Derajat Parasitemia Mencit BALB/c Pasca Vaksinasi Kelenjar saliva Anopheles aconitus sebagai Model Transmission Blocking Vaccine (TBV) terhadap Malaria
Abstract
Malaria merupakan penyakit infeksi parasitik yang penting di negara
berkembang. Mortalitas malaria di Indonesia mencapai 199.576 per tahun.
Pemerintah RI mengupayakan untuk menurunkan angka tersebut melalui program
pengendalian kasus malaria. Program ini meliputi pengobatan terhadap penderita
dan pengendalian vektor. Pengobatan pada penderita malaria menyebabkan
munculnya masalah baru yaitu resistensi Plasmodium. Hal ini menunjukkan upaya
yang dilakukan belum mampu menyelesaikan kasus malaria Indonesia. Upaya lain
yang dikembangkan untuk menurunkan morbiditas dan mortalitas adalah vaksin.
WHO menyatakan bahwa vaksin ideal yang bisa ditemukan mampu menurunkan
kasus malaria. Perkembangan penelitian dunia vaksin malaria menghasilkan
variasi vaksin diantaranya TBV. Salah satu pendekatan TBV yang dikembangkan
hingga saat ini yaitu vaksin berbasis saliva vektor. Hal ini didasarkan pada
beberapa penelitian menyatakan bahwa paparan gigitan nyamuk steril secara
berulang terhadap mencit coba mampu mengurangi pertumbuhan parasit dalam
tubuh. Vektor malaria di Indonesia diantaranya adalah nyamuk An. aconitus
betina. Kemampuan saliva vektor An. aconitus sebagai kandidat vaksin TBV
berbasis saliva akan diuji melalui pengaruhnya terhadap derajat parasitemia
mencit coba.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui potensi saliva An. aconitus
sebagai kandidat target pengembangan TBV melalui pengukuran derajat
parasitemia mencit coba dan mengetahui perbedaannya pada kelompok kontrol,
perlakuan yang divaksin dengan pellet, dan perlakuan yang divaksin dengan
supernatan. Metode yang dilaksanakan berawal dari isolasi kelenjar saliva dengan
metode mikrodiseksi dengan beberapa modifikasi. Kemudian hasil isolasi dibuat
vaksin dengan ekstraksi melalui metode freez and thaw. Vaksin yang dihasilkan berupa vaksin pellet, supernatan, dan kontrol. Langkah berikutnya dilakukan
vaksinasi selama tiga kali dengan jeda waktu 2 minggu pada semua kelompok.
Setelah vaksinasi terakhir, mencit coba diinokulasikan Plasmodium berghei dan
40 jam pasca inokulasi dibuat sediaan darah tepi dari ekor untuk pengukuran
derajat parasitemia. Pengambilan data derajat parasitemia dilakukan pada hari ke0,
4, 6, dan 7.
Hasil dari pengukuran derajat parasitemia tampak adanya kecenderungan
pada kelompok yang divaksin dengan ekstrak kelenjar saliva lebih rendah
dibandingkan kontrol. Derajat parasitemi pada kelompok pellet hari ke-0 belum
menunjukkan adanya parasit, hari ke-4, 6, dan 7 menunjukkan derajat parasitemi
yang lebih rendah dibandingkan kelompok supernatan dan kontrol. Hal ini
dimungkinkan karena respon imun Th1 yang salah satunya adalah INF-γ pada
kelompok pellet lebih tinggi dibandingkan dengan supernatan. Th1 merupakan
sistem imun tubuh yang berperan dalam melawan parasit malaria. Hal ini
menunjukkan bahwa kelenjar saliva vektor An. aconitus juga memiliki pengaruh
terhadap penekanan derajat parasitemia mencit coba. Derajat parasitemi kelompok
supernatan pada hari ke-2, 4, 6, dan 7 menunjukkan kecenderungan lebih rendah
dibanding kontrol. Namun, penelitian ini perlu diulang untuk mendapatkan data
yang dapat dianalisa dan dikembangkan lebih lanjut terkait sistem imun yang
berperan sebagai efek vaksinasi untuk melawan malaria. Penelitian ini juga
diharapkan dapat dikembangkan hingga menjadi vaksin model bagi manusia
dalam kasus malaria.
Collections
- UT-Faculty of Medical [1487]