Pemberhentian Kepala Daerah Dalam Hal Pelanggaran Kode Etik Berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah
View/ Open
Date
2013Author
Fadillah Alfine, Yohana
Antikowati
Indrayati, Rosita
Metadata
Show full item recordAbstract
Kepala daerah dan wakil kepala daerah sebagai ujung tombak penyelenggaraan pemerintahan daerah, dipilih secara demokratis melalui pemilihan umum Kepala Daerah berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Sebagai produk dari pemilu, parameter atas keterpilihan keduanya bukan pada prestasi melainkan pada popularitas. Dengan mekanisme pemilihan seperti inilah banyak celah bagi masalah muncul, salah satunya tidak maksimalnya kinerja kepala daerah setelah dilantik. Permasalahan-permasalahan yang ditimbulkan tidak hanya permasalahan dengan hukum tapi juga di ranah etika. Permasalahan dengan etika misalnya perkawinan siri. Perkawinan siri kepala daerah tanpa persetujuan istri sebelumnya tentu melanggar ketentuan Undang-Udang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan yang tentu saja akan melanggar ketentuan dalam Undang-Undang Pemerintahan Daerah dan sumpah jabatan kepala daerah. Sumpah jabatan yang merupakan ikrar janji Kepala Daerah merupakan kontrak moril seorang Kepala Daerah untuk menjaga sikap dan berjalan menegakkan hukum sesuai aturan yang berlaku. Sebagai suatu pelanggaran etika dan hukum yang berlaku tentu ini menimbulkan konsekuensi yuridis bagi Kepala Daerah. Konsekuensi yang diterima ialah pemberhentian dari jabatan sebagai kepala daerah. Sebagaimana mekanisme yang diatur dalam Undang-Undang pemerintahan Daerah, pemberhentian kepala daerah dimulai dari rapat paripurna Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, pemeriksaan dan pemberian putusan oleh mahkamah agung, dan hingga akhirnya pengambilan keputusan oleh Presiden apakah kepala daerah akan diberhentikan dari jabatannya atau tidak.
Collections
- SRA-Law [296]