MUNCULNYA “BUDAYA KRITIS “ PADA MASYARAKAT PETANI KOPI RAKYAT DI KAWASAN “SEGITIGA EMAS IJEN“ KABUPATEN BONDOWOSO
Abstract
Tulisan ini membahas tentang munculnya budaya kritis pada petani kopi rakyat untuk tetap dapat
survive berkompetisi dengan perkebunan besar seperti PTPN XII yang menguasai Kawasan “Segitiga
Emas Ijen” khususnya wilayah Kecamatan Sumberwringin Kabupaten Bondowoso. Kajian ini
menjadi unik dan menarik karena petani perkebunan kopi rakyat menandingi persaingan ini dengan
produk unggulan yang sama yaitu Cluster Kopi Arabica. Padahal metode produksinya tidak sama.
Metode produksi modern dimiliki oleh PTPN XII dan metode tradisional dimiliki oleh Petani kopi
rakyat. Kajian ini dibedah dengan “Teori Ekonomi Politik” yang dipadukan dengan teori “Dualisme
Ekonomi” dan menggunakan metode historis. “Teori Ekonomi Politik” digunakan dengan
mendasarkan pada asumsi bahwa manusia mempunyai kesadaran individual dan selalu menggunakan
perhitungan rasional dalam melakukan tindakannya. Sementara teori “Dualisme Ekonomi” digunakan
untuk melacak mengapa petani kopi rakyat di wilayah Kecamatan Sumberwringin sebagai bagian dari
kawasan “Segitiga Emas Ijen” yang notabene adalah wilayah kekuasaan PTPN XII tetap bisa hidup
berdampingan pada ruang dan waktu yang sama. Hidup berdampingan antara metode produksi
modern (PTPN XII) dan metode tradisional (Petani kopi rakyat). Metode historis digunakan untuk
merekonstruksi munculnya pemikiran rasional dari petani. Penelitian ini didasarkan atas dua
kelompok data, yaitu data primer dan data sekunder. Teknik yang digunakan untuk pengumpulan data
primer adalah observasi partisipasi dan wawancara, sedangkan data sekunder dikumpulkan dari
berbagai tempat dan meliputi karya-karya terpublikasi, hasil penelitian, dan laporan-laporan
pemerintah terkait dengan permasalahan yang diteliti.
Collections
- LSP-Conference Proceeding [1874]