ASPEK HUKUM PEMBIAYAAN USAHA DALAM SISTEM BAGI HASIL BERDASARKAN AKAD MUDHARABAH
Abstract
Pembiayaan dengan akad mudharabah penyedia dana atau bank (shahibul
maal) dengan menginvestasikan dananya kepada nasabah yang mempunyai
kegiatan usahanya, dana tersebut dikelola untuk mengembangkan usaha nasabah,
keuntungan di bagi dua yaitu nasabah (pengelola dana) dengan pihak bank
(pemilik dana) sesuai dengan kesepakatan awal.
Dan dalam pembiayaan mudharabah tidak mustahil terjadi pembiayaan
bermasalah, bank syariah akan mengambil langkah-langkah penyelesaian
pembiayaan mudharabah bermasalah agar dana yang telah disalurkan dapat
diterima kembali oleh bank, karena dana yang telah disalurkan pada nasabah
adalah dana masyarakat yang telah mempercayakan pada bank syariah. Bank
syariah sebagai penerima amanat memiliki tanggung jawab untuk mengolah dana
tersebut dengan baik, dengan ini terjagalah kepercayaan masyarakat terhadap
bank syariah.
Rumusan masalah dalam penulisan skripsi ini adalah : Pertama apakah
kriteria akad pembiayaan mudharabah dalam pembiayaan usaha di bank syariah.
Kedua apa bentuk jaminan dan cara pembebanan dalam akad pembiayaan
mudharabah dengan sistem bagi hasil. Ketiga bagaimana cara penyelesaian
apabila terjadi pembiayaan bermasalah dalam akad pembiayaan mudharabah.
Tujuan dari penulisan skripsi ini adalah untuk memenuhi dan
melengkapi tugas serta syarat-syarat yang diperlukan untuk menyelesaikan
program Ilmu Hukum dan meraih gelar Sarjana Hukum di Universitas Jember
sesuai kurikulum di Fakultas Hukum Universitas Jember, dan Untuk mengetahui
bagaimanakah aspek hukum pembiayaan usaha dalam sistem bagi hasil
berdasarkan akad mudharabah
Metode Penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah
dengan menggunakan pendekatan undang-undang (statute approach) yang
dilakukan dengan menelaah semua undang-undang dan regulasi yang bersangkut
paut dengan isu hukum yang sedang ditangani. Selain itu, juga menggunakan
pendekatan konseptual (conceptual approach), dimana pendekatan konseptual
(conceptual approach) yang beranjak dari pandangan-pandangan dan doktrin doktrin yang berkembang di dalam ilmu hukum (Peter Mahmud Marzuki,
2005:93).
Dalam perbankan yang berprinsip syariah dalam pembiayaan dengan akad
mudharabah disini berkriteria adanya dua belah pihak yaitu nasabah (mudharib)
dan bank (shahibul maal), yang melakukan suatu kesepakatan, yang mana bank
memberikan pembiayaan terhadap nasabah untuk menjalankan usahanya, modal
disini harus tunai dan sepenuhnya (100%) dan apabila adanya suatu keuntungan,
keuntungannya di bagi dua sesuai dengan kesepakatan awal, dan resiko di
tanggung sepenuhnya oleh bank tetapi apabila resiko di akibatkan dari kesalahan
nasabah maka nasabah harus mengganti kerugian yang dialami, dan apabila
terjadi pembiayaan bermasalah maka kedua belah pihak dapat menyelesaikan
dengan jalan yaitu dengan jalan di luar pengadilan seperti musyawarah, mediasi,
BASYARNAS, dan juga apabila dengan jalan penyelesaian diluar pengadilan
kedua belah pihak tidak adanya kesepakatan maka alternatif terakhir dengan
penyelesaian di dalam pengadilan, yaitu pengadilan yang berwenang berdasarkan
pasal 49 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang perubahan atas undangundang
nomor 7 tahun 1989 tentang peradilan agama yaitu pengadilan negeri
agama.
Berdasarkan hasil penelitian dan uraian pembahasan dari rumusan masalah
dalam skripsi ini, maka penulis dapat memberikan saran sebagai berikut
khususnya terhadap seluruh bank yang melakukan usahanya berdasarkan prinsip
syariah dalam melakukan kegiatan usahanya, benar-benar sesuai dengan prinsip
syariah yang berdasarkan Al Quran dan Al Hadist juga sesuai dengan Udang-
Undang No 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah, tidak hanya berkedok
syariah tetapi dengan melaksanakan kegiatan usahanya melanggar prinsip syariah,
bank berdasarkan prinsip syariah dalam melakukan kegiatan usahanya khususnya
dalam pembiayaan mudharabah diharapkan untuk benar-benar sesuai ketentuan
pembiayaan mudharabah yang berdasarkan ketentuan yang berlaku dalam
penyelesaian permasalahan antara nasabah dan bank sebaiknya utamakan dengan
jalan musyawarah mufakat karena dalam hal ini akan tercapainya hubungan
harmonis antara nasabah dengan bank (menjaga hubungan kekeluargaan).
Collections
- UT-Faculty of Law [6214]