TUGAS BADAN KEHORMATAN DPR DALAM MENJAGA MARTABAT DAN PERILAKU PARA ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT (DPR) REPUBLIK INDONESIA
View/ Open
Date
2013Author
Fanani Iqbal, Ahmad
Ekatjahjana, Widodo
Arundhati Budi, Gautama
Metadata
Show full item recordAbstract
Berdasarkan Pasal 124 ayat (1) Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 tentang MPR,DPR,DPD, dan DPRD, bahwa DPR menetapkan susunan dan keanggotaan Badan Kehormatan dengan memperhatikan perimbangan dan pemerataan jumlah
anggota tiap-tiap fraksi pada permulaan masa keanggotaan DPR dan permulaan tahun sidang. Sebagai Lembaga Tinggi Negara, Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia dalam melaksanakan tugasnya mempunyai alat kelengkapan sekaligus menjadi unsur penting dalam menjalankan fungsinya. Badan Kehormatan sebagai salah satu alat kelengkapan DPR beberapa tahun belakangan ini muncul ke permukaan karena lembaga ini menyangkut masalah kehormatan para wakil rakyat di DPR, maka keberadaan Badan Kehormatan menjadi sangat penting, dibandingkan dengan alat kelengkapan DPR lainnya. Kenyataan tersebut menimbulkan pertanyaan 1. Bagaimanakah korelasi antara komposisi keanggotaan Badan Kehormatan dengan komposisi keanggotaan di DPR?, dan 2. Bagaimanakah keputusan Badan Kehormatan terhadap pelanggaran kode
etik yang serupa yang dilakukan oleh anggota Dewan?. Berdasarkan pengkajian yang dilakukan dalam penelitian skripsi ini, diperoleh kesimpulan hubungan keanggotaan tersebut belum dapat dikatakan seimbang dan dinilai perlu perubahan. Terbukti
bahwa Komposisi keanggotaan di DPR RI berasal dari 9 (sembilan) fraksi dan di Badan Kehormatan berasal dari 7 (tujuh) fraksi. Tidak adanya pemerataan di setiap fraksi menjadi faktor utama dalam menjalankan kepentingan lain dan untuk menghindarinya maka diperlukan “check and balance” (saling koreksi, saling mengimbangi). Jika Badan Kehormatan sudah mengalami konflik kepentingan, tidak menutup kemungkinan bahwa Badan Kehormatan tidak cukup optimal dan efektif dalam melaksakan tugasnya. Terbukti dalam mekanisme pengambilan keputusan yang dilakukan oleh anggota dewan yang
berbeda dengan pelanggaran kode etik yang serupa masih belum tegas. Maka dari itu dalam memutus pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh anggota dewan harus didasarkan asas kepatutan, fakta-fakta dalam hasil sidang verifikasi, fakta-fakta dalam pembuktian, fakta-fakta dalam pembelaan, dan tata tertib kode etik.
Collections
- SRA-Law [296]