DATARAN TINGGI IJEN: Potongan Tanah Surga untuk Java Coffee
Abstract
Buku ini
memberikan informasi bahwa ekses dari kebijakan Politik Liberal
colonial Belanda yang memberikan kesempatan kepada investor
asing untuk menanamkan investasinya di Indonesia, merubah bumi
Indonesia menjadi ajang para kapitalis Barat untuk lebih leluasa
mengeksploitasi tanah dan tenaga kerja. Sebagai ilustrasi, dataran
tinggi Ijen disewa oleh keluarga Birnie yang sudah mempunyai
pengalaman berinventasi di wilayah Jember. Upaya keluarga Birnie
untuk menanam tanaman kopi di dataran tinggi Ijen tidak sia sia. Kopi
Arabika yang dikenal di Eropa dengan sebutan Java Coffee merajai taste
kopi di Eropa. Permintaan Java Coffee produk dataran tinggi Ijen tidak sebanding dengan produk yang dihasilkan, sehingga seringkali tidak
dapat dipenuhi oleh perkebunan kelurga Birnie. Kondisi ini membuat
Indonesia semakin diminati investor Eropa. Tingginya permintaan
Java Coffee hanya dapat dinikmati partikelir keluarga Birnie. Tenaga
kerja pribumi yang dieksploitasi tidak mendapatkan manfaat dari
keberhasilan perkebunan kopi dataran tinggi Ijen. Mereka hanya
mendapatkan manfaat ekonomi yang bersifat marginal yaitu sebagai
buruh perkebunan.
Realita pada masa colonial masih tetap bertahan sampai Indonesia
merdeka. PTPN XII sebagai kepanjangan tangan pemerintah dipercaya
untuk mengelola dataran tinggi Ijen melanjutkan usaha perkebunan
yang ditinggalkan oleh keluarga Birnie. Pilihan pemerintah tepat karena
profit yang diberikan PTPN XII tiap tahunnya berkisar 1,8 Triliyun.
Namun di sisi lain, penduduk yang sudah menetap di dataran tinggi
Ijen nasibnya tidak pernah berubah walau Indonesia sudah merdeka.
Mereka tetap menjadi buruh di tanahnya sendiri. Buku ini terdiri dari
6 Bab yang mencoba mengurai wilayah dataran tinggi Ijen sebagai
potongan tanah surga untuk Java Coffee.
Dalam Bab 1, penulis menguraikan mengenai profil Kecamatan
Sempol ditinjau dari kondisi geografis, kondisi pemerintahan,
kondisi demografis, kondisi social dan kondisi budaya. Uraian ini
dimaksudkan agar pembaca dapat mengetahui karakteristik Kecamatan
sempol Kabupaten Bondowoso. Bab 2 menguraikan mengenai
selayang pandang kopi di Indonesia. Dalam bab ini dijelaskan
bagaimana proses historis tentang perjalanan tanaman kopi sampai
di Indonesia yang dilengkapi dengan pendirian Balai Penelitian. Bab
3 menguraikan tentang pinangan pemerintah jatuh pada PTPN XII dengan memperjelas mengenai keberadaan PTPN XII yang mengelola
Kebun Blawan dan Kebun Kalisat Jampit. Java Coffee sebagai produk
unggulan PTPN XII.
Bab 4 menguraikan tentang status tanah dataran tinggi Ijen
dengan menjelaskan penguatan perolehan Hak Guna Usaha (HGU),
hubungan patron-klien dan masyarakatnya menjadi buruh di rumahnya
sendiri. Bab 5 menguraikan mengenai pembagian wilayah penguasaan
tanah di Kabupaten Bondowoso. Pertama, wilayah Kecamatan Sempol
merupakan tanggung jawab PTPN XII. Diawali dari hegemoni tanah
dataran tinggi Ijen, hubungan simbiosis mutualisme antara PTPN
XII dengan rakyat, program kemitraan dan bina lingkungan. Kedua,
wilayah tanggung jawab pemerintah Kabupaten Bondowoso adalah
di luar wilayah Kecamatan Sempol. Ada 22 kecamatan yang menjadi
tanggung jawab pemerintah Kabupaten Bondowoso. Upaya yang
Dilakukan Pemerintah Kabupaten Bondowoso , diawali dengan peran
Bupati Bondowoso, peran Camat Sempol, peran Dinas Kehutanan
dan Perkebunan Kabupaten Bondowoso dan peran Badan Pertanahan
Nasional Kabupaten Bondowoso. Bab 6 adalah kesimpulan.
Penghadiran buku ini dimaksudkan untuk mengantar dan
merangsang pembaca untuk mengingat kembali kejayaan perkebunan
kopi khususnya dibawah pemerintahan kolonial Belanda. Ada sisi
menarik ketika para petani dan masyarakat dipaksa untuk menanam
tanaman kopi pada masa sistem cultuurstelsel, ternyata menginspirasi
masyarakat untuk menanam tanaman kopi baik di pagar rumah
mereka maupun di hutan yang dijadikan perkebunan. Keuntungan
yang diterima oleh para petani kopi baru bisa dirasakan pada saat ini.
Harga jual kopi mengikuti harga dolar. Di lain sisi, para buruh tani ang tidak memiliki tanah, nasibnya tetap sama tidak akan pernah
berubah seperti masyarakat yang hidup di wilayah Kecamatan Sempol
Kabupaten Bondowoso. Mereka tetap menjadi buruh pada perkebunan
yang dikelola oleh PTPN XII.
Collections
- LSP-Books [895]