Proses Berpikir Kreatif Siswa Berdasarkan Tingkat Berpikir Kreatif dalam Memecahkan Soal Cerita Sub Pokok Bahasan Keliling dan Luas Segiempat Berbasis Tahapan Wallas;
Abstract
Pembelajaran matematika membutuhkan pemahaman rumus dan daya
pemikiran yang tinggi untuk menyelesaikan suatu permasalahan. Penyelesaian suatu
masalah matematika yang dilakukan siswa dapat digolongkan menjadi dua cara
berpikir, yaitu proses berpikir konvergen dan proses berpikir divergen. Berpikir
konvergen berorientasi pada satu jawaban yang baik atau benar sebagaimana yang
dituntut oleh soal-soal pada umumnya. Sedangkan berpikir divergen berorientasi pada
penemuan alternatif jawaban yang lebih dari satu. Berpikir divergen diperlukan apabila
akan memecahkan suatu masalah secara kreatif. Jika diklasifikasikan menurut tingkat
berpikir kreatif, siswa memiliki tingkat berpikir yang berbeda sehingga proses
berpikir merekapun akan berbeda. Untuk mengetahui proses berpikir kreatif siswa,
salah satu pedoman yang digunakan adalah proses kreatif yang dikembangkan oleh
Wallas. Berdasarkan uraian tersebut, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui proses
berpikir kreatif siswa dengan tingkat berpikir kreatif TBK 0, TBK 1, dan TBK 2
dalam memecahkan soal cerita sub pokok bahasan keliling dan luas segiempat
berbasis tahapan Wallas.
Tingkat berpikir kreatif siswa ditentukan dari komponen kreativitas yang
mampu dipenuhi siswa, yaitu kefasihan, fleksibilitas, dan kebaruan. Pengklasifikasian
tingkatannya ada 3, yakni TBK 0, TBK 1, dan TBK 2. Pencapaian ketiga indikator
berpikir kreatif, yakni kefasihan, fleksibilitas, dan kebaruan adalah: duabelas siswa
TBK 0 tidak memenuhi ketiga aspek tersebut, duapuluh satu siswa TBK 1 hanya
memenuhii aspek kefasihan, satu siswa TBK 2 memenuhi aspek kefasihan dan
fleksibilitas, dan satu siswa TBK 2 memenuhi ketiga aspek berpikir kreatif.
ix
Sementara proses berpikir kreatif siswa dapat dilihat dari tahapan yang dilalui ketika
memecahkan masalah. Tahapan proses berpikir kreatif tersebut menurut Wallas ialah:
persiapan, inkubasi, iluminasi, dan verifikasi.
Hasil yang diperoleh dari analisa data yang telah dilakukan menunjukkan
bahwa sebagian besar siswa termasuk kelompok kurang kreatif (TBK 1). Hal tersebut
dapat dilihat dari persentase tingkat berpikir kreatif TBK 0, TBK 1, dan TBK 2 yang
berturut-turut adalah 34,29%, 60%, dan 5,71%. Artinya lebih dari 50% siswa kelas
VII A di SMPN 10 Jember berada pada tingkat berpikir kreatif TBK 1, sementara
yang berada pada tingkat berpikir kreatif TBK 2 hanya dua siswa atau 5,71% dari
jumlah siswa.
Jika dilihat dari proses berpikir kreatif siswa, siswa TBK 0, TBK 1, dan TBK
2 semua melalui tahap proses berpikir sebagaimana yang dikemukakakan Wallas.
Hanya saja cara mereka melalui tahapan tersebut berbeda. Pada tahap awal ketiga
subyek melakukan persiapan dengan baik. Pada tahap inkubasi masing-masing
subyek memiliki cara berbeda dalam mencari solusi. Sementara pada saat pengerjaan
atau iluminasi, pemecahan masalah masing-masing subyek dipengaruhi oleh tingkat
kreativitas mereka, subyek dengan TBK 2 memberikan alternatif jawaban lebih
banyak dibandingkan subyek dengan TBK 1 dan TBK 0. Dan pada tahap akhir,
subyek dengan TBK 0 hanya memeriksa jawaban pada saat mengerjakan, sementara
subyek dengan TBK 1 dan TBK 2 memeriksa kembali jawabannya dengan
mensubsitusikan jawaban pada rumus yang digunakan.