PERILAKU PENCARIAN PENGOBATAN LANSIA PENDERITA PENYAKIT DEGENERATIF (STUDI PADA LANSIA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS KARANGDUREN, KECAMATAN BALUNG, KABUPATEN JEMBER)
Abstract
Angka harapan hidup dan jumlah populasi lansia terus meningkat dari tahun
ke tahun. Seiring dengan semakin meningkatnya angka harapan hidup dan jumlah
populasi lansia, memberikan dampak pada pergeseran pola penyakit (transisi
epidemiologi) di masyarakat dari penyakit infeksi ke penyakit degeneratif. Perilaku
pencarian pengobatan merupakan upaya yang ditempuh untuk memperoleh
pengobatan guna menyembuhkan penyakit yang sedang diderita. Pemilihan
pengobatan lansia yang menderita penyakit degeneratif berpengaruh terhadap
kesembuhan penyakit karena pengobatan yang tidak sempurna akan mempercepat
komplikasi dari penyakit degeneratif tersebut. Penelitian ini dilakukan untuk
mengetahui perilaku pencarian pengobatan lansia penderita penyakit degeneratif,
khususnya di wilayah kerja Puskesmas Karangduren sebagai puskesmas dengan
lansia yang menderita penyakit degeneratif tertinggi di Kabupaten Jember. Jenis
penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan pendekatan fenomenologi dan
menggunkan metode snowball sampling. Wawancara mendalam dilaksanakan pada 8
lansia yang menderita penyakit degeneratif.
Hasil dalam penelitian ini mengungkapkan bahwa perilaku pencarian
pengobatan penyakit degeneratif pada lansia yaitu melakukan pengobatan dengan
beberapa cara, diantaranya informan mengobati sendiri dengan meminum obat bebas
yang dijual di toko; membeli jamu pada tukang jamu keliling dan di warung jamu;
membuat jamu sendiri dari kunyit, jahe, temulawak, kencur; membuat jus belimbing
dan jus mentimun untuk menurunkan tekanan darah. Informan juga memanfaatkan
ix
pengobatan tradisional seperti jamu keliling, pijat, dan kerokan. Informan tidak
pernah diam saja apabila merasakan sakit.
Informan sudah memanfaatkan pelayanan kesehatan seperti puskesmas,
polindes, dokter praktik, dan mantri untuk mengobati sakitnya. Informan
memeriksakan sakitnya ke pelayanan kesehatan terdekat terlebih dahulu seperti
puskesmas atau polindes, namun jika dirasa sakitnya parah dan tidak bisa ditangani
dengan berobat ke polindes atau puskesmas maka informan memilih berobat ke
sarana pelayanan kesehatan yang lebih tinggi seperti rumah sakit. Informan memilih
berobat ke mantri terdekat terlebih dahulu. Informan akan mencoba berpindah ke
mantri yang lain atau ke dokter praktik, jika dirasa mantri terdekat tidak memiliki
kecocokan. Informan lebih memilih mantri atau dokter praktik yang sudah dianggap
cocok untuk berobat kembali.
Perilaku pencarian pengobatan tersebut berkaitan dengan karakteristik
predisposisi yang dimiliki lansia seperti jenis kelamin, umur, status perkawinan,
tingkat pendidikan, pekerjaan, suku bangsa, agama, dan kepercayaan kesehatan.
Selain karakteristik predisposisi tersebut, karakteristik pendukung dan kebutuhan
juga mempengaruhi lansia dalam perilaku pencarian pengobatan. Karakteristik
pendukung ditunjang oleh akumulasi penghasilan keluarga, keikutsertaan asuransi
kesehatan, ketersediaan sarana pelayanan kesehatan, dan pelayanan dari tenaga
kesehatan. Karakteristik kebutuhan yang mendorong lansia untuk berobat berupa
penilaian lansia terhadap sakit yang dirasa dan penilaian klinik atau diagnosa dari
dokter terhadap sakit yang diderita. Kesimpulan yang dapat ditarik adalah perilaku
pencarian pengobatan lansia penderita penyakit degeneratif yaitu dengan self
treatment, tradisional remedy, chemist shop, modern medicine, private medicine
sebagai usaha untuk menyembuhkan sakit yang diderita.
Collections
- UT-Faculty of Public Health [2227]