NALISIS HUKUM PENERAPAN ASAS AANVULLENDRECHT DALAM PERJANJIAN KREDIT PERBANKAN
Abstract
Pelaksanaan perjanjian kredit antara kreditur dengan debitur mengacu
pada ketentuan umum dalam Buku III KUHPerdata Bab I s/d Bab IV.
Sebagaimana disebutkan pada pasal 1319 KUHPerdata bahwa ”Semua perjanjian
baik yang mempunyai suatu nama khusus maupun yang tidak dikenal dengan
suatu nama khusus maupun yang tidak dikenal dengan suatu nama tertentu,
tunduk pada peraturan-peraturan umum yang termuat dalam Bab II dan Bab I
KUHPerdata”.
Permasalahan yang dibahas adalah apakah penerapan asas
aanvullendrecht dalam perjanjian kredit dapat melindungi kepentingan bank,
apakah penerapan standart kontrak dalam perjanjian kredit perbankan sesuai
dengan sistem terbuka buku III KUHPerdata, apa akibat hukum penerapan asas
aanvullendrecht dalam perjanjian kredit perbankan.
Tujuan yang ingin dicapai adalah untuk mengetahui dan mengkaji
pengaturan asas aanvullendrecht dan sistem terbuka dalam KUHPerdata, untuk
mengetahui dan mengkaji penerapan sistem terbuka dalam perjanjian kredit
perbankan, serta untuk mengetahui dan mengkaji akibat hukum penerapan asas
aanvullendrecht dalam perjanjian kredit perbankan.
Metode penelitian meliputi tipe penelitian yang bersifat yuridis normatif,
pendekatan masalah adalah pendekatan perundang-undangan (statute approach)
dan pendekatan konseptual (conseptual approach). Sumber bahan hukum
menggunakan bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan nonhukum.
Analisis bahan hukum dengan menggunakan metode deskriptif kualitatif
dan metode deduktif.
Penyimpangan ketentuan dalam KUHPerdata yang dilakukan oleh bank
mendasarkan pada sifat dari hukum perjanjian merupakan hukum pelengkap
sebagai refleksi dari sistem terbuka pada hukum perjanjian berdasarkan pada asas
kebebasan berkontrak yang tercantum pada pasal 1338 KUHPerdata. Tetapi
penyimpangan ketentuan dari KUHPerdata harus tetap memperhatikan ketentuan
pasal 1339 dan 1347 KUHPerdata. Pemberlakuan kontrak baku pada perjanjian
kredit oleh bank hanya dibuat sepihak, yaitu pihak bank. Sehingga kedudukan
debitur menjadi lemah. Namun perjanjian kredit yang menerapkan kontrak baku
tersebut di anggap telah mencapai suatu kesepakatan jika debitur menandatangani
perjanjian kredit yang diberikan oleh kreditur. Hal tersebut di dukung dengan
adanya fiksi hukum. Karena para pihak mengatur sendiri ketentuan dalam
perjanjian yang mereka buat dengan menyimpangi ketentuan pasal 1266
KUHPerdata tentang syarat batal dan pasal 1813, 1814, 1816 KUHPerdata tentang
berakhirnya kuasa, maka para pihak tunduk pada peraturan yang mereka buat
tentang ketentuan tersebut, dan ketentuan di dalam KUHPerdata akan berlaku
sebagai pelengkap saja yaitu tentang pengaturan risiko pasal 1755 KUHPerdata
sebab pihak bank tidak mengatur tentang risiko dalam perjanjian tersebut.
Walaupun para pihak mengatur sendiri ketentuan dalam perjanjian yang mereka
buat, akibat hukum dari perjanjian tersebut adalah perjanjian tersebut tetap
mengikat secara sah dan berlaku sebagai undang-undang bagi para pihak.
Walaupun lembaga perbankan menerapkan asas aanvullendrecht dalam
perjanjian kredit, pihak bank seharusnya tidak hanya memperhatikan kepentingan
bank itu sendiri tetapi juga kepentingan nasabah. Penerapan standart kontrak
dalam transaksi perbankan harus sesuai dengan ketentuan pasal 18 ayat (1) dan
ayat (2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan konsumen,
disamping memperhatikan pasal-pasal yang terdapat di dalam Buku III KUHPerdata. Supaya tercipta suatu keseimbangan antara kreditur dan debitur.
Collections
- UT-Faculty of Law [6214]