PENGARUH PEMBERIAN PERASAN UMBI GADUNG (Dioscorea hispida D) SEBAGAI INSEKTISIDA BOTANI TERHADAP MORTALITAS ULAT GRAYAK (Spodoptera litura F)
Abstract
Spodoptera litura F. atau biasa dikenal dengan ulat grayak merupakan serangga yang bersifat polifag dan sangat umum sebagai hama pada tanaman pertanian. Merupakan hama utama pada tanaman padi dan jagung, dan tanaman lainnya yaitu kedelai, tembakau, sayur-sayuran dan rumput-rumputan. Kerugian yang ditimbulkan oleh hama ini cukup besar sehingga diperlukan suatu upaya pengendalian. Pengendalian hama S. litura yang umum dilakukan adalah dengan penggunaan insektisida kimiawi atau sintetis. Penggunaan insektisida kimiawi yang tidak terkendali dapat menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan. Untuk mengurangi dampak negatif penggunaan insektisida ini dilakukan Pengendalian Hama Terpadu (PHT) yang salah satunya adalah dengan pemanfaatan insektisida nabati atau botani melalui pemanfaatan umbi gadung (Dioscorea hispida D.). Umbi gadung mengandung senyawa dioskorin dan sianida yang bersifat toksik terhadap kelangsungan hidup serangga. Sianida dapat mengganggu sistem saraf dan mengganggu sistem pernapasan pada serangga sehingga dapat mempengaruhi kelangsungan hidup serangga. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh air perasan umbi gadung, mengetahui nilai LC50 pada pengamatan 24 jam, 48 jam, dan 72 jam air perasan umbi gadung terhadap mortalitas ulat grayak serta mengetahui konsentrasi paling efektif yang dapat membunuh ulat grayak.
Penelitian ini dilakukan di laboratorium Zoologi, laboratorium pendidikan Biologi Program Studi Pendidikan Biologi Universitas Jember selama tanggal 12-29 Mei 2010. Penelitian ini terdiri atas 7 perlakuan yaitu kontrol (perlakuan menggunakan aquades) dan 6 perlakuan dengan menggunakan air perasan umbi gadung dengan serial konsentrasi 0%, 4%, 8%, 12%, 16%, 20%, dan 24%. Setiap perlakuan dilakukan 4 kali ulangan dan setiap ulangan digunakan 10 ekor larva ulat grayak instar III awal. Besarnya pengaruh air perasan umbi gadung terhadap mortalitas ulat grayak dianalisis dengan uji anova dan dilanjutkan dengan uji LSD dengan derajat kemaknaan 95% (p<0,05) jika menunjukkan pengaruh terhadap variabel terikat. Sedangkan besarnya nilai LC50 dihitung berdasarkan analisis probit. Hasil perhitungan rata-rata mortalitas 7 perlakuan pada pengamatan 24 jam secara berurutan adalah 0%, 7,5%, 10%, 12,5%, 25%, 35%, dan 40%. Pada pengamatan 48 jam hasilnya adalah 0%, 22,5%, 20%, 25%, 40%, 52,5%, dan 70%. Sedangkan pada pengamatan 72 jam hasilnya adalah 0%, 35%, 37,5%, 45%, 72,5%, 85%, dan 97,5%. Dari hasil ini dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi konsentrasi perasan gadung yang digunakan dan semakin lama waktu pemaparan maka hasil perhitungan rata-rata mortalitas akan semakin tinggi. Dari uji Anova didapatkan hasil bahwa air perasan umbi gadung signifikan mempengaruhi mortalitas ulat grayak. Dari hasil analisis probit hasilnya adalah LC50-24 jam adalah 26,11%, LC50-48 jam adalah 18,56%, dan LC50-72 jam adalah 11,01%. Hal ini menunjukkan bahwa nilai LC50 akan semakin rendah seiring dengan bertambahnya waktu pengamatan. Dari hasil perhitungan tersebut dapat diketahui pula konsentrasi yang paling efektif dalam membunuh ulat grayak yakni pada konsentrasi 24 % pada 72 jam. Setelah didapatkan hasil dari penelitian ini, diharapkan masyarakat dapat mengaplikasikan hasil penelitian ini di lapangan sebagai alternatif pengendalian hama ulat grayak dengan menggunakan konsentrasi 24% dengan waktu pengaplikasian selama 72 jam (3 hari), karena insektisida umbi gadung memiliki kelebihan disbanding insektisida kimiawi yakni lebih aman dan ramah lingkungan. Selanjutnya perlu dilakukan uji lanjutan mengenai potensi umbi gadung untuk mengendalikan serangga lain, atau uji lanjutan mengenai bagian tumbuhan lain dari gadung yang mungkin juga berpotensi sebagai insektisida botani.