TENDER PENGADAAN SARANA PENINGKATAN MUTU PENDIDIKAN DI SD/SDLB DI DINAS PENDIDIKAN KABUPATEN PROBOLINGGO JAWA TIMUR (KAJIAN PUTUSAN KPPU NOMOR 16/KPPU-L/2014)
Abstract
Beragamnya praktek persekongkolan dalam tender yang terjadi dilapangan dapat
menghalangi terciptanya persaingan usaha yang sehat antara pelaku usaha yang satu
dengan pelaku usaha yang lainnya. Persekongkolan dalam Tender juga dapat merugikan
panitia pelaksana tender dan pihak peserta tender yang beriktikad baik. Karena itu, tender
sering menjadi perbuatan atau kegiatan yang dapat mengakibatkan adanya persaingan
usaha tidak sehat. Pendekatan sistematis tentang hukum persaingan usaha baru diletakkan
pada Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan
Persaingan Usaha Tidak Sehat. Salah satu kegiatan yang dilarang dalam Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 1999 adalah tentang Persekongkolan atau Konspirasi. Persekongkolan
dalam persaingan usaha yang sering terjadi adalah persekongkolan tender sebagaimana
yang diatur dalam Pasal 22 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999, terutama dalam tender
pengadaan barang dan jasa. Munculnya permasalahan terkait pengadaan barang dan jasa
banyak mendapat sorotan. Harus diakui bahwa dalam setiap pengadaan (tender) atau
lelang pengadaan barang dan jasa yang terjadi di pemerintahan, Badan Usaha Milik
Negara (BUMN), ataupun Perusahaan Swasta memang rawan praktik Korupsi, Kolusi,
dan Nepotisme (KKN). Persekongkolan tender termasuk salah satu perbuatan yang
dianggap merugikan negara, karena terdapat unsur manipulasi harga penawaran, dan
cenderung menguntungkan pihak yang terlibat dalam persekongkolan. Seperti kasus yang
terjadi pada persekongkolan tender dalam Pengadaan Sarana Peningkatan Mutu
pendidikan di SD/SDLB di Dinas Pendidikan Kabupaten Probolinggo, Jawa Timur
Tahun Anggaran 2012, dimana pada kasus ini melibatkan empat pelaku usaha sebagai
pihak terlapor, yaitu: Panitia Pengadaan Barang/Jasa Kegiatan Pengadaan Sarana
Peningkatan Mutu Pendidikan di SD/SDLB di Dinas Pendidikan Kabupaten Probolinggo
Tahun 2012 (Terlapor I), CV. Burung Nuri (Terlapor II), CV. Satriya (Terlapor III), CV.
Ferro (Terlapor IV).
Penulis mengambil 3 (tiga) permasalahan yang kemudian dibahas dalam skripsi
ini. Pertama, Apa benar terjadi Persekongkolan Tender dalam Pengadaan Sarana
Peningkatan Mutu pendidikan di SD/SDLB di Dinas Pendidikan Kabupaten Probolinggo
Jawa Timur. Kedua, Apakah diperbolehkan Panitia/Pejabat lelang mengubah persyaratan
dokumen penawaran pada saat Aanwijzing. Ketiga, Apa akibat hukum jika Badan Usaha
telah meminjam nama/memalsukan dokumen perusahaan lain untuk mengikuti Tender
sebagai Peserta Tender.
Tujuan dilakukannya penelitian ini secara khusus adalah Untuk mengetahui dan
memahami Persekongkolan Tender yang terjadi pada Pengadaan Sarana Peningkatan
Mutu Pendidikan di SD/SDLB di Dinas Pendidikan Kabupaten Probolinggo, Jawa Timur
Tahun Anggaran 2012, Untuk mengetahui atau memahami boleh atau tidak
Panitia/Pejabat lelang mengubah persyaratan dokumen penawaran pada saat Aanwijzing
dan Untuk mengetahui dan memahami akibat hukum jika Badan Usaha telah meminjam
nama/memalsukan dokumen perusahaan lain untuk mengikuti Tender sebagai Peserta
Tender.
Metode penelitian yang digunakan dalam skripsi ini adalah yuridis normatif.
Pendekatan masalah yang digunakan adalah pendekatan perundang-undangan (statue
approach) dan pendekatan konseptual (conceptual approach). Bahan hukum yang
digunakan meliputi bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum
tersier. Analisa bahan hukum dengan menelaah isu hukum yang diajukan berdasarkan
bahan-bahan yang telah dikumpulkan, menarik kesimpulan dalam bentuk argumentasi
dalam menjawab isu hukum, dan memberikan preskripsi berdasarkan argumentasi yang dibangun dari kesimpulan. Hasil pembahasan dan kesimpulan dari penulisan skripsi ini
adalah Bahwa benar terjadi Persekongkolan dalam Tender Pengadaan Sarana Peningkatan
Mutu pendidikan di SD/SDLB di Dinas Pendidikan Kabupaten Probolinggo, Jawa Timur
Tahun Anggaran 2012 yang dilakukan oleh Terlapor I, Terlapor II dan Terlapor III yang
telah terbukti melanggar dan telah memenuhi unsur Pasal 22 Undang-Undang No. 5
Tahun 1999, sedangkan Terlapor IV tidak terbukti melanggar Pasal 22 Undang-Undang
No. 5 Tahun 1999. Dan berikut bentuk Persekongkolan yang dilakukan oleh Para
Terlapor yaitu: Persekongkolan Horizontal dilakukan dalam bentuk pengaturan atau
penentuan peserta tender yang dilakukan oleh peserta tender yaitu Terlapor II dan
Terlapor III yang dikuatkan adanya bukti kerjasama yang dilakukan oleh Terlapor II dan
Terlapor III melalui Sdr. Riza Febriant dalam rangka mengatur perusahaan Terlapor II
sebagai pemenang tender perkara a quo, antara lain ditemukan adanya persesuaian
dalam dokumen penawaran Terlapor II, Terlapor III, dan Terlapor IV berupa kesamaan
bentuk penyampaian dokumen penawaran, sumber penerbit surat jaminan penawaran,
kesalahan pengetikan dalam dokumen penawaran, kesamaan produk yang ditawarkan dan
kesamaan sumber pemberi surat dukungan produk. Sedangkan persekongkolan vertikal
yaitu Terlapor I (‘Panitia’) telah terbukti melakukan tindakan tidak cermat dan lalai yang
dilakukan oleh Terlapor I dalam evaluasi dan menghalangi para peserta tender lainnya
dengan menetapkan standar persyaratan secara spesifik dalam dokumen lelang pada saat
aanwijzing, baik secara langsung maupun tidak langsung telah memfasilitasi penentuan
pemenang tender dan ditemukan tindakan diskriminasi yang dilakukan oleh Terlapor I
dengan menggugurkan para peserta tender lain yang berpotensi menjadi pemenang pada
tender perkara a quo. Selanjutnya, bahwa tindakan panitia dalam mengubah persyaratan
dokumen penawaran pada saat Aanwijzing, hal tersebut tidak diperbolehkan karena dalam
Pasal 19 Ayat 5 Keppres No. 80 Tahun 2003 disebutkan bahwa “Dalam mengevaluasi
dokumen penawaran, panitia/pejabat pemilihan penyedia barang/jasa tidak diperkenankan
mengubah, menambah, dan mengurangi kriteria dan tatacara evaluasi tersebut dengan
alasan apapun dan atau melakukan tindakan lain yang bersifat post bidding”. Perubahan
persyaratan tersebut memberatkan peserta yang lain dan juga dinilai tidak tunduk pada
Perpres tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah dan sengaja mengarahkan
aanwijzing dengan cara melibatkan adanya pengakuan dan/atau penghargaan dari
Pustekom Kemendikbud sehingga menyulitkan peserta tender yang lain. Perubahan
persyaratan yang telah dilakukan oleh Panitia tersebut merupakan suatu upaya untuk
menggugurkan peserta tender lain dan memfasilitasi pemenang. Dalam ketentuan Perpres
Nomor 54 Tahun 2010 jo Perpres Nomor 70 Tahun 2012 Pasal 83 ayat (1) huruf (e) yang
menyatakan bahwa pelelangan/pemilihan langsung gagal, apabila dalam evaluasi
penawaran ditemukan bukti/indikasi terjadi persaingan tidak sehat. Selain itu, terkait
pemalsuan dokumen yang dilakukan oleh CV. Burung Nuri dan CV. Satria yang dibantu
oleh Riza Febriant dalam mengikuti Tender Pengadaan Sarana Peningkatan Mutu
Pendidikan di SD/SDLB di Dinas Pendidikan Kabupaten Probolinggo Tahun Anggaran
2012, maka tindakan tersebut dapat dikenakan Pasal 35 Ayat 7 Keppres No. 80 Tahun
2003 menyatakan bahwa “Kontrak dibatalkan apabila para pihak terbukti melakukan
KKN, kecurangan, dan pemalsuan dalam proses pengadaan maupun pelaksanaan
kontrak”. Hal tersebut dilihat dari adanya kesamaan dan kesalahan dalam dokumen
penawaran atas nama CV. Ferro (Terlapor IV), CV. Eka Harapan, CV Trisula dan CV.
Mecca Artha Abadi yang menurut Majelis Komisi juga merupakan indikasi tindak pidana
pemalsuan dokumen yang dilakukan oleh Riza Febriant untuk memfasilitasi CV Burung
Nuri (Terlapor II) sebagai pemenang tender perkara a quo.
Saran Penulis, dalam menangani kegiatan persekongkolan dalam tender
tersebut sebaiknya perlu dilakukan upaya-upaya agar tidak terus terjadi tindakan
persekongkolan dalam tender tersebut, terkait hal tersebut KPPU seharusnya lebih
berperan aktif langsung kepada para pelaku usaha, misalnya terlibat langsung
dalam kegiatan tender, dan mengadakan penyuluhan langsung kepada para pelaku
usaha mengenai adanya ketentuan tentang larangan praktek persekongkolan dalam
tender, dan diharapkan dengan adanya penyuluhan tersebut para pelaku usaha
mengerti dan tidak melakukan praktek persekongkolan lagi. KPPU, sebagai
lembaga yang berwenang dalam hal ini hanya menunggu untuk menerima laporan
saja agar bisa mengetahui telah terjadinya suatu tindakan praktek persekongkolan
dalam tender, sehingga KPPU akan terlambat untuk mengetahui telah terjadinya
persekongkolan tersebut, dan hal ini mempengaruhi kurang efektifnya Pasal 22
Undang-Undang Nomor 5 Tahun1999. Selain itu panitia lelang dalam melakukan
penilaian dan evaluasi terhadap semua penawaran harus dengan cara ya n g baik
dan benar yang diterimanya dari setiap peserta lelang dan tidak melakukan
perubahan persyaratan dokumen penawaran pada saat aanwizjing untuk
memfasilitasi pemenang tender, hal tersebut sangat merugikan peserta tender yang
lain. Karena Panitia telah melakukan tindakan dan/atau perbuatan yang fatal
yang mengakibatkan persaingan usaha tidak sehat. Selain itu, Badan Usaha
seharusnya tidak meminjam nama perusahaan lain apalagi sampai memalsukan
dokumen perusahaan lain untuk mengikuti tender. Karena hal tersebut akan
membawa kerugian bagi pemberi pekerjaan/pengguna barang dan jasa atau
pemerintah maupun Badan Usaha yang dipinjam namanya dan tindakan tersebut
merupakan tindakan yang ilegal, karena peserta lelang terkait penyedia barang dan
jasa wajib memenuhi persyaratan antara lain harus memiliki keahlian,
pengalaman, kemampuan teknis dan manajerial untuk menyediakan barang/jasa
(Perpres 54 Tahun 2010 pasal 19 ayat 1b) dan penyedia barang/jasa dilarang
mengalihkan pelaksanaan pekerjaan utama berdasarkan kontrak dengan
melakukan subkontrak kepada pihak lain, kecuali sebagian pekerjaan utama
kepada penyedia barang/jasa spesialis (Perpres 54 tahun 2010 pasal 87 ayat 3).
Collections
- UT-Faculty of Law [6214]