PERBEDAAN PEMIKIRAN SUTAN SJAHRIR DAN TAN MALAKA TENTANG PERJUANGAN MEMPERTAHANKAN KEMERDEKAAN INDONESIA
Abstract
Tanggal 17 Agustus 1945, diresmikannya sebagai kemerdekaan Indonesia
secara de facto bukanlah jaminan terbebasnya rakyat Indonesia dari kaum
penjajah. Keinginan Belanda untuk kembali menguasai Indonesia menambah
sejarah panjang perjuangan merebut kemerdekaan Indonesia. Pemerintah
kemudian merumuskan taktik perjuangan mempertahankan kemerdekaan
Indonesia. Usaha perjuangan mempertahankan kemerdekaan Indonesia inilah
kemudian muncul dua tokoh kontroversial yang berbeda dan saling bertentangan,
yakni Sutan Sjahrir dan Tan Malaka. Sjahrir menginginkan kemerdekaan
Indonesia direbut secara halus melalui perundingan-perundingan dengan Belanda.
Meskipun harus menyepakati isi perjanjian dengan resiko lebih menguntungkan
Belanda. Tan Malaka memiliki prespektif lain tentang mempertahankan
kemerdekaan. Menurut Tan Malaka, kemerdekaan Indonesia haruslah 100%,
tanpa melakukan perundingan dengan Belanda. Penulisan skripsi ini
menggunakan pendekatan sosiologi pengetahuan dan teori konflik Weberian.
Kemudian dilatarbelakangi oleh dua faktor pendorong yaitu: (1) Faktor
lingkungan sosial Tan Malaka dan Sjahrir; (2) Faktor Ideologi. Kedua faktor
tersebut kemudian berkembang dan terus bertentangan. Sjahrir percaya dengan
menunjukkan kematangan berfikir sebagai negara yang berhak merdeka melalui
perundingan, lambat laun Indonesia akan mendapatkan kemerdekaan seutuhnya.
Namun untuk merealisasikan semua ini memanglah tidak mudah, perlu taktik
serta pemikiran yang cermat untuk berunding dengan Belanda. Tan Malaka juga
tak kalah menarik dimata kaum politik, pidaton Tan Malaka pertama kali yang
kemudian dirumuskan dalam Minimum Program serta Persatuan Perjuangan
sebagai wadah membuktikan bahwa Tan Malaka adalah tokoh yang mempunyai
peranan penting. Sjahrir dan Tan Malaka kemudian menjadi babak baru konflik
internal didalam perjalanan karir politik mereka banyak terdapat fitnah.