KEDUDUKAN HUKUM PARA PIHAK DALAM PERJANJIAN WARALABA ES TEH CAP POCI
Abstract
Pertumbuhan perekonomian Indonesia yang begitu pesat telah meningkatkan persaingan bisnis ataupun usaha di berbagai bidang perekonomian di Indonesia. Salah
satu dunia usaha yang saat ini banyak dikembangkan di Indonesia adalah
pengembangan dunia usaha melalui bisnis waralaba/franchise. Sistem
waralaba/franchise sangat efektif untuk mengembangkan suatu dunia usaha karena tidak membutuhkan investasi langsung melainkan kerjasama para pihak. Perjanjian
waralaba dapat menimbulkan hak dan kewajiban bagi kedua belah pihak dalam
menjalankan bisnis waralaba (franchise) antara pemberi waralaba (franchisor) dan penerima waralaba (franchisee).
Hak dan kewajiban para pihak yang telah disepakati dalam perjanjian harus dipatuhi masing-masing pihak, namun dalam kenyataannya tidak selalu seperti itu.
Terkait terhadap masalah-masalah tersebut, Penulis mencoba mengangkat
permasalahan tersebut dan menuangkannya ke dalam penulisan skripsi dengan judul “KEDUDUKAN HUKUM PARA PIHAK DALAM PERJANJIAN WARALABA ES TEH CAP POCI.”Rumusan masalah yang akan dibahas adalah :(1)Bagaimana hubungan hukum para pihak dalam perjanjian waralaba es teh cap poci?(2)Apa akibat
hukum dari perubahan atau penggantian menu yang tetulis dalam perjanjian waralaba es teh cap poci bagi penerima waralaba?(3)Apa upaya yang dapat dilakukan bila terjadi sengketa antara pemberi waralaba dan penerima waralaba? Tujuan dari
penulisan skripsi ini terdiri dari tujuan umum dan tujuan khusus, yaitu untuk
memenuhi dan melengkapi salah satu tugas dan persyaratan akademis untuk
mendapatkan gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Jember dan
untuk mengetahui dan memahami kedudukan hukum para pihak dalam perjanjian
waralaba es teh cap poci. Metode penelitian dalam penulisan skripsi ini menggunakan tipe penelitian yuridis normatif, artinya permasalahan yang diangkat, dibahas dan diuraikan dalam penelitian ini difokuskan dengan menerapkan kaidahkaidah atau norma-norma dalam hukum positif. Pendekatan masalah menggunakan
pendekatan perundang-undangan dan pendekatan koseptual, dengan bahan hukum
yang terdiri dari bahan hukum primer, sekunder dan bahan hukum non hukum. Hasil dari penilitian skripsi ini adalah setiap perjanjian waralaba yang dibuat oleh kedua belah pihak akan menimbulkan hak dan kewajban yang harus dilaksanakan oleh kedua belah pihak, apabila tidak dilaksanakan maka dapat dikatakan melakukan
wansprestasi. Pelanggaran atas isi perjanjian oleh penerima waralaba menimbulkan akibat hukum yakni pemberi waralaba melakukan pemutusan perjanjian waralaba secara sepihak dan menunutut ganti rugi. Upaya penyelesaian sengketa dalam bisa
ditempuh oleh pemberi waralaba atas pelangaran isi perjanjian yakni mengunakan metode non litigasi yaitu dengan cara melakukan musyawarah. Guna menarik
kesimpulan hasil dari penelitian yang sudah terkumpul di pergunakan metode analisa bahan hukum deduktif. Pertama, Hubungan hukum antara pihak pemberi waralaba (franchisor) dengan pihak penerima waralaba (franchisee) adalah hubungan antara dua pihak yang independen atau berdiri sendiri, dimana hak dan kewajiban mereka ditentukan oleh kedua belah pihak dalam suatu perjanjian yang telah mereka buat
sendiri. Kedua, Akibat hukum dari setiap perjanjian waralaba yang telah dibuat oleh
kedua belah pihak yang telah bersepakat, tetapi tidak dilaksanakan dapat dikatakan melakukan wansprestasi. Dalam hal ini pelanggaran atas isi perjanjian yang telah
disepakati mengenai bahan tambahan dalam produk oleh pihak penerima waralaba.
Ketiga, upaya penyelesaian sengketa bisnis dalam perjanjian waralaba terkait isi perjanjian yaitu mereka dapat dilakukan melalui jalur di luar pengadilan (Non-
Litigasi) maupun di pengadilan (Litigasi). Penggunanan penyelesaian sengketa perjanjian waralaba Es Teh Poci dalam prakteknya tertuang dalam pasal 14 perjanjian
waralaba tersebut, gugatan perdata yang diajukan para pihak yang bersengketa diselesaikan melalui jalur pengadilan negri Jakarta utara yang berwenang mengadili
sengketa sesuai dengan isi perjanjian waralaba.
Saran Pertama yang dapat diberikan ialah hendaknya para pihak dalam perjanjian waralaba baik pihak pemberi waralaba (franchisor) maupun pihak
penerima waralaba (franchisee) sebelum menandatangani kontrak baku perjanjian
waralaba harus teliti terlebih dahulu dalam menganalisa isi perjanjian yang akan
disepakati bersama. Kedua, hendaknya penerima waralaba menjalankan fungsi,
peran serta hak dan kewajiban masing-masing sebagai dasar hukum menjalankan bisnis waralaba tersebut, agar tidak saling merugikan. Ketiga, hendaknya pemerintah
segera membuat regulasi berupa undang-undang mengenai aturan penyelenggaran waralaba baik berupa pengaturan bisnis waralaba secara keseluruhan dan penyelesaian sengketa bisnis waralaba sehingga dalam penyelenggaraan bisnis
waralaba memiliki aturan yang jelas dan tegas dan apabila terjadi sengketa waralaba dapat diselesaikan dengan adil dam seimbang mengingat perjanjian waralaba umumnya merupakan perjanjian baku.
Collections
- UT-Faculty of Law [6214]