluarga
yang bersengketa. Saran yang dapat diberikan bahwa, pertama Hendaknya jika
terjadi perselisihan atau sengketa waris dalam keluarga dapat diselesaikan dengan
musyawarah untuk mufakat bagi kepentingan bersama. Dengan penyelesaian secara
musyawarah diharapkan ikatan kekeluargaan dan persaudaraan dalam keluarga
tidak terpecah belah dengan adanya sengketa waris sehingga kerukunan dan
kebersamaan dapat tetap terjaga dengan baik. Kedua, bilamana terjadi perbedaan
pendapat atau permasalahan menyangkut waris dalam keluarga maka dapat
diselesaikan secara musyawarah dengan meminta pendapat kepada notaris/PPAT,
kepala desa, sesepuh, ulama atau pihak lain yang terkait untuk dapat dimintakan
saran-saran sesuai dengan aturan-aturan atau hukum. Jika masih juga terdapat
perdebatan maka langkah terakhir adalah mengajukan ke pengadilan.
Collections
- UT-Faculty of Law [6214]