ESTIMASI KEMASAKAN BUAH PISANG MENGGUNAKAN SENSOR KAPASITANSI
Abstract
Buah pisang merupakan salah satu buah favorit di Indonesia. Warna dan
kelembutan merupakan indikator untuk menentukan kemasakan buah pisang
berdasarkan warna kulit melalui indra penglihatan manusia dan kelembutan melalui
daging buah pisang dengan cara menekannya. Berdasarkan pengalaman, cara tersebut
kurang efesien karena bisa jadi tidak sesuai dengan kualitas daging buah pisang.
Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, Soltani et al (2010)
dan Jamaludin et al (2014) memperkenalkan metode baru untuk perkiraan kemasakan
buah pisang menggunakan sensor kapasitansi selama pemasakannya. Gagasan ini
akhirnya memberikan pengetahuan dan ide baru pada ilmu fisika dan terapannya yang
pada akhirnya mampu mengkarakteristikkan keadaan pisang berdasarkan kemasakan
melalui nilai permitivitas relatif dan nilai chroma.
Umumnya, proses kemasakan buah pisang dilakukan melalui dua cara yaitu
pisang masak secara alami (tanpa kalsium karbida) dan pisang masak secara kimia
(diberi kalsium karbida). Proses biokimiawi pada buah pisang umumnya diikuti dengan
peningkatan perubahan fisis dalam proses pemasakannya, peningkatan perubahan fisis
merupakan fenomena fisis yang disebabkan oleh gas etilen, baik gas etilen yang
muncul secara alamiah atau melalui rangsangan kalsium karbida sebagai pemercepat
kemasakan buah.
Pada penelitian estimasi kemasakan buah pisang dilakukan menggunakan
sensor kapasitansi dengan variasi frekuensi yaitu 50 Hz, 500 Hz, 5 KHz, 50 KHz, dan
500 KHz serta dilakukan uji warna menggunakan color reader. Sampel buah pisang
yang digunakan adalah pisang lokal Indonesia yang terdiri dari pisang kepok, pisang
nangka, pisang susu, dan pisang mas. Perlakuan yang diberikan di antaranya adalah pisang masak secara alami (tanpa kalsium karbida) dan pisang masak secara kimia
(diberi kalsium karbida). Berdasarkan hasil pengukuran didapatkan nilai permitivitas
relatif buah pisang saat kondisi mentah sebesar (1,8114 ± 0,0472)-(3,2712 ± 0,0698)
dengan nilai chroma sebesar (9,72 ± 0,56)-(10,15 ± 0,46) untuk pisang kepok. Pada
pisang nangka sebesar (1,6432 ± 0,0365)-(2,8232 ± 0,0680) dengan nilai chroma
sebesar (10,68 ± 0,17)-(10,76 ± 0,13). Pisang susu dengan nilai permitivitas relatif
sebesar (1,7605 ± 0,0381)-(2,9518 ± 0,0654) dengan nilai chroma (10,53 ± 0,880)-
(10,90 ± 0,41) sementara pisang mas dengan nilai permitivitas relatif sebesar
(1,6951 ± 0,0367)-(2,8064 ± 0,0657) dengan nilai chroma (9,35 ± 0,39)-(10,00 ± 0,39).
Pada saat kondisi masak diduga buah pisang memiliki nilai permitivitas relatif sebesar
(0,9956 ± 0,0296)-(1,6307 ± 0,0312) dengan nilai chroma sebesar (22,84 ± 0,53)-
(28,00 ± 0,26) untuk pisang kepok dan pisang nangka memiliki nilai permitivitas relatif
sebesar (1,0284 ± 0,0294)-(1,3708 ± 0,0374) dengan nilai chroma (21,83 ± 0,97)-
(27,38 ± 0,22). Pisang susu diduga dalam kondisi masak saat memiliki nilai
permitivitas relatif sebesar (1,1368 ± 0,0213)-(1,6118 ± 0,0340) dengan nilai chroma
(24,89 ± 0,62)-(33,07 ± 0,37) sementara pisang mas dengan nilai permitivitas relatif
sebesar (1,0213 ± 0,0287)-(1,3455 ± 0,0255) dengan nilai chroma (18,04 ± 0,67)-
(28,38 ± 0,23). Sedangkan saat kondisi sangat masak diduga pisang kepok memiliki
nilai permitivitas relatif sebesar (0,7979 ± 0,0213)-(1,1499 ± 0,0298) dengan nilai
chroma (25,42 ± 0,24) dan pisang nangka dengan nilai permitivitas relatif sebesar
(0,7199 ± 0,0221)-(1,0062 ± 0,0284) dan nilai chroma (23,38 ± 0,69). Pisang susu
memiliki nilai permitivitas relatif sebesar (0,7753 ± 0,0204)-(1,0975 ± 0,0296) dengan
nilai chroma (25,42 ± 0,22) dan pisang mas memiliki nilai permitivitas relatif sebesar
(0,7663 ± 0,0157)-(1,0014 ± 0,0280) dengan nilai chroma (24,17 ± 0,71) yang terjadi
pada perlakuan pisang masak secara kimia.
Berdasarkan data yang diperoleh dari beberapa pengukuran estimasi
kemasakan pisang lokal Indonesia yaitu pisang kepok, pisang nangka, pisang susu, dan
pisang mas menggunakan sensor kapasitansi dengan perlakuan pisang masak secara
alami (tanpa kalsium karbida) menunjukkan bahwa pisang mentah memiliki nilai
x
permitivitas relatif yang lebih tinggi yaitu sebesar (1,6432 ± 0,0365)-(3,2712 ± 0,0698)
dibandingkan dengan pisang masak dengan nilai permitivitas relatif sebesar
(0,9956 ± 0,0296)-(1,6307 ± 0,0312), dengan diikuti perubahan warna berdasarkan
nilai chroma sebesar (9,35 ± 0,39)-(10,76 ± 0,13) dalam kondisi mentah dan
menunjukkan peningkatan nilai chroma sebesar (18,04 ± 0,67)-(33,07 ± 0,37) diduga
berada dalam kondisi masak sementara untuk kondisi sangat masak pisang diduga
berada dalam rentang nilai permitivitas relatif sebesar (0,7199 ± 0,0221)-
(1,1499 ± 0,0298) dan nilai chroma (23,38 ± 0,69)-(25,42 ± 0,22).