PENGARUH PEMBERIAN KOMBINASI FRAKSI METANOL BIJI SAGA (Abrus precantorius Linn) DAN FRAKSI KLOROFORM BIJI PEPAYA (Carica papaya Linn) TERHADAP PERILAKU SEKSUAL TIKUS JANTAN PUTIH
Abstract
Indonesia adalah negara dengan jumlah penduduk terbesar keempat didunia
setelah negara Cina, India , dan Amerika Serikat. Menurut Bank Dunia 2011, jumlah
penduduk di Indonesia adalah 237.641.326 jiwa. Pada tahun 2015, menurut survei
demografi dan kesehatan Indonesia diprediksi akan mengalami ledakan penduduk
(baby booming) dengan laju pertumbuhan penduduk mencapai 2,6 juta jiwa tiap
tahun. Jika hal ini terjadi akan menyebabkan berbagai permasalahan sosial yang baru.
Salah satu upaya pemerintah untuk menanggulangi terjadinya ledakan penduduk ini
dengan menggalakkan program Keluarga Berencana (KB) dengan penggunaan
kontrasepsi untuk mencegah kehamilan yang ditujukan khusus untuk pria.
Pengembangan metode kontrasepsi pria terus dikembangkan ini dengan
memanfaatkan bahan alam sebagai bahan kontrasepsi idela. Kontrasepsi ideal yang
diinginkan yaitu mudah digunakan, tidak menimbulkan efek samping dan efek toksik,
tidak mengganggu gairah seksual (libido) serta bersifat reversible. Beberapa
penelitian telah menyebutkan bahan alam yang berpotensi sebagai agen antifertilitas
pada kontrasepsi pria, diantaranya yakni biji dari tanaman saga (Abrus precantorius
Linn) dan biji dari tanaman pepaya (Carica papaya Liin).
Pada penelitian ini dilakukan pengamatan perilaku seksual (sexual behavior)
tikus putih jantan dengan mengkombinasikan fraksi metanol biji saga dan fraksi
kloroform biji pepaya untuk mengetahui pengaruhnya terhadap libido (gairah
seksual). Adapun dosis yang digunakan dalam penelitian ini yaitu pertama, fraksi
metanol bji saga 75 mg/kg BB dengan fraksi kloroform biji pepaya 100 mg/kg BB
(P1), kedua fraksi metanol bji saga 50 mg/kg BB dengan fraksi kloroform biji pepaya
100 mg/kg BB (P2), ketiga fraksi metanol bji saga 75 mg/kg BB dengan fraksi
kloroform biji pepaya 50 mg/kg BB (P3), dan keempat fraksi metanol bji saga 50
mg/kg BB dengan fraksi kloroform biji pepaya 50 mg/kg BB (P4). Pemberian dosis
kombinasi dilakukan secara per-oral pada tikus jantan selama 21 hari, tepat pada hari
ke-21 dilakukan pengamatan perilaku seksual pada masing-masing tikus meliputi
introduction, climbing dan coitus pada pukul 18.00-20.00 WIB. Hasil masing-masing
frekuensi perilaku selanjutnya dianalisis statistik dengan uji One Way Anova
dilanjutkan dengan uji Post Hoc Test LSD untuk mengetahui adanya perbedaan antar
perlakuan dengan taraf kepercayaan 95%.
Hasil uji statistik menunjukkan bahwa pada perilaku introduction (sig 0,300)
menunjukkan tidak adanya perbedaan bermakna antar kelompok, sedangkan climbing
dan coitus menunjukkan adanya perbedaan (sig 0,000). Adanya perbedaan tersebut
bermakna atau tidak, analisis dilanjutkan dengan Post Hoc Test LSD. Perilaku
climbing dan coitus antara kontrol (P0) dengan P2 tidak terdapat perbedaan bermakna
(sign climbing=0,966 dan coitus= 0,512), sementara ada perbedaan bermakna antara
kontrol (P0) dengan P1, P3, dan P4. Pada kelompok perlakuan dosis yang mempunyai
perbedaan bermakna, menujukkan adanya kenaikan frekuensi perilaku. Hal ini berarti
dosis kombinasi mempengaruhi perilaku seksual tikus jantan dengan meningkatkan
frekuensi perlakuan dibandingkan kontrol. Kelompok P4 (kombinasi 50 mg/kg BB
fraksi kloroform biji pepaya : 50 mg/kg BB fraksi metanol biji saga) merupakan dosis
yang mempengaruhi perilaku seksual paling besar diantara dosis perlakuan yang lain,
karena frekuensi perilaku tikus yang tinggi dan menunjukkan pengaruh naik
dibandingkan kelompok perlakuan lainnya.
Collections
- UT-Faculty of Pharmacy [1469]