HUBUNGAN INDONESIA-AUSTRALIA PADA MASA PEMERINTAHAN JOHN HOWARD TAHUN 1996-2007
Abstract
Hubungan bilateral antara Indonesia dan Australia mulai mengalami titik tertinggi adalah ketika kepemimpinan Bob Hawke dan Paul Keating. Hal ini ditandai dengan berbagai kerjasama yang diadakan kedua negara termasuk Perjanjian Kemanan Indonesia-Australia yang ditandatangani oleh Paul Keating (Perdana Menteri Australia) dan Presiden Suharto pada tahun 1996. Namun, hal itu berubah ketika pada pertengahan tahun 1996 Partai Liberal memenangkan Pemilu di Australia dan John Howard keluar sebagai Perdana Australia yang baru. Setelah Howard mulai berkuasa, hubungan antara Indonesia dan Australia mengalami penurunan. Dan puncaknya adalah ketika Timor-Timur lepas dari Indonesia tahun 1999, hubungan Indonesia dan Indonesia benar-benar mengalami titik terendah.
Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian sejarah. Metode penelitian sejarah adalah proses menguji dan menganalisa secara kritis rekaman dan peninggalan masa lampau. Langkah-langkah penelitian sejarah ada empat yaitu heuristik, kritik, interpretasi dan historiografi.
Berdasarkan hasil penelitian, secara ekonomi bukan tanpa alasan Australia tidak lagi memandang negara Indonesia sebagai prioritas utama dan lebih memprioritaskan Eropa dan Amerika Serikat pada tahun 1996. Kegiatan impor Indonesia hanya mencapai 3,15% sedangkan barang-barang kebutuhan Australia yang diimpor dari Eropa mencapai 24,41%. Begitu juga dengan Amerika Serikat, jumlah impor Australia dari Amerika Serikat mencapai 21,50% dari jumlah total impor Australia untuk memenuhi kebutuhan negerinya. Dengan fakta-fakta tersebut Australia tidak bisa lagi mengabaikan hubungannya dengan Eropa dan Amerika Serikat seperti halnya pemerintahan sebelumnya (Perdana Menteri Paul Keating dari Partai Buruh tahun 1990-1996). Bahkan pada era sebelum Howard, Australia berencana untuk memplokamirkan Republik Australia pada tahun 2000. Partai Liberal memandang apabila hal itu terjadi maka negara-negara Eropa ataupun Amerika Serikat akan mengurangi pasokan barang-barang kebutuhan ke Australia. Dan, apabila itu terjadi, maka akan mengganggu ekonomi Australia.
Meskipun hubungan Indonesia memburuk pada tahun 1996-2001, tetapi Indonesia selalu berusaha untuk memperbaiki hubungan dengan Australia. Tahun 1996 Presiden Suharto mengganti HBL Mantiri dengan Wiryono Sastrohandoyo sebagai Duta Besar Indonesia untuk Australia selanjutnya karena permintaan dari Australia. Australia merasa berkeberatan dengan HBL Mantiri sebagai Duta Besar dikarenakan pada waktu terjadi insiden Santa Cruz, HBL Mantiri menjabat sebagai Panglima Kodamdi Dili dan HBL Mantiri menyatakan bahwa itu bukan kesalahan dari TNI dan ia tidak peduli akan insiden tersebut. Pergantian HBL Mantiri dilakukan untuk menjaga hubungan Indonesia dengan Australia. Presiden Abdurrahaman Wahid juga mengadakan kunjungan kenegaraan pada tahun 2001 ke Australia untuk meredakan hubungan kedua negara yang sedang mencapai titik terendah pasca lepasnya Timor-Timur dari Indonesia tahun 1999. Pemerintah Indonesia juga berusaha menunjukkan kepada pemerintah Australia bahwa penanganan masalah HAM di Indonesia telah diatasi dan Indonesia juga mendirikan KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) untuk memberantas para koruptor.
Masalah perbatasan antara Indonesia, Timor Leste dan Australia kembali memanas setelah terjadi klaim Pulau Batek oleh Timor Leste pada tahun 2004. Pemerintah Timor Leste melakukan protes kepada Indonesia dengan melayangkan nota diplomatik setelah beberapa nelayan asal NTT melakukan penangkapan ikan dan bermukim di sekitar Pulau Batek. Indonesia menolak keras akan klaim tersebut karena wilayah Pulau Batek sejak pemerintahan Hindia Belanda sudah termasuk wilayah administratif Belanda. Sampai saat ini masih belum ada kesepakatan-kesepakatan yang pasti mengenai perbatasan wilayah.