KEABSAHAN PERMOHONAN POLIGAMI KARENA ISTRI TIDAK MAU BERTEMPAT TINGGAL BERSAMA DENGAN SUAMI (Studi Putusan Nomor :36 / Pdt.G / 2010 / PA. Bdg
Abstract
RINGKASAN
Pada hakekatnya Perkawinan merupakan suatu perbuatan hukum yang
penting dan sangat sakral karena perkawinan tidak hanya mengikat seorang laki–
laki dan perempuan secara fisik saja tetapi juga secara batiniah. Oleh karena itu
terciptalah suatu tatanan kehidupan yang teratur dan agar hubungan laki–laki dan
perempuan itu dapat dikatakan sah menurut hukum. Adapun bentuk–bentuk
perkawinan dapat dikategorikan menjadi 3 bagian yaitu perkawinan monogami,
poligami dan poliandri. Undang–Undang Nomor 1 Tahun 1974 menganut asas
monogami, akan tetapi jika dikehendaki maka seorang suami dapat beristri lebih
dari satu orang perempuan dengan syarat memenuhi ketentuan norma-norma yang
berlaku. Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk membahas lebih
lanjut hal tersebut dalam suatu karya ilmiah berbentuk skripsi dengan judul
“Keabsahan Permohonan Poligami Karena Istri Tidak Mau Bertempat
Tinggal Bersama Dengan Suami (Studi Putusan Nomor : 36 / Pdt.G / 2010 /
PA. Bdg)”.
Rumusan masalah yang hendak dibahas dalam skripsi ini adalah mengenai
seorang istri yang tidak mau bertempat tinggal bersama dengan suami apakah
dapat dijadikan alasan untuk mengajukan permohonan poligami, dan dasar
pertimbangan hukum Hakim Pengadilan Agama Badung mengabulkan
permohonan izin poligami pemohon dalam putusan Nomor : 36 / Pdt.G / 2010 /
PA. Bdg.
Penyusunan skripsi ini bertujuan untuk mengkaji dan menganalisis alasan
seorang suami mengajukan permohonan poligami, serta untuk mengkaji dan
menganalisis dasar pertimbangan hukum Hakim Pengadilan Agama Badung
mengabulkan permohonan izin poligami dalam Putusan Nomor : 36 / Pdt.G / 2010
/ PA. Bdg.
Metode penelitian dalam skripsi ini menggunakan tipe penelitian yuridis
normatif (legal research). Pendekatan masalah yang digunakan adalah pendekatan
undang-undang (statute approach), pendekatan kasus (case approach), dan
pendekatan konseptual (conceptual approach). Selanjutnya, bahan hukum yang
digunakan adalah bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder yang berkaitan
xii
http://digilib.unej.ac.id
http://digilib.unej.ac.id
http://digilib.unej.ac.id
http://digilib.unej.ac.id
http://digilib.unej.ac.id
http://digilib.unej.ac.id
http://digilib.unej.ac.id
http://digilib.unej.ac.id
http://digilib.unej.ac.id
http://digilib.unej.ac.id
dengan poligami, serta bahan non hukum yang kemudian dianalisis dengan
menggunakan metode yang terarah dan sistematis. Akhirnya ditarik kesimpulan
dengan memberikan preskripsi yang bersifat terapan.
Hasil pembahasan dalam skripsi ini adalah bahwa seseorang istri yang
tidak mau bertempat tinggal bersama dengan suami dapat dijadikan alasan untuk
mengajukan permohonan izin poligami karena telah memenuhi syarat
sebagaimana dalam Pasal 4 ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 jo
Pasal 41 sub a Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 jo Pasal 57 huruf a
Kompilasi Hukum Islam. Disamping itu, dalam Putusan Nomor
36/Pdt.G/2010/PA.Bdg, persetujuan istri atas keinginan suaminya untuk beristri
lebih dari seorang (poligami) telah sesuai dengan Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang
Nomor 1 tahun 1974 jo Pasal 41 huruf b Peraturan Pemerintah nomor 9 tahun
1975 serta suami dinyatakan mampu untuk menjamin kebutuhan istri-istri dan
anak-anaknya yang sesuai dalam Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 tahun
1974 jo Pasal 41 huruf c Peraturan Pemerintah nomor 9 tahun 1975 jo Pasal 58
ayat (1) Kompilasi Hukum Islam. Dasar pertimbangan hukum Hakim Pengadilan
Agama Badung mengabulkan permohonan izin poligami dalam putusan Nomor :
36 / Pdt.G / 2010 / PA. Bdg adalah hukum positif yang berlaku di wilayah
Indonesia pada dasarnya tidak melarang adanya perkawinan poligami. Disamping
itu, hakim juga telah mempertimbangkan alat bukti tertulis dan alat bukti saksi
yang diajukan pemohon.
Saran dalam skripsi ini adalah bagi badan legislatif yakni Dewan
Perwakilan Rakyat (DPR) pembuat undang-undang diharapkan segera
memperjelas alasan-alasan suami untuk berpoligami, serta sebaiknya hakim
hendaknya tidak menjatuhkan putusan diluar ketentuan hukum positif yang
berlaku karena hal tersebut sangat dibutuhkan dalam kehidupan bermasyarakat di
Indonesia.
xiii
Collections
- UT-Faculty of Law [6214]