MOTIVASI WANITA PEKERJA SEKS (WPS) DALAM MELAKUKAN TES HIV/AIDS (Studi Kualitatif di Kabupaten Jember)
Abstract
AIDS adalah singkatan dari Acquired Immuno Deficiency Syndrome, yang
berarti kumpulan gejala penyakit yang disebabkan oleh HIV (
Human
Immunodeficiency Virus) yang merusak system kekebalan tubuh manusia
sehingga daya tahan tubuh makin melemah dan sudah terjangkit penyakit infeksi
(KPAN, 2005). Indonesia merupakan salah satu negara di Asia dengan
epidemik HIV dan AIDS yang berkembang paling cepat. Berdasarkan data KPA
Kabupaten Jember, jumlah penderita HIV/AIDS hingga tahun 2012 di Jember
terjadi peningkatan yaitu mencapai 822 orang dengan faktor resiko kelompok
heteroseksual sebanyak 685 kasus (KPA Kabupaten Jember, 2013). Sebagai
kelompok resiko tinggi WPS harus melakukan VCT secara rutin untuk
menghindari terjadinya penularan HIV. Keinginan WPS dalam melakukan tes
HIV/AIDS ditentukan oleh motivasi dirinya baik intrinsik maupun ekstrinsik.
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji motivasi Wanita Pekerja Seks
(WPS) dalam melakukan tes HIV/AIDS di Kabupaten Jember. Jenis penelitian
yang digunakan adalah penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif.
Informan diambil secara
purposive sampling. Data yang diperoleh kemudian
dianalisis dengan melakukan pemeriksaan keabsahan data yang ditujukan untuk
mengetahui bagaimana karakteristik, motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik
Wanita Pekerja Seks di Kabupaten Jember.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar WPS tergolong masa
dewasa (21-37 tahun). Pada umumnya pendidikan terakhir WPS adalah tingkat
pendidikan dasar (tamatan SD/sederajat) dan semua informan beragama islam.
Selain itu, sebagian besar informan sudah menikah dengan status janda dan
menjadi WPS selama 2 tahun. Pengetahuan WPS mengenai HIV/AIDS masih
cukup rendah, namun sebagian besar sudah melakukan tes HIV/AIDS secara
rutin. WPS mempunyai motivasi intrinsik yang dapat menggerakkan,
mengarahkan dan menopang tingkah laku mereka dalam melakukan tes
HIV/AIDS. Motivasi intrinsik untuk menggerakkan dan mengarahkan WPS
berkaitan dengan keinginan dan harapan mereka yaitu ingin mengetahui status
HIV nya dan untuk menjaga kesehatan. Sedangkan motivasi untuk menopang
tingkah laku yaitu sebagai upaya untuk menjaga kesehatan agar mereka sehat dan
tetap bisa bekerja. Bentuk nyata motivasi intrinsik untuk menopang tingkah laku
WPS adalah dengan melakukan tes HIV/AIDS secara rutin. Selain motivasi
intrinsik, WPS juga mempunyai motivasi ekstrinsik. Motivasi tersebut dapat
berasal dari lingkungan sosial WPS, antara lain LSM, pendidik sebaya (
peer
educator), mucikari, teman sebaya WPS, dan keluarga (orang terdekat WPS).
Umumnya WPS mendapat dukungan dari LSM berupa pemberian informasi
melalui penyuluhan atau pertemuan mengenai HIV/AIDS. WPS termotivasi untuk
melakukan tes karena LSM sudah mengkondisikan layanan mobile VCT sehingga
mereka tidak merasa kesulitan untuk menjangkau layanan VCT. Selain LSM,
pihak lain yaitu pendidik sebaya. Rata-rata informan tidak mengetahui tentang
pendidik sebaya atau
peer educator. Sedangkan untuk cara mucikari
menggerakkan dan mengarahkan WPS dengan menyarankan untuk melakukan tes
HIV/AIDS serta mengingatkan sesuai jadwal dari LSM untuk tes HIV/AIDS.
Teman sebaya juga merupakan lingkungan sosial WPS. Umumnya WPS
mendapat dukungan dari teman sebayanya yaitu saling mengajak dan
mengingatkan untuk melakukan tes HIV/AIDS. Namun, ada satu informan yang
merasa tidak mempunyai teman di tempat kerjanya. Selain teman sebaya,
lingkungan sosial lainnya yaitu keluarga atau orang terdekat WPS. WPS
menyatakan bahwa mereka tidak membuka diri pada keluarganya tentang
pekerjaan yang mereka jalani sehingga tidak mendapat dukungan dari keluarga.
Selain itu karena keluarga atau orang terdekat WPS tidak mempunyai
pengetahuan tentang HIV/AIDS.
Collections
- UT-Faculty of Public Health [2227]