Gambaran Kebutuhan Perawatan Maloklusi Berdasarkan Malalignment Index Pada Santriwati Pondok Pesantren Modern Dengan Pondok Pesantren Tradisional;
Abstract
RINGKASAN
Gambaran Kebutuhan Perawatan Maloklusi Berdasarkan Malalignment Index
Pada Santriwati Pondok Pesantren Modern Dengan Pondok Pesantren
Tradisional; Nia Karuniawati, 061610101035; 2010; 47 halaman: Fakultas
Kedokteran Gigi Universitas Jember.
Maloklusi tetap menjadi masalah yang dihadapi para dokter gigi walaupun
mereka telah berusaha untuk memperbaiki susunan gigi yang kelihatan jelek seperti
gigi berdesakan atau letaknya yang tidak beraturan (Thalca, 2000). Maloklusi adalah
oklusi yang menyimpang dari normal yang dapat menyebabkan kelainan fungsi serta
kelainan komunikatif seperti bicara dan estetik. Sejauh ini telah banyak dilakukan
penelitian hanya mengenai prevalensi maloklusi, tetapi penelitian yang menyertakan
tingkat keparahan maloklusi dan kebutuhan perawatan ortodonti belum banyak,
padahal data tentang kebutuhan perawatan ortodonti sangat diperlukan untuk
menyusun program kesehatan gigi berkenaan dengan sumber daya.
Penilaian atau pengukuran tingkat keparahan maloklusi dan kebutuhan
perawatan ortodonti dapat menggunakan indek maloklusi. Ada bermacam–macam
indek maloklusi yaitu diantaranya Occlusion Feature Index (OFI), Handicapping
Labio-Lingual Deviation Index (HLD Index), Handicapping Malocclusion
Assessment Index (HMA Index) dan Treatment Priority Index (TPI) (Dewanto,
1993), Malalignment Index (MI) merupakan salah satu indek maloklusi. Indek ini
sederhana, objektif dan praktis, dikembangkan oleh Van Kirk dan Pennell digunakan
untuk menilai maloklusi di dalam suatu populasi..
Jenis penelitian ini adalah observasional yang pengambilan subjeknya
dilakukan pada pondok pesantren Al-Qodiri (modern) dan An-Nuriyah (tradisional)
mengingat banyaknya pondok pesantren di kabupaten Jember namun data mengenai
kebutuhan perawatan ortodontinya masih sangat jarang. Jumlah subjek penelitian
masing-masing 30 santriwati pada pondok pesantren. Subjek dicetak rahang atas dan
rahang bawah, kemudian di cor dengan gips biru sehingga didapat model studi yang
selanjutnya akan diukur tingkat keparahan maloklusi dan kenbutuhan perawatan
ortodontinya. Hasil penelitian kemudian di analisis untuk melihat gambaran
kebutuhan perawatan ortodontinya antara pondok pesantren modern dan tradisional.
Dengan analisis data deskriptif didapatkan hasil: tingkat keparahan maloklusi
pada santriwati pondok pesantren modern dan tradisional, berturut-turut, yaitu:
sebesar 30% dan 23,33% termasuk kategori maloklusi sangat ringan yang tidak
membutuhkan perawatan ortodonti ataupun hanya perawatan yang sederhana, 50%
dan 56,67% merupakan kategori maloklusi ringan yang membutuhkan perawatan
ortodonti sederhana, 20% dan 20% merupakan kategori maloklusi sedang yang
indikasi perawatan ortodonti.
Nilai skor rata-rata tingkat keparahan maloklusi dan kebutuhan perawatan
pada pondok pesantren tradisional (9,60) lebih besar dari pada pondok pesantren
modern (9,05), sehingga lebih membutuhkan peningkatan sarana dan prasarana, serta
kesadaran tentang kesehatan gigi dan mulut. Adapun perbedaan nilai skor rata-rata
dapat diakibatkan perbedaan pengetahuan tentang kesehatan gigi dan mulut dapat
menghasilkan gambaran keparahan maloklusi dan kebutuhan perawatan ortodonti
yang berbeda pula.
Pondok pesantren tradisonal mengajarkan pendidikan tradisional Islam
untuk belajar memahami, menghayati dan mengamalkan ajaran-ajaran agama
Islam dengan menekankan pentingnya moral agama sebagai pedoman hidup seharisehari
dalam masyarakat sehingga ilmu pengetahuan umum masih terbatas di
ajarkan dan juga sarana kesehatan belum disediakan di dalam lingkungan pesantren
tradisional. Sedangkan pondok pesantren modern telah berkembang sistem
pengajaran dan bentuk penyampaian materi yang disertai srana pendidikan dari
sekolah dasar hingga perguruan tinggi baik. Di dalam pondok pesantren telah tersedia
sarana pelayanan kesehatan baik kesehatan umum.
Collections
- UT-Faculty of Dentistry [2062]