ANALISIS WACANA POLITIK JOKO WIDODO SAAT PEMILIHAN PRESIDEN 2014
Abstract
Jokowi adalah seorang politisi yang mencalonkan diri sebagai presiden
Indonesia 2014 lahir dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP). Saat
kampanye pilpres, Jokowi selalu mengunakan bahasa santai yang terkesan tidak
muluk-muluk dan dekat dengan masyarakat. Wacana politik Jokowi yang
cenderung sederhana memiliki keunikan tersendiri karena tidak banyak tokoh
politik yang menggunakan bahasa sederhan untuk membangun citra di tengahtengah
masyarakat. Diksi dan gaya bahasa yang menjadi rumusan masalah dalam
penelitian ini dikaji dalam tataran ilmu pragmatik sehingga mampu mengungkap
makna dan tujuan Jokowi saat berkampanye.
Dalam penelitian ini, sumber data didapat dari video yang diunduh dari
situs www.youtube.com kemudian ditranskrip menjadi data yang dapat dianalisis.
Tiga tahap dalam penelitian ini yakni tahap penyediaan data, tahap analisis data,
dan tahap penyajian hasil analisis data. Tahap penyediaan data merupakan
pencarian video di youtube kemudian dipilih melaui video yang paling lengkap
dari segmen pertama hingga akhir, untuk selanjutnya diunduh dan disimak
sehingga dapat dilakukan proses transkrip agar bisa menuju tahap penelitian
selanjutnya. Tahap analisis data merupakan penyeleksian data yang sudah dalam
bentuk transkrip dipilah sesuai data yang diperlukan. Metode padan yang
digunakan pada penelitian ini ialah metode padan dengan alat penentu mitra
wicara yang lebih dikenal dengan metode padan pragmatis. Metode terakhir yakni
metode penyajian hasil analisis data, peneliti menggunakan metode informal
yakni peneliti mendeskripsikan hasil pembahasan menggunakan kata-kata yang
lengkap sesuai dengan fakta yang ada.
Dilihat dari penggunaan diksi Jokowi saat kampanye pilpres, Jokowi lebih
banyak menggunakan diksi denotatif dari pada diksi konotatif. Diksi denotatif
membuktikan bahwa Jokowi cenderung menggunakan bahasa yang lugas dan
mudah dimengerti oleh masyarakat dalam hal penyampaian ide atau pun program-program yang direncanakan Jokowi beserta timnya. Ketepatan diksi juga sangat
berpengaruh dalam kampanye sebab terbukti bahwa Jokowi lebih sering
menggunakan kata kita dari pada kata saya untuk menumbuhkan kesan sopan dan
menghindari citra kearogansian Jokowi di hadapan masyarakat Indonesia.
Gaya bahasa juga ditemukan dalam penelitian ini. Gaya bahasa retoris
yakni eufimisme, hiperbola, dan litotes. Eufimisme digunakan Jokowi untuk
menimbulkan efek sopan dalam penyebutan hal-hal yang mungkin cederung tidak
pantas disebutkan, seperti menyebut TKI sebagai pencari suaka. Dalam
penggunaan hiperbola, Jokowi cenderung menggunakannya untuk efek-efek
penegasan dalam menumbuhkan rasa percaya dari masyarakat. Gaya bahasa
litotes digunakan Jokowi untuk mengisyaratkan kesederhanaan Jokowi dan
kesamaan rasa antara Jokowi dengan masyarakat Indonesia kelas bawah.
Gaya bahasa kiasan yakni penggunaan personifikasi, ironi, dan
metonomia. Gaya bahasa personifikasi digunakan untuk menghidupkan ajakanajakan
Jokowi pada masyarakat Indonesia. Dalam penggunaan ironi
mengisyaratkan bahwa Jokowi juga mampu menyindir lawan politiknya yakni
Prabowo untuk sekedar memperjelas perbedaan program yang diusung Jokowi
dengan lawan politiknya. Metonomia digunakan Jokowi untuk menyebutkan
nama-nama program yang akan dibangun Jokowi guna membuat masyarakat
yakin bahwa Jokowi tidak main-main dalam pembuatan programnya.
Banyaknya penggunaan frasa oleh sebab itu dan penggunaan kalimat tanya
di sela-sela argumen Jokowi memberikan pengertian bahwa Jokowi memiliki
idiosinkresi tersendiri sehingga ada pembeda antara Jokowi dengan orang lain.
Gaya bahasa khas ini terungkap dari banyaknya data yang ditemukan dalam debat
capres dan cawapres maupun kampanye Jokowi.