PERMOHONAN KASASI PENUNTUT UMUM DAN TERDAKWA DALAM TINDAK PIDANA MENGGUNAKAN SURAT PALSU ATAU DIPALSUKAN (PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG RI NOMOR 22/K.PID/2014)
Abstract
Kesimpulan penelitian yang diperoleh adalah, Alasan diajukannya kasasi oleh
Jaksa Penuntut Umum dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 22/K.PID/2014 tidak
sesuai dengan alasan kasasi dalam Pasal 253 ayat (1) KUHAP, karena judex facti telah
benar dalam menerapkan hukum. Dalam hal alasan diajukannya kasasi tersebut tidak
dapat dibenarkan, oleh karena judex facti tidak salah menerapkan hukum yaitu
perbuatan Terdakwa menggunakan surat palsu telah memenuhi unsur-unsur ketentuan
Pasal 263 ayat (2) KUHP dan telah mempertimbangkan pasal aturan hukum yang
menjadi dasar pemidanaan dan dasar hukum dari putusan serta pertimbangan keadaankeadaan
yang memberatkan dan keadaan-keadaan yang meringankan sesuai Pasal 197
ayat (1) f KUHAP, lagi pula mengenai berat ringannya pidana merupakan wewenang
judex facti yang tidak tunduk pada pemeriksaan pada tingkat kasasi. Alasan
diajukannya kasasi oleh Terdakwa dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor
22/K.PID/2014 tidak sesuai dengan alasan kasasi sebagaimana disebutkan dalam Pasal
253 ayat (1) KUHAP, karena dalam hal ini judex facti telah benar dalam menerapkan
hukum. Selain itu alasan tersebut tidak dapat dibenarkan, oleh karena alasan tersebut
mengenai penilaian hasil pembuktian yang bersifat penghargaan tentang suatu
kenyataan, alasan semacam itu tidak dapat dipertimbangkan dalam pemeriksaan pada
tingkat kasasi, karena pemeriksaan pada tingkat kasasi hanya berkenaan dengan tidak
diterapkan suatu peraturan hukum atau peraturan hukum tidak diterapkan
sebagaimana mestinya, atau apakah cara mengadili tidak dilaksanakan menurut
ketentuan Undang-Undang, dan apakah Pengadilan telah melampaui batas
wewenangnya, sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 253 Kitab Undang-Undang
Hukum Acara Pidana. Saran yang diberikan bahwa, Mahkamah Agung dalam
melakukan pemeriksaan kasasi harus memeriksa dengan seksama dan cermat terhadap
perkara yang dimohonkan kasasi, karena pada dasarnya Mahkamah Agung merupakan
lembaga peradilan tertinggi yang berfungsi sebagai pengawas dari pengadilan
bawahan. Apabila pengadilan bawahan dinilai salah dalam menerapkan hukum, maka
tugas Mahkamah Agung-lah yang harus memperbaikinya, guna menegakkan hukum
sesuai dengan undang-undang yang berlaku. Hendaknya hakim dapat bertindak secara
arif dan bijaksana dalam menilai alat bukti dalam tindak pidana penganiayaan melalui
keyakinan dalam dirinya. Dengan adanya putusan hakim yang adil, tepat dan
bijaksana diharapkan diperoleh putusan yang baik menyangkut keadilan bagi pelaku
tindak pidana dengan memperoleh hukuman atau sanksi yang setimpal dengan
perbuatannya dan terhadap korban dapat diberikan rasa keadilan dan perlindungan
yang cukup memadai.
Collections
- UT-Faculty of Law [6214]