Inovasi Benih Unggul Tebu Bebas dan Tahan Sugarcane Mosaic Virus melalui Penerapan Teknologi Pathogen-Derived Resistance
Abstract
Peningkatan kualitas dan kuantitas produk tebu perlu dilakukan untuk mencapai swasembada gula nasional. Salah satu upaya yang dapat dilakukan yaitu peningkatan rendemen gula melalui produksi benih unggul tebu. Meskipun penelitian terakhir menunjukkan adanya keberhasilan produksi benih unggul tebu produk rekayasa genetika (PRG) toleran kekeringan dan rendemen gula tinggi, namun permasalahan yang ditemui adalah rawannya benih tebu terhadap kontaminasi dan penyebaran penyakit yang disebabkan oleh virus tebu terutama sugarcane mosaic virus (ScMV). Oleh karena itu diperlukan upaya penangangan dan pencegahan yang tepat untuk meminimalkan penyebaran dan penekanan serangan ScMV diantaranya dengan penggunaan benih bebas dan tahan virus. Beberapa teknik yang umum dilakukan adalah teknologi pemuliaan melalui pemanfaatan bioteknologi seperti kemoterapi untuk menghasilkan benih bebas virus dan teknik Pathogen-derived resistance (PDR) ataupun tehnik gene silencing (RNAi). untuk menghasilkan benih tahan virus berbasis Coat Protein virus. Meskipun teknologi tersebut telah banyak diterapkan pada beberapa spesies tanaman, namun teknologi ini belum banyak diterapkan untuk menghasilkan benih unggul tebu. Oleh karena itu melalui penelitian ini dapat diketahui informasi tentang coat protein ScMV yang menyerang tebu, diperoleh benih tebu bebas ScMV melalui khemoterapi ribavirin dan acyclovir, diperoleh plasmid-DNA pengkode coat-protein SCMV, diperoleh antibodi poliklonal untuk deteksi
penyakit ScMV, dan diperoleh prototype benih tebu PRG yang bebas dan tahan ScMV melalui transformasi gen coat protein-SCMV. Penelitian ini dilakukan selama 3 tahun, berikut ini adalah ringkasan hasil penelitian yang telah dilakukan sampai dengan tahun ke 3. Pada tahun I (pertama) dilakukan survei lapangan dan penentuan insidensi penyakit ScMV di kebun tebu milik PT.Perkebunan Nusantara XI (PTPN XI). Hasil survey menunjukan bahwa beberapa varietas tebu yang ditanam telah terserang ScMV dengan tingkat serangan sampai dengan 80% seperti varietas PS881, VMC, dan Cokro. Pengembangan bibit tebu bebas ScMV melalui kultur jaringan dengan perlakuan khemoterapi ribavirin dan acyclovir mampu mengembangkan bibit tebu bebas virus ScMV yang telah dikonfirmasi dengan analisa DAS-ELISA dan RT- PCR. Namun demikian, bibit tebu bebas ScMV tersebut masih dimungkinkan terinfeksi kembali ScMV, sehingga dikembangkan tanaman tebu tahan (resistant) ScMV melalui transformasi genetik menggunakan gen penyandi untuk coat protein. Pada tahun ke 2 telah dilakukan isolasi (cloning) DNA pengkode (penyandi) coat protein dari daun tebu yang terinfeksi ScMV. Isolasi DNA menemukan cDNA penyandi coat protein sebesar 900 bp dan analisa bioinformatika menunjukan kesamaan tinggi dengan DNA-coat protein ScMV isolat dari Argentina dan China. Untuk pembuatan antibodi poliklonal, cDNA-coat protein dikonstruk pada vektor ekspresi pET28 (Invitro gen) dan digunakan untuk produksi coat protein rekombinan. Sudah dilakukan produksi protein rekombinan dan pembuatan antibodi poliklonal yang dilakukan dengan menyuntikan protein rekombinan pada tubuh kelinci. Selain itu untuk merakit tebu tahan terhadap ScMV juga dilakukan konstruk cDNA-coat protein pada vektor pRI101-ON (Takara) dan pGreenII 0179 (SnapGene). Konstruksi vektor pRI-ON dan vektor pGreen ditujukan untuk merakit tebu tahan ScMV dengan tehnik PDR dan RNAi. Kedua konstruk ekspresi tersebut telah tersedia dan siap digunakan untuk transformasi genetik menggunakan eksplant kultur jaringan tebu. Pada tahun ke 3 (tiga) mengembangkan metoda deteksi infeksi ScMV menggunakan antibodi poliklonal dan transformasi genetik untuk merakit tebu tahan ScMV. Transformasi pada eksplan tebu sudah dilakukan,dan sudah diperoleh tanaman tebu putative transforman. Persiapan eksplan dilakukan dengan dengan cara menanam eksplan basal tebu in vitro, sampai menghasilkan planlet lebih kurang 100 planlet. A. tumefaciens yang telah terkonfirmasi keberadaan gen targetnya diperbanyak untuk digunakan menginfeksi tunas basal pada proses transformasi. Tahapan transformasi
adalah infeksi, kokultifasi, eliminasi selama 5 siklus dengan interval 3 minggu, hasil akhirnya adalah tanaman putative transforman. Hasil transformasi telah diperoleh efisiensi sebesar 10% dan sudah dikonfirmasi keberadaan gen coat protein dengan menggunakan PCR. Tanaman yang sudah terkonfirmasi dan dinyatakan sebagai tanaman transforman sebanyak 9 tanaman.
Collections
- LRR-Ristek [9]