PENGARUH VARIASI BIAS CUT DAN TEKANAN PENYAMBUNGAN PADA SAMBUNGAN BELT CONVEYOR 2 PLY TERHADAP KEKUATAN TARIK PADA COLD SPLICING
Abstract
Perkembangan di Indonesia bertambah maju khususnya di bidang indusri manufaktur,menurut data dari Bappenas pada tahun 2000-2014 terdapat kenaikan kapita nasional dimana 40% dipengaruhi oleh perkembangan industri. Untuk meningkatkan produktifitas produk maka harus melihat kelayakan alat. Pada bidang manufaktur banyak menggunakan peralatan material handling, yang banyak digunakan di bidang industri yaitu peralatan material handling belt conveyor.( Kulwiec,1985) . Menurut CEMA (Conveyor Equipment Manufacturers Association) memperkirakan bahwa dalam satu tahun biaya pemeliharaan untuk conveyor belt adalah 5% dari biaya pembelian sabuk,dan 2% dari biaya pembelian struktur dan peralatan ditambah biaya downtime dan kehilangan produksi. Karena banyak faktor rusaknya belt conveyor maka harusnya dilakukan suatu maintenance salah satunya yaitu dengan splicing.
Arisyabana, meneliti pengaruh kekuatan tarik belt conveyor menggunakan metode penyambungan cold splicing dengan variasi bias cut 0,2;0,3;0,4;0,5. Dari hasil penelitian pada variasi bias cut 0,5 BW mempunyai nilai kekuatan tarik sebesar 39,71 MPa yang merupakan kekuatan tertinggi dari variasi-variasi sebelumnya. Sementara untuk nilai efisiensi sambungan sebesar 74,32 % pada sambungan belt jika dilihat dari bentuk grafik terdapat peningkatan pada kekuatan tarik yang dipengaruhi oleh pengingkatan nilai bias cut, maka ada kemungkinan untuk meningkatkan kekuatan tarik. Oleh sebab itu pada penelitian ini akan menggunakan bias cut yang bernilai lebih besar dengan dipengaruhi tekanan penyambungan untuk meningkatkan kekuatan tarik.
Pada penelitian ini menggunakan belt dengan 2-ply tipe EP100. Penelitian ini tahap pertama yaitu pembuatan spesimen menggunakan standar ASTM D3039. Pembuatan spesimen spesimen ini ada beberapa tahap yaitu pemotongan,pembuatan bias cut, pengupasan, penyambungan dan proses clamping(penekanan) pada sambungan pada tahap ini sambungan diclamping selama 3 jam dan didiamkan tanpa penekanan selama 24 jam untuk mendapat hasil yang optimal. Setelah pembuatan spesimen tahap selanjutnya adalah pengujian spesimen dimana pengujian spesimen menggunakan pengujian tarik untuk mengetahui kekuatan pada sambungan. Setelah memperoleh data maka data tersebut diolah menggunakan statistik 2 faktorial dengan bantuan aplikasi SPSS 17.0.
Pada penelitian ini menggunakan α = 0,05. Dapat disimpulkan bahwa variasi bias cut dan tekanan penyambungan mempunyai pengaruh terhadap kekuatan tarik. Penelitian ini juga membahas pengaruh variasi setiap level terhadap kekuatan tarik pada level bias cut 0,5 terhadap 0,7 mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kekuatan tarik, sama halnya pada level bias cut 0,7 terhadap 0,9. Pada variasi tekanan penyambungan pada level 1 bar terhadap 2 bar berpengaruh terhadap kekuatan tarik berbeda dengan level 2 bar terhadap 3 bar, pada level 2 bar terhadap 3 bar tidak berpengaruh terhadap kekuatan tarik.
Pada penelitian ini mempunyai kekuatan tertinggi yaitu 4.33MPa pada bias cut 0,9 dengan tekanan penyambungan 2 bar dan mempunyai kekuatan tarik terendah yaitu 2.82MPa pada bias cut 0,5 dengan tekanan penyambungan 1bar. Dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi ketebalan suatu sambungan maka berpengaruh terhadap tegangan geser pada waktu di tarik. Menurut Arenas, 2009
Untuk ketebalan perekat kurang dari 0,4 mm perekat modus kegagalan meningkat. Kekuatan geser menyajikan nilai-nilai yang lebih tinggi tapi, setelah mencapai maksimum, itu mulai menurun. Karena ketika ketebalan perekat berkurang, perekat mengandung cacat lebih sedikit (void, microcracks, dll) dan mengakibatkan tegangan geser meningkat. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pengaruh tekanan penyambungan terhadap kekuatan tarik maka semakin tinggi tekanan penyambungan maka belum dapat memperbaiki kekuatan tarik dibuktikan dengan nilai ketebalan pada sambungan yaitu pada tekanan 1 bar mempunyai ketebalan lem yaitu 0,60 mm, 2 bar 0,41 mm dan 3 bar 0,30 mm karena semakin tinggi tekanan penyambungan maka kadar lem yang terdapat pada sambungan semakin menurun sehingga menyebabkan sambungan perekat tipis dan mengakibatkan tegangan geser.
Heri Iswanto menyatakan dalam suatu ikatan perekat di mana nilai tegangan geser adalah yang paling tinggi mempengaruhi kekuatan sambungan, proses dekohesi dimulai penurunan kekuatan dari sambungan dan disebabkan kekuatan keseluruhan konstruksi sambungan. Maka untuk memperbaiki suatu sambungan agar menambah garis sambungan agar tegangan geser terhadap substrat juga semakin panjang. Karena panjang substrat yang melekat akan mempengaruhi kekuatan sambungan. Pada penelitian ini telah diukur panjang pemotongan sambungan yang terhubung dengan substrat pada bias cut 0,5 panjang pemotongan yaitu 2,9 mm, bias cut 0,7 panjang 3,2 mm dan pada bias cut 0,9 panjang pemotongan yaitu 3,5 mm. Hal ini berpengaruh pada kekuatan tarik yang dihasilkan karena semakin panjang pemotongan yang berhubungan dengan substrat maka tegangan geser pada saat ditarik akan meningkat pula seiring bertambahnya panjang pemotongan.