Kinerja Badan Permusyawaratan Desa Dalam Melaksanakan Pengawasan Terhadap Pelaksanaan Peraturan Desa Tentang APBDesa (Studi Di Desa Sambisirah Kecamatan Wonorejo, Kabupaten Pasuruan Tahun 2010)
Abstract
Salah satu dimensi penting dalam rangka mewujudkan cita-cita
demokratisasi dan reformasi adalah dengan lahirnya Undang-undang Nomor 22
Tahun 1999 tentang Otonomi Daerah yang kemudian direvisi dengan Undang
undang Nomor 32 tahun 2004 yang di dalamnya juga mengatur mengenai
Pemerintahan Desa. Dengan adanya perangkat hukum tersebut telah membuka
peluang bagi terwujudnya demokratisasi sampai pada tingkat pedesaan melalui
perubahan konfigurasi pemerintahan desa dengan menghadirkan Badan
Permusyawratan Desa (BPD) sebagai institusi perwakilan rakyat di tingkat Desa
yang mempunyai kedudukan sejajar dan menjadi mitra Pemerintah Desa.
Kehadiran Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dalam Pemerintahan
Desa dengan berbagai tugas dan fungsinya diharapkan mampu mewujudkan
sistem check and balances dalam penyelenggaraan Pemerintahan Desa. Namun
dalam pelaksanaannya terdapat permasalahan yang terjadi di lapangan.
Permasalahannya adalah adanya pelaksanaan yang tidak sesuai dengan
prosedur yang berlaku dengan yang ada di dalam peraturan daerah.
Permasalahannya adalah BPD tidak diikut sertakan dalam pembahasan peraturan
desa tentang APBDes yang seharusnya BPD harus diikutkan dalam membahas
APBDes tersebut, hal ini berhubungan juga dengan peran BPD dalam mengawasi
pelaksanaan peraturan desa tentang APBDes tersebut. Akibat dari lemahnya
pengawasan yang dilakukan oleh BPD maka terdapat beberapa anggaran yang
tidak sesuai dengan realitanya yakni berupa anggaran fiktif,.
Anggota BPD dalam melakukan pengawasan menggunakan dua metode
yakni metode personal approach dan incidental, BPD melakukan pendekatan
kepada bendahara desa dalam melihat keluar masuknya keuangan desa, namun
BPD Desa Sambisirah tidak memiliki standard pengawasan dalam melakukan
pengawasan dalam pelaksanaan Perdes tentang APBDes ini.
Untuk mengetahui hasil kerja dalam pelaksanaan kegiatan BPD tersebut
yang termasuk dalam 7 tugas BPD sesuai dengan peraturan daerah No 8 tahun
2006 tentang Badan Permusyawaratan Desa. Melalui tipe penelitian kualitatif
dengan jenis penelitian deskriptif, peneliti menetapkan informan ini terdiri
dari informan inti dan triangulasi, Teknik pengumpulan data dalam penelitian
ini menggunakan teknik dokumentasi dan wawancara. Data yang diperoleh
kemudian dianalisis dengan menggunakan model inter-aktif yang
dikemukakan oleh Miles dan Huberman.
Dari penelitian dan analisis data yang dilakukan menunjukkan bahwa
pelaksanaan pengawasan yang dilakukan BPD kurang efektif, dan juga karena
adanya faktor penghambat yakni tidak adanya forum resmi yang diadakan oleh
BPD dalam menampung segala aspirasi masyarakat, tidak adanya program kerja
yang jelas dalam melakukan pengawasan pelaksanaan APBDes, dan inventarisasi
dokumen yang lemah.