ANALISIS YURIDIS PENJATUHAN PIDANA TERHADAP DOKTER TANPA SURAT IZIN PRAKTIK, TIDAK SESUAI STANDAR PROFESI DAN STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL (Putusan Mahkamah Agung Nomor: 1110 K/Pid.Sus/2012)
Abstract
Kesimpulan dalam skripsi ini adalah pertama, Penjatuhan pidana penjara kepada
terdakwa dalam Putusan Nomor: 1110 K/Pid.Sus/2012 dengan Pasal 76 dan 79 huruf c
Undang-undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran tidak sesuai
dikarenakan setelah adanya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor: 4/PUU-V/2007
ketentuan pidana penjara dalam pasal tersebut dinyatakan tidak memiliki kekuatan
hukum yang mengikat, sehingga terdakwa hanya dapat dikenakan pidana denda
maksimal seratus juta rupiah.. Kedua, Kewenangan memeriksa hakim Mahkamah
Agung dalam Putusan Nomor: 1110 K/Pid.Sus/2012 sesuai dengan Pasal 253 ayat (1)
huruf a KUHAP karena dalam putusannya Majelis Hakim Judex Facti tidak
menerapkan peraturan hukum atau menerapkan peraturan hukum tidak sebagaimana
mestinya. Perbuatan terdakwa sudah memenuhi unsur-unsur sebagaimana dalam surat
dakwaan pertama dan dakwaan kedua. Terpenuhi unsur-unsur tindak pidana dakwaan
pertama maupun dakwaan kedua tetapi tidak dilanjutkan dengan penjatuhan pidana
kepada terdakwa, dalam putusan ini jelas suatu peraturan hukum tidak diterapkan
sebagaimana mestinya oleh karenanya Mahkamah Agung berhak melakukan
pemeriksaan. Saran dalam skripsi ini ada dua yang pertama, dalam kapasitasnya sebagai
Hakim Agung, seharusnya Majelis Hakim Mahkamah Agung yang memutus Putusan
Nomor 1110 K/Pid.Sus/2012 mengetahui akan adanya Putusan Mahkamah Konstitusi
yang meyatakan beberapa ketentuan dalam Undang-undang Nomor 29 Tahun 2004
tidak lagi memiliki kekuatan hukum yang mengikat. Putusan Mahkamah Konstitusi
mengenai pengujian undang-undang terhadap UUD Negara Republik Indonesia Tahun
1945 disampaikan kepada Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah,
Presiden, dan Mahkamah Agung. Hakim MA seharusnya banyak mengetahui undangundang
yang telah dimintakan pengujian ke Mahkamah Konstitusi, sehingga hal ini
tidak kembali terulang. Kedua, Mahkamah Agung dapat melaksanakan tugas dan
wewenang untuk memeriksa dan memutus permohonan kasasi, jika alasan-alasan kasasi
sebagaimana diatur dalam Pasal 253 ayat (1) KUHAP terpenuhi. Mahkamah Agung
dalam tingkat kasasi membatalkan putusan atau penetapan pengadilan-pengadilan dari
semua lingkungan peradilan karena salah menerapkan atau melanggar hukum yang
berlaku. Sehingga seorang Hakim Agung dituntut teliti dalam menentukan apakah benar
suatu peraturan hukum tidak diterapkan atau diterapkan tidak sebagaimana mestinya.
Collections
- UT-Faculty of Law [6214]