KEABSAHAN PERKAWINAN ANAK YANG BELUM MENCAPAI UMUR 21 TAHUN TANPA ADANYA IZIN ORANG TUA (Studi Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia nomor 301 K / AG / 2012)
Abstract
Tujuan penulisan skripsi ini terdiri dari tujuan umum yaitu untuk memenuhi dan
melengkapi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Program Studi
Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Jember, sebagai penerapan dari ilmu pengetahuan
khususnya disiplin Ilmu Hukum yang diperoleh selama perkuliahan dan memberikan
kontribusi dan sumbangan dalam pemikiran bagi masyarakat pada umumnya, khususnya bagi
mahasiswa Fakultas Hukum, Universitas Jember. Sedangkan tujuan khusus adalah untuk
mengetahui dan memahami perkawinan anak yang belum mencapai umur 21 tahun dan tidak
mendapatkan izin orang tua untuk menikah dapat dianggap sah atau tidak, untuk mengetahui
dan memahami akibat hukum dari perkawinan anak yang belum mencapai umur 21 tahun dan
dilakukan tanpa adanya izin dari orang tua dan untuk mengetahui dan memahami
pertimbangan hukum hakim dalam menolak permohonan kasasi pemohon dalam putusan
nomor 301 K/AG/2012 sudah sesuai dengan Undang-undang nomor 1 tahun 1974 tentang
Perkawinan.
Tipe penelitian yang digunakan adalah yuridis normatife, yaitu dilakukan dengan cara
mengkaji berbagai peraturan hukum yang bersifat formil. Pendekatan penelitian yang
dilakukan menggunakan pendekatan perundang-undangan (statue approach) dan juga
pendekatan konseptual (conceptual approach). Bahan hukum yang digunakan adalah bahan
hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan non hukum sedangkan analisa bahan
hukum yang digunakan adalah metode deduktif-kualitatif.
Perkawinan merupakan salah satu aspek yang sangat penting dalam kehidupan
manusia, bahkan menjadi kebutuhan dasar (basic demand) bagi setiap manusia normal.
Perkawinan itu sendiri merupakan sarana bagi seseorang untuk menyalurkan hasrat
biologisnya secara sah (legal) bersama pasangannya. Tetapi kehidupan suami istri bukan
hanya dalam rangka menyalurkan hasrat biologis saja. Pasangan suami istri bisa saling
membantu, saling memberi, dan menerima. Dengan demikian akan tercipta suasana damai
dan bahagia diantara mereka.
Berdasarkan hasil pembahasan dapat diambil kesimpulan dari penulisan skripsi ini
adalah syarat perkawinan merupakan sesuatu yang harus ada untuk menentukan sah atau
tidaknya suatu perkawinan, jika syarat tersebut terpenuhi maka akan menimbulkan adanya
hak dan kewajiban sebagai suami istri. Terdapat 2 (dua) macam syarat perkawinan, yaitu
syarat materiil dan syarat formal. Syarat materiil adalah syarat yang melekat pada diri pihakxiv
pihak yang akan melangsungkan perkawinan, sedangkan syarat formal adalah tata cara atau
prosedur melangsungkan perkawinan menurut agama dan undang-undang. Salah satu syarat
perkawinan dapat dianggap sah oleh hukum yaitu dengan di catatkannya perkawinan tersebut
di Pejabat Pencatat Nikah. Perkawinan yang dilakukan oleh anak dibawah umur dapat
dianggap sah apabila telah memenuhi syarat sah dalm perkawinan dan mendapatkan izin
orang tua.
Perkawinan anak yang belum mencapai umur 21 tahun dan tidak mendapatkan izin
orang tua untuk menikah jika dilihat dalam pasal 6 ayat (2) Undang-undang nomor 1 tgahun
1974 tentang perkawinan yangmenyatakan jika seorang yang belum mencapai umur 21 tahun
harus mendapatkan izin orang tua untuk menikah. Jika perkawinan tersebut tetap
dilaksanakan maka harus ada pencegahan perkawinan yang dilakukan baik oleh calon
mempelai itu sendiri maupun keluarga dari mempelai yang berhubungan darah dengan
mempelai.
Akibat hukum dari perkawinan anak yang belum mencapai umur 21 tahun dan tidak
mendapatkan izin orang tua adalah status perkawinan tersebut tidak sah, perkawinan akan
dianggap sah jika sesuai dengan hukum negara dan hukum agama masing-masing, maka
harus ada pembatalan perkawinan. Batalnya perkawinan tidak akan memutuskan hubungan
hukum antara anak dengan orang tuanya selama kedua orang tuanya atau salah satu dari
orang tuanya mempunyai itikad baik terhadap pembatalan perkawinannya. Jika selama
perkawinan telah lahir seorang anak maka statusnya tetap sama yaitu anak sah dari ayahnya
dan anak sah pula dari ibunya, dan anak tersebut tetap memiliki hak-haknya sebagai anak
yang sah diantaranya biaya-biaya kehidupan sehari-hari serta waris.
Pertimbangan hukum hakim dalam menolak permohonan kasasi pemohon karena
Hakim Pengadilan Agama Surabaya sebagai judex facti telah melakukan wewenangnya
dalam memeriksa fakta dan bukti dari suatu perkara. Sedangkan pada tingkat kasasi
mengenai ditolaknya permohonan kasasi di Mahkamah Agung, Mahkamah Agung hanya bisa
memeriksa interpretasi, konstruksi dan penerapan hukum terhadap fakta yang sudah
ditentukan oleh judex facti saja, Mahkamah Agung tidak lagi memeriksa fakta dan buktibukti
perkara. Jika ditinjau menurut Undang-undang nomor 1 tahun 1974 tentang
Perkawinan, ditolaknya permohonan pencegahan perkawinan tersebut tidak sesuai dengan
apa yang telah diatur dalam Undang-undang.
Saran yang dapat diberikan dalam skripsi ini adalah hendaknya pemerintah harusnya
lebih tegas dan memperhatikan dengan maraknya perkawinan anak yang belum mencapai
umur 21 tahun, pemerintah harus lebih sering memberikan sosialisasi terhadap anak-anak
mengenai kawin muda dan juga terhadap masyarakat tentang hal baik dan buruknya jika
melakukan suatu perkawinan yang seharusnya belum waktunya untuk dilakukan. Selain itu
masyarakat harus lebih paham mengenai dampak bagi anak yang melakukan perkawinan
belum mencapai umur yang telah ditentukan oleh pemerintah. Bagi anak yang belum cukup
umur untuk melakukan perkawinan, hendaknya menuruti apa kata orang tua karena orang tua
selalu menginginkan yang terbaik untuk anaknya kelak dan juga harus lebih berhati-hati
dalam memilih pergaulan, agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.
Collections
- UT-Faculty of Law [6214]