EKSISTENSI KESENIAN TAYUB DI KABUPATEN NGANJUK TAHUN 1996-2009
Abstract
Tujuan dalam penelitian ini yaitu untuk mengetahui sejarah perkembangan
tayub mulai dari 1996 yang mengalami penurunan sehingga pemerintah
memfasilitasi kesenian tayub dengan berdirinya Padepokan Langen Tayub Anjuk
Ladang. Mengetahui sejarah kesenian tayub di Kabupaten Nganjuk yang awalnya
tayub berasal dari pusat-pusat kerajaan Jawa hingga sampai ke Nganjuk. Tayub di
Nganjuk mengalami pasang-surut yang kemudian mendapatkan perhatian yang
lebih serius oleh pemerintah selama tahun 1996-2009. Mengetahui tentang
kesenian tayub dapat mempengaruhi kehidupan sosial, ekonomi dan budaya
masyarakat, tidak hanya pelaku seniman saja tetapi juga masyarakat yang ada di
sekeliling pertunjukan tayub itu berada. Tayub merupakan pertunjukan kerakyatan
yang tidak lepas dari kehidupan senimannya untuk mencari nafkah.
Penelitian ini menggunakan metode sejarah meliputi heuristik, kritik
sumber (kritik dari dalam dan dari luar), interpretasi dan historiografi. Pendekatan
dalam penelitian ini yaitu etnokoreologi yang digunakan untuk menguraikan
tentang tayub sebagai produk budaya yang dapat mempengaruhi kehidupan sosialbudaya
(kontekstual) dan untuk menganalisis tentang pendukung tayub, elemenelemen
tayub berupa gerak, musik, rias, busana dan panggung (tekstual). Teori
yang digunakan dalam penelitian ini yaitu teori fungsi seni pertunjukan yaitu
fungsi primer dan fungsi sekunder.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kesenian tayub mulai mengalami
penurunan dalam segi kuantitas dan perkembangan dalam segi kualitas pada tahun
1996, sehingga perlu pencegahan yang serius. Kiprah Disbudparda yang
menaungi kesenian di Nganjuk membangunkan sebuah padepokan sebagai wadah
untuk melakukan pembinaan, berkeluh kesah, sharing dan lain-lain, sekaligus
menghasilkan karya yang positif dengan dicetuskannya Tayub Padang Bulan pada
2006. Tayub Padang Bulan merupakan ciri khas tayub Nganjuk yang mengandung
pembaharuan-pembaharuan mulai dari peraturan, busana dan panggung. Hal ini
untuk menepis perspektif negatif masyarakat tentang tayub. Desa Tempuran
Kecamatan Ngluyu masih menggunakan tayub terop atau model lama, walaupun
sudah mendapatkan pengarahan tentang Tayub Padang Bulan. Adanya Tayub
Padang Bulan mendapat respon yang baik di masyarakat. Pada 2009 acara rutin
gembyangan waranggana yang semula di Desa Sambirejo bertambah ritual
gembyangan di Air Terjun Sedudo. Tayub pada 2009 akan dijadikan icon
kabupaten Nganjuk namun karena adanya pro dan kontra dari pemerintah hal itu
tidak terlaksana.
Kesimpulan penelitian ini yaitu kesenian pertunjukan tayub mengandung
nilai-nilai yang relevan dengan budaya lokal yaitu: kebersamaan, persatuan dan
egalitarian. Tayub mengalami proses yang sulit dan panjang untuk menjadi
kesenian yang lebih diterima oleh masyarakat di tengah-tengah budaya modern.
Tayub dari tahun ke tahun melakukan inovasi mulai dari gendhing, tata rias,
budasa, dan tari-tarian yang lebih meriah mengikuti selera masyarakat dengan
tidak meninggalkan pakem dari tayub itu sendiri. Seniman tayub di Nganjuk
semakin tahun berkurang jumlahnya hal ini karena generasi muda lebih tertarik
dengan budaya modern. Pemerintah membuat banyak aturan yang semakin
mengekang pertunjukan tayub.