PENGARUH VARIASI KONSENTRASI DAN pH ASAM LARUTAN NATRIUM LAURIL SULFAT TERHADAP PROSES PEMISAHANNYA PADA MEMBRAN SELULOSA ASETAT
Abstract
Penggunaan teknologi pemisahan merupakan hal penting dalam proses
industri. Salah satu teknik pemisahan yang umum digunakan adalah teknologi
membran. Pemilihan teknik ini didasarkan pada beberapa keunggulan utama yang
tidak dimiliki oleh teknologi pemisahan lain, diantaranya adalah pemisahan dapat
dilakukan secara kontinyu, kebutuhan energi umumnya rendah, dapat dengan mudah
dikombinasi dengan proses pemisahan lain (hybrid), dan ramah lingkungan.
Salah satu jenis membran adalah membran ultrafiltrasi. Ukuran molekul yang
dapat lolos melewati membran ultrafiltrasi berkisar antara 10
vii
4
–10
8
dalton. Material
membran ultrafiltrasi yang berkembang saat ini adalah membran selulosa asetat.
Teknik yang sering digunakan dalam proses pembuatan membran ultrafiltrasi selulosa
asetat ada salah satu yaitu inversi fasa. Inversi fasa merupakan proses perubahan
bentuk polimer dari fasa cair menjadi fasa padatan. Permeabilitas membran selulosa
asetat terhadap pemisahan NaLS (Natium Lauril Sulfat) di bawah KKM (Konsentrasi
Kritis Misel), menghasilkan fouling lebih kecil dan memburuk dengan peningkatan
konsentrasi NaLS, sehingga selulosa asetat ini dapat digunakan untuk pemisahan
surfaktan anionik dengan baik pada konsentrasi di bawah KKM. Parameter yang
menentukan kinerja membran ultrafiltrasi selulosa asetat terhadap pemisahan NaLS
meliputi fluks dan permselektivitas.
Penelitian yang dilakukan di Laboratorium Kimia Fisik ini berlangsung dalam
lima tahap. Pada tahap pertama dilakukan proses pembuatan larutan buffer campuran
asam sitrat 1,94 g dan Na2HPO4 5,36 g. Selanjutnya penentuan KKM dengan variasi konsentrasi larutan NaLS dari 0,001 M-0,012 M dengan variasi pH asam (3-6) yang
diukur konduktivitasnya. Tahap selanjutnya dilakukan karakterisasi membran yang
meliputi uji kinerja membran (fluks dan faktor rejeksi). Pengujian fluks membran
terdiri atas penentuan waktu kompaksi dan uji fluks air. Faktor rejeksi membran
ditentukan dengan mengukur konsentrasi permeat dan retentat dari larutan dekstran.
Jenis larutan yang dipakai untuk uji rejeksi yaitu larutan dekstran dengan berat
molekul 100-200 kDa dengan konsentrasi 1000 ppm. Tekanan operasional yang
digunakan untuk uji kompaksi dan fluks adalah 2 bar; untuk uji koefisien
permeabilitas membran terhadap air tekananya adalah 1.10
viii
5
; 1,5.10
5
;
3.10
5
Pa, dan untuk uji faktor rejeksi adalah 2.10
5
Pa. Tahap terakhir adalah proses
pemisahan surfaktan anionik natrium lauril sulfat dengan menggunakan membran
selulosa asetat yang sudah masuk dalam klasifikasi membran ultrafiltrasi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada pengujian fluks air diperoleh data
fluks (L/m
2
jam) sebesar 1,0417. Waktu kompaksi diperoleh nilai konstan pada menit
ketujuh, 1,043 L/m
2
jam. Sedangkan koefisien permeabilitas (Lp) adalah 0,858
L/m
2
; 2.10
jam. Koefisien rejeksi (%) dekstran 100-200 kDa adalah 91,93.
Tahap awal sebelum dilakukan proses pemisahan natrium lauril sulfat adalah
penentuan nilai konsentrasi kritis misel (KKM). Berdasarkan hasil pengukuran
diperoleh nilai konsentrasi kritis misel dari natrium lauril sulfat pH 3, 4, 5, 6 adalah
0,00398 M; 0,00469 M; 0,00571 M; 0,00669 M. Tahap selanjutnya dilakukan proses
pemisahan natrium lauril sulfat pada saat konsentrasi di bawah nilai KKM yaitu
konsentrasi 0,001 M, 0,002 M dan 0,003 M. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
fluks NaLS tertinggi pada larutan NaLS 0,001 M pada semua pH memiliki nilai fluks
(L/m
2
jam) NaLS sebesar 0,855; 0,823; 0,792; 0,769. Koefisien rejeksi dan massa
teradsorb membran terhadap NaLS tertinggi pada larutan NaLS 0,003 M pada semua
pH memiliki nilai koefisien rejeksi (%) dan massa teradsorb (g) NaLS sebesar
99,446, 0,0401; 99,501, 0,0408; 99,563; 0,0394; 99,646 , 0,0396.